Esok hari...
Baron bersiap-siap dengan gagah mengenakan setelan hitam yang elegan dengan dasi yang rapi, siap untuk menjemput wanita Filipina itu di hotel. Ia masih merasa was-was dengan permintaannya kemarin, namun Baron tahu ini adalah bagian dari permainan yang harus ia mainkan untuk menjaga bisnisnya tetap aman.
Saat tiba di hotel, wanita Filipina itu muncul dengan penampilan yang sangat berbeda dari hari sebelumnya. Kali ini, dia tampak berpakaian sangat sederhana, dengan kaos putih polos dan jeans biru, tanpa hiasan mewah yang biasanya melekat padanya. Baron sedikit terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak berkomentar.
Baron membukakan pintu mobil, namun sebelum mereka bisa pergi, pengawal dingin wanita itu hendak memeriksa setiap sudut mobil dengan teliti.
"Lu mau ngapain, bung?" Baron sedikit risih namun menanggapinya dengan tertawa kecil.
Sejak hari pertama bertemu dengan pria itu, ia tak pernah berbicara sama sekali. Setelah merasa puas, ia menatap tajam Baron dan berkata dengan bahasa Filipina kepada majikannya. Lalu, ia berbicara kepada Baron dengan nada tajam, “Jaga dia baik-baik. Kalau sesuatu terjadi, kau tidak akan suka apa yang akan Filipina lakukan padamu.”
Baron hanya mendengus santai dan memberi isyarat bahwa ia mengerti. Setelah semuanya siap, mereka berangkat.
Baron menoleh ke wanita Filipina itu, yang kini duduk dengan lebih santai di kursi penumpang. “Kemana kau ingin aku bawa?” tanyanya.
Wanita itu menatap keluar jendela, menatap gedung-gedung tinggi Jakarta yang semakin menjauh dari pandangan. "Aku ingin pergi ke tempat yang tenang, jauh dari hiruk pikuk kota."
Baron merenung sejenak, mencoba memikirkan tempat yang cocok, lalu memutuskan untuk membawa mereka ke sebuah desa yang asri di luar kota. Setelah beberapa jam berkendara, mereka akhirnya tiba di sebuah desa yang dikelilingi oleh sawah hijau yang luas, angin sepoi-sepoi menyapu udara, membawa aroma segar alam yang tenang.
Mereka mulai berjalan-jalan di sekitar desa, menikmati pemandangan yang tenang. Baron tetap waspada, fokus pada tugasnya untuk menjaga keamanan wanita itu. Namun, wanita Filipina itu tampak semakin rileks dan nyaman, bahkan mulai menunjukkan ketertarikannya pada Baron. Senyum kecil terukir di wajahnya saat mereka berjalan di sepanjang jembatan kayu yang indah, menghadap ke hamparan sawah yang membentang.
“Mau makan apa?” tanya Baron sambil melihat ke sekeliling.
Wanita itu menoleh padanya dan tersenyum tipis, "Aku ingin makan yang biasa saja. Tak perlu yang mewah."
Baron tertegun sejenak, lalu membawanya ke sebuah rumah makan sederhana di tengah sawah. Rumah makan itu kecil, dengan meja kayu dan atap jerami, namun menawarkan makanan yang enak dan suasana yang damai. Mereka duduk berdua di meja yang menghadap ke hamparan sawah hijau, angin sepoi-sepoi membawa ketenangan yang menenangkan.
Saat makanan tiba, wanita Filipina itu mengambil sumpitnya dan berkata, "Orang Filipina sangat menyukai kesederhanaan. Apa yang kau berikan hari ini... lebih berharga daripada tas mewah atau barang mahal yang kau bawa kemarin."
Baron menatapnya, terkejut mendengar kata-kata itu keluar dari wanita yang ia anggap sangat angkuh dan berkelas itu. "Kau suka?"
"Ya."
"Baguslah. Setelah ini kemana kau ingin pergi?"
"Hm, aku hanya ingin berduaan denganmu." Wanita Filipina itu dengan sengaja menjatuhkan gelas pada baju Baron. "Ups!"
Baron membersihkan bajunya, meski ia kesal.
"Shutt, duh... Kamu jadi basah." Wanita Filipina itu membersihkan baju Baron.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Mariyuana
ActionBaron, anak jalanan dari Handom City, udah tahu kerasnya hidup sejak kecil. Setelah lulus SMA tanpa arah dan mimpi, dia bareng tiga sahabatnya memilih jalur gelap-mereka masuk ke dunia malam, geng, dan bisnis ilegal. Nggak butuh waktu lama, mereka s...