Angin Segar

2 0 0
                                    


Dengan obrolan Pak Harsono bersama Anggara kemarin, menjadikan keadaan Nirmala semakin jauh membaik. Psikisnya sudah normal dan luka bakar serta kesehatannya pun dinyatakan sehat. Gadis yang memutuskan untuk menutupi kepalanya dengan hijab itu sudah boleh pulang.

Anggara yang merasa sudah mengantongi restu dari calon mertua, yang sebelumnya terkenal galak dan keras itu, kini sudah percaya diri untuk datang ke rumah Nirmala. Bahkan, dia lah yang mengurus dan membawakan barang-barang dari rumah sakit ke rumah keluarga calon istrinya. Melihat kepedulian dan sikap Anggara, Bu Harsono merasa terharu dan mantap untuk mendukung pria tersebut menjadi pendamping hidup putrinya.

Begitu pun dengan Pak Harsono yang diam-diam mulai mengagumi sosok Anggara. Namun, pria gengsian itu lebih memilih untuk tetap menjaga jarak dan cuek. Ia tidak mau sosoknya yang garang akan tergantikan. Untungnya, Anggara tidak terlalu terbawa suasana. Ia tetap menyapa dan berusaha mengakrabkan diri pada calon Bapak mertuanya itu. Meski, respon yang didapat masih terkesan kaku, tapi dia yang sudah dibisiki sang kekasih untuk jangan pernah menyerah itu pun benar-benar tidak berkecil hati.

"Mas Anggara sepertinya capek sekali. Bukannya Ibu mengusir. Tapi, istirahatlah. Biar Nirmala, Ibu yang jaga, ya?" ucap Bu Harsono begitu masuk ke kamar putrinya dan di situ melihat Anggara tengah menata dekorasi kamar.

"Oh, nggak apa-apa, kok, Bu. Aku baik-baik saja," jawab Anggara menghentikan kegiatan, lalu menatap kekasihnya yang sedang berbaring di ranjang sembari membaca novel.

"Bukan begitu. Kamu tampak sangat lelah dan kurang tidur. Kan, sejak Nirmala di rumah sakit sampai pulang, kamu sudah membantu banyak. Takutnya juga, Ibu nyariin."

"Kayak anak kecil aja dicariin," celoteh Nirmala meledek, yang langsung dibalas senyum pasrah kekasihnya.

"Baiklah, Bu. Kalau begitu, saya pamit dulu," ujar Anggara setelah beberapa detik teringat dengan ibunya yang belakangan ini lebih banyak diam dan cuek, seperti sedang memikirkan sesuatu yang besar.

"Bagaimana, kamu sudah hubungi Mas Gayuh?" tanya Bu Harsono pada putrinya setelah Anggara berpamitan.

"Belum sempat, Bu. Baru tadi kan, beli hapenya. Setelah aku regristasi, pasti akan menghubungi."

"Syukurlah. Ibu juga sangat bersyukur dan berterima kasih pada masmu itu. Banyak hal yang berubah menjadi lebih baik. Terutama bapakmu."

Anggara sudah hendak ke luar rumah, tapi lupa jika jaketnya tertinggal di kamar. Saat mendengar Bu Harsono seperti sedang berbicara hal serius, ia mengurungkan niat untuk masuk. Namun, ia tidak langsung meneruskan perjalanan pulang, melainkan tertarik untuk menguping. Bukan hal biasa yang ia lakukan memang, tapi rasa penasaran tentang sosok calon mertua membuatnya memasang telinga lekat-lekat.

"Bapak sedang ke rumah Pak Jaksa untuk melunasi hutangnya. Semoga berjalan dengan baik. Dan, setelah ini, bapakmu berniat untuk mencari kerja di tanah rantau."

"Merantau ke mana, Bu?" Mendengar bapaknya yang selama ini sama sekali belum pernah merantau, Nirmala begitu kaget.

"Ke Tangerang. Temannya ada yang di sana."

"Serius, Bu? Kenapa tidak mengembangkan usahanya di sini?"

"Itu sudah menjadi tekat bapakmu, Nduk. Kamu tahu sendiri kan, bapakmu itu keras kepala dan gengsian. Dia bilang, tidak akan melanjutkan usahanya di sini, karena kota kecil ini untuk usaha susah. Sudah bertahun-tahun berusaha, tapi belum pernah jaya. Malah, lebih mending usaha kebun seperti dulu waktu kamu kecil." Bu Harsono berucap sembari beberapa kali menarik napas panjang, seperti ada kegelisahan di sana.

Begitu dengan Nirmala, yang mendengarkan penuturan sang ibu sembari melayangkan memori pada saat kecil dan usaha kebun Bapak pernah jaya. Sampai-sampai, ia dikenal sebagai anak juragan. Namun, setelah dewasa, Bapak justru banting stir usaha perdagangan dan memang belum bisa segemilang usaha sebelumnya. Malah, itu adalah awal mula sang bapak menjadi orang yang semakin ambisius, keras kepala dan gila harta.

"Bapak pasti sedih ya, Bu." Tiba-tiba saja Nirmala menjadi melankolis, seolah sangat mengerti posisi sang bapak yang dengan sangat terpaksa melalui kehidupan yang jauh dari sifat aslinya.

Bu Harsono mengangguk menanggapi ucapan putrinya. Wanita peka itu langsung duduk di samping sang putri dan merangkulnya.

"Semoga Bapak menjadi pribadi yang lebih baik, Nduk. Doakan saja, ya," ucap wanita itu memeluk Nirmala.

Anggara yang mencuri pendengaran pun ikut merasakan haru. Ia ingat betul bagaimana sosok Bapak pacarnya itu yang dulu keras, otoriter, egois, belakangan mulai lebih lentur. Cara menatap lawan bicara tidak lagi nyalang. Begitu pula dengan nada bicara, tidak lagi tinggi. Meski, sikap diam masih melekat erat.

Saking terbawa suasananya, Anggara meninggalkan rumah itu dan mengurungkan mengambil jaket sembari mengaminkan doa yang terucap dari calon Ibu mertuanya.

Bersambung...

Penasaran sama kelanjutannya?

Lanjut yuk, ke KBM atau Good Novel

Sudah tamat

Judul: Nikahi Aku atau Aku Mati

Penulis: Graviolla Coding.


Nikahi Aku atau Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang