Perjuangan Sang Pria

3 0 0
                                    


"Kamu ke sini membawa kabar tentang Nirmala, 'kan?" tanya bu Harsono lagi penuh harap. Kali ini sembari mencondongkan tubuh rampingnya ke arah Anggara.

"Ya, Bu," jawab Anggara singkat. Ia tengah mencari kata-kata yang pas untuk dirangkai, agar pesannya tersampaikan dengan baik dan hasilnya pun baik.

Mendengar jawaban sang tamu, Bu Harsono kembali memegang dada sembari mengucapkan rasa syukur berkali-kali.

"Di mana dia sekarang, Mas? Bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja, 'kan?"

Meski cukup gembira mendengar kabar yang dibawa tamunya, tapi Bu Harsono sangat mencemaskan putri satu-satunya itu.

"Um, dia ada di rumah sakit, Bu," ucap Anggara sembari meremas-remas kedua jemari yang menggenggam di depan lutut.

Mendengar ucapan tersebut, sontak Bu Harsono menangis tersedu-sedu. Hal itu membuat Anggara kebingungan. Ia ingin menenangkan wanita yang telah melahirkan kekasihnya itu, tapi bingung hendak dengan cara apa. Sungguh tidak mungkin jika tiba-tiba dirinya mengelus-elus apalagi memeluk.

"Tenang, Bu. Nirmala keadaannya baik. Hanya saja, dia membutuhkan kehadiran Ibu di sana. Apakah Ibu bersedia?"

Hanya kalimat itu yang bisa ia ungkapkan untuk menenangkan tangisan pilu seorang Ibu yang kehilangan putrinya berhari-hari.

"Nirmala selalu malang. Aku tidak pernah setuju jika ada yang menyebutnya Nirmalang, Nirmalaku dan sebagainya. Karena itu doa yang akan terus menyertainya. Mas, bawa Ibu kepada Nirmala sekarang, ya?" Suara Bu Harsono lirih seperti tengah menggumam, tapi masih bisa didengar Anggara.

Tiba-tiba wanita yang wajahnya telah basah oleh air mata itu berdiri. Tatapannya penuh rasa harap bahwa pria muda di hadapannya akan segera mempertemukan ia dengan sang putri.

"Ayo, segera, sebelum suamiku pulang. Kalau dia tahu, aku pasti tidak diizinkan untuk pergi."

Anggara tiba-tiba merasa kebingungan karena lengannya ditarik sang calon mertua. Ia bisa saja langsung mengiyakan keinginan wanita yang menatapnya penuh harap itu. Tapi, dia sendiri belum menyampaikan pesan seutuhnya. Itu karena dirinya tidak pandai merangkai kata dan selalu hati-hati dalam berkata, terlebih kepada seorang wanita yang selalu diyakininya memiliki sensitifitas tinggi.

"Berani-beraninya kamu pegang tangan istriku!" Suara bernada tinggi tiba-tiba mengagetkan dua orang yang hendak melangkah pergi dari ruang tamu. Sontak, keduanya menoleh ke arah sumber suara.

Betapa kagetnya mereka melihat Pak Harsono sudah berada di rumah. Sikapnya yang siap siap seperti hendak menerkam musuh bebuyutan itu nyaris membuat jantung Anggara copot.

Dengan cepat Bu Harsono melepaskan pegangan tangan yang tadinya mencengkeram kuat pada lengan Anggara. Lalu, wanita itu mendekati suaminya, hendak mengabarkan berita mengenai sang putri sekaligus meluruskan apa yang tengah dilihat suaminya itu.

Namun, Pak Harsono yang baru pulang dari urusan bisnisnya yang tengah kacau balau itu tidak mau mendengar. Pria yang badannya lebih besar dari Anggara itu terbakar api kemarahan dan langsung mendekati sang tamu yang telah kehilangan nyali.

"Beraninya kamu menginjakkan kaki di rumahku ini, heh?" Bola mata Pak Harsono mendelik sembari berkacak pinggang.

"Saya datang ke mari untuk memberi tahu kalau Nirmala, putri Bapak tengah dirawat di rumah sakit dan sangat membutuhkan pertolongan Bapak-Ibu. Saya mohon, datanglah dan selamatkan nyawa Nirmala," ucap Anggara sembari memohon. Ia tahu bahwa tindakannya mungkin akan terlihat rendah, tapi hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan sang kekasih.

Sementara itu, Bu Harsono nyaris pingsan mendengar bahwa putrinya tengah sekarat. Tubuhnya yang ramping langsung ambrug ke sebuah kursi.

"Aku bilang apa, Nirmala selalu malang. Oh, anakku. Pak, ayo kita segera ke rumah sakit." Bu Harsono berusaha sekuat tenaga untuk bangkit meraih tangan suaminya, tapi langsung ditangkis keras.

"Tak sudi! Dia sendiri yang sudah minggat dan tidak mau tinggal di sini. Dia tidak butuh kita. Buat apa kita harus ke sana? Biarkan saja anak itu kena kualatnya! seru Pak Harsono tampak kukuh dengan pendiriannya.

"Kamu segeralah pergi, sebelum tanganku ini menghajarmu habis-habisan. Dan, jangan pernah injakkan kaki di sini lagi. Kamu mengerti?" Pak Harsono kembali menatap Anggara tajam. Ia tidak menggubris istrinya yang memohon-mohon. Bahkan, pria angkuh itu menghempaskan tubuh istrinya dengan satu kali ayunan kaki secara kasar.

Bersambung...

Penasaran sama kelanjutannya?

Lanjut yuk, ke KBM atau Good Novel

Sudah tamat

Judul: Nikahi Aku atau Aku Mati

Penulis: Graviolla Coding

Nikahi Aku atau Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang