"Ibumu punya gebetan kah, Gara? Kata ibu-ibu kompleks, belakangan ibumu itu pergi sama seorang pria yang sama. Kamu nggak tau atau pura-pura tidak tahu? Jangan diam aja, Gara. Ibumu itu kan, janda. Kalau dibiarkan begitu, takut jadi fitnah, 'kan?"
Mendengar kata-kata tersebut, akhirnya membuat Anggara gelisah. Pekerjaan selanjutnya, terasa panjang dan lama. Tangannya memencet tombol angka di keyboard dan pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan.
"Dian, kamu udah pernah diajari Ibu megang kasir, 'kan?" tanya karyawan loyalnya yang tengah merapikan produk di dekat meja kasir.
Wanita belia itu mengangguk dengan senyum malu-malu."Iya, Mas. Kalau Ibu dan Mas pergi kan, aku yang diamanati pegang kasir," ujar Dian polos.
"Jadi, benar, kalau belakangan Ibu sering meninggalkan toko?"
Dian mengangguk.
"Oke. Aku minta tolong, kasirin, ya. Aku ke luar, bentar," ucap Anggara sambil menatap karyawannya yang telah bekerja di toko lebih dari empat tahun itu penuh harapan.
"Siap, Mas. "
"Nanti, aku minta Dede buat nemenin kamu. Pokoknya, aku minta tolong handle, ya!"
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Anggara lari mengejar ibunya ke arah yang dibocorkan tetangganya tadi. Sialnya, hasil nihil. Padahal, ia sudah berlari beberapa meter. Sampai pada akhirnya, pemuda itu merasa menyerah dan kembali menuju arah toko.
"Nggak jadi, Mas?" tanya Dian setelah melihat juragannya kembali begitu cepat.
Anggara tidak langsung menjawab. Bukan cuek atau tidak mendengar pertanyaan karyawan loyalnya itu, tapi kepala sedang dipenuhi tanda tanya.
Dia sebenarnya bukan tipe laki-laki yang gampang percaya dan perduli gosip, tapi ini menyangkut orang tua satu-satunya yang dimiliki. Tidak hanya satu atau dua orang yang mengadu ke dirinya tentang sang ibu yang rajin ketemuan dengan seorang pria muda di terminal, bahkan semakin sering dan membuat telinganya risih.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Anggara berlari cepat menuju garasi untuk mengambil motor. Dia harus secepat mungkin menuju terminal—yang kata beberapa orang pernah melihat ibunya di sana.
Dengan kemampuan mengemudinya yang telah dimulai sejak usia belasan tahun, pemuda itu tidak kesulitan untuk menembus lalu lalang berbagai macam kendaraan. Bahkan, ia sudah mengetahui jalur tercepat untuk menuju ke salah satu tempat paling ramai di kota kecilnya itu.
Setelah memarkir motor di tempat yang disediakan, Anggara mulai memutar otak—ke mana ia harus mencari ibunya, di tempat ramai seperti ini. Karena tidak punya ide, pemuda itu duduk di bawah pohon, tidak jauh dari lokasi parkir. Tidak berapa lama, tiba-tiba ia melihat sepintas dua orang yang dikenal.
"Mas Manto, Ibu...!" Tidak salah lagi, setelah memastikan bahwa dua orang yang dikenalnya tengah berboncengan menuju ke salah satu titik, tak jauh dari tempatnya duduk, Anggara langsung menghampiri.
"Aduh, gawat, Bu. Ada Mas Anggara." Tukang ojek langganan Bu Diana yang melihat Anggara mendekat, langsung memberi tahu pelanggannya.
"Mana?" Bu Diana yang kaget, menengok ke berbagai arah.
"Ibu! Mas Manto!" teriak Anggara begitu sudah dekat. Tatapannya tajam dan sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Wah, wah, wah, Mas. Jangan salah paham. Aku cuma nganter Ibu, aja. Selebihnya, aku tidak ikut-ikut. Bu, bayarannya?" Sebelum pikiran kecurigaan Anggara bertambah, Manto buru-buru menengadahkan telapak tangan kanannya pada Bu Diana yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Wanita itu masih melongo, saking kagetnya. Lalu, setelah diingatkan untuk kedua kali, akhirnya Bu Diana memberikan uang kertas warna biru pada tukang ojek tersebut. Seperti biasa, setelah menerima bayaran, lelaki itu mencium uang, lalu tancap gas. Sementara itu, kedua orang yang ditinggalkannya masih saling tatap.
"Ibu harus menjelaskan semua ini!" Anggara menatap ibunya yang terlihat sedang menguasai diri.
"Aku nggak nyangka, ternyata gosip itu benar. Ibu kenapa, sih?" Karena tidak juga mengeluarkan suara, Anggara yang hampir tidak pernah banyak tanya itu geregetan.
"Jawab, Bu!" Kali ini, nada suaranya semakin tinggi.
Bu Diana yang hatinya sedang cemas, seperti kehilangan kata-kata. Ditambah, suara klakson mobil membuat jantungnya berdebar hebat.
Bersambung...
Penasaran sama kelanjutannya?
Lanjut yuk, ke KBM atau Good Novel
Sudah tamat
Judul: Nikahi Aku atau Aku Mati
Penulis: Graviolla Coding.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nikahi Aku atau Aku Mati
RomanceBerniat menghalalkan hubungan asmara yang telah terjalin lima tahun lebih aja dramanya luar biasa, dari mulai sang calon mertua yang tidak sudi memberi restu, sang bapak yang sepihak menjodohkan, hingga sang sahabat yang juga bikin resah. Ternyata...