Jeno Albert Simamora seorang pesepakbola muda berbakat, terpaksa menikahi Jessica, sepupu jauhnya yang usianya jauh lebih tua karena dijodohkan orangtua mereka. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, pernikahannya dengan Jessica tidak berjalan bahagia. S...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Johnny membawa Karina ke sebuah rumah yang bisa dibilang cukup mewah. Namun, terkesan tertutup. Bahkan dijaga dua orang satpam, tak cukup hanya mengandalkan cctv sebagai pengamanan ekstra.
Lantai marmer yang dipijaknya terasa dingin begitu bersentuhan dengan telapak kaki. Karina memperhatikan keadaan sekeliling rumah yang didominasi cat putih, tampak tak ada detak kehidupan. Lantas, apa yang harus dijaga dari rumah yang terkesan kosong ini sampai harus melibatkan dua orang satpam?
Johnny tampaknya sudah tak asing, seperti sudah sering mengunjungi rumah ini. Mereka duduk di sofa empuk berlapis kulit yang terletak di sudut ruangan.
Belum ada lima menit mendaratkan bokong, datang seseorang menghampiri mereka, turun dari lantai dua.
"Mas John, dipanggil Mamih ke ruangannya," panggil seorang wanita dengan pakaian cukup minim, ditunjang dengan riasan mencolok.
Sebelum beranjak, Johnny menatap Karina dengan tatapan mengintimidasi. "Gue mau nemuin Mamih Silvana. Lo diem di sini, jangan coba-coba kabur."
Karina hanya mengangguk pasrah. Meskipun diam, isi kepalanya ramai dengan pertanyaan, di manakah ia berada dan mau apa tujuannya ke rumah itu. Ketakutan menyeruak, mencemaskan bagaimana nasibnya. Mengingat, kakak tirinya ini sosok yang tidak akan segan melakukan hal buruk padanya.
Di ruangan itu ada dua orang wanita, yang satu, berusia sekitar akhir empat puluhan, berambut sebahu bergelombang. Di antara sela jarinya terselip sebatang rokok putih yang sudah dihisap setengahnya. Dan seorang wanita lagi masih tampak muda, sekitar awal tiga puluhan, dengan style wanita kantoran.
"Apa gadisnya sudah ada di sini?" tanya Mamih Silvana, seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya yang bergincu merah.
"Dia sudah datang, saya sendiri yang membawanya," jawab Johnny.
"Apa gadis itu sudah masuk kriteria yang diinginkan klien kita?"
"Pasti!" ucap Johnny penuh keyakinan. "Dijamin tidak akan mengecewakan."
"Kemarin Mas sudah ketemu sama Bos saya?"
"Sudah. Oleh sebab itu saya sangat yakin adik saya ini sangat cocok. Dia cantik, tinggi, proporsi badannya ideal. Bibit unggul banget pokoknya!" Seringai setan tampak di bibir Johnny ketika mempromosikan Karina. "Maaf, Mbak ini siapanya, Bu siapa....?" Dahi Johnny mengernyit, lupa dengan nama wanita yang ditemuinya kemarin.
"Bu Jessica!"
"Nah, iya, Bu Jessica."
"Oh iya, perkenalkan saya Hesti orang kepercayaan Bu Jessica. Mulai saat ini Bos saya menyerahkan sepenuhnya tugas ini kepada saya."
Johnny ber-oh panjang sembari mengangguk paham.
"Kalau gadis itu sudah ada di sini, bisa ketemu sekarang?" pinta Hesti.