29.Tidak Dipercaya

222 34 3
                                    

Knop pintu berputar, pintu bercat putih itu terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Knop pintu berputar, pintu bercat putih itu terbuka. Seorang pria masuk ke kamar di mana Karina berada. Om Dandy, begitu orang-orang memanggilnya. Perawakannya tinggi besar, kepalanya botak dan berkumis lebat. Dari tampilnya saja sudah membuat merinding. Pria itu cengengesan mendekati Karina.

"Halo, cantik. Sudah siap senang-senang sama Om?" Dari kekehan tawanya yang serak sudah terdengar menjijikkan.

"Keluar! Jangan coba-coba menyentuhku!" usir Karina. Umurnya memang tua, tapi bukan orang tua yang patut diperlakukan sopan.

Alih-alih gentar dengan pengusiran Karina, semangatnya malah semakin menggebu-gebu. "Jangan takut, manis. Om gak jahat, kok. Ayo, Sayang." Dendy mendorong bahu Karina sampai terhempas di atas kasur.

Pria mata keranjang itu membuka jas hitamnya, siap-siap menerkam Karina.

Karina beringsut mundur, menghindari pria paruh baya itu yang hampir meneteskan liurnya menatap Karina penuh nafsu.

Punggung Karina sudah mentok di dinding, tak ada celah untuk menghindar. Tak ada yang bisa Karina lakukan selain berdoa dalam ketakutannya yang teramat sangat.

Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel,  berasal dari saku celana pria tua itu. Si botak berdecak kesal. "Sial. Mengganggu saja." Dandy keluar untuk mengangkat telepon.

Detak jantung yang semula berpacu hebat pun melonggar. Meskipun tahu, belum sepenuhnya terbebas. Perasaan Karina makin tak karuan. Tak tahu harus berbuat apa. Saat melihat kaca jendela, sempat terbersit dalam hati ingin loncat dari ketinggian rumah tiga lantai tersebut, saking frustrasi dengan hidupnya yang tak pernah lepas dari derita. Namun, sekarang hidupnya bukan cuma tentang dirinya, ada sang buah hati tercinta yang menantinya.

Apakah kamu akan datang menyelamatkanku. Jeno, tolong aku.

.
.

Selesai menelpon, raut kekecewaan tampak di raut wajah pria paruh baya itu. Dandy kembali menemui Mamih Silvana.

"Ada telpon dari Boss besar saya, Mr.Lee. Dia minta dijemput di bandara. Kemungkinan, malam ini akan menginap di hotel. Dia minta, Mamih siapkan gadis-gadis muda yang paling cantik dan sexy untuk dia pilih sendiri besok."

"Tentu. Saya akan siapkan yang terbaik. Pilihan saya tidak pernah mengecewakan, bukan?" ujar Mamih Silvana, dengan wajah dinginnya.

"Satu lagi. Soal adiknya si Johnny itu, beri dia makan yang banyak. Kalau lebih berisi sedikit akan lebih bagus. Kasih riasan juga, biar lebih menggairahkan. Besok saya ke sini lagi."

****

"Kali ini gue dapet untung berkali-kali lipat dari ngejual si Karina. Dapat komisi dari Mamih Silvana, belum lagi dari Om Dandy. Dan tentunya dari...." Johnny menyeringai, seperti ada sesuatu yang baru terpikirkan.

Rokok putih yang sudah tinggal puntungnya, ditekan pada permukaan asbak, hingga apinya padam. Dengan semangat, merogoh ponsel di saku celananya, mengatur nomor seseorang untuk dihubungi. Senyumnya melebar ketika nomor yang dihubunginya tersambung.

Angel Beside MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang