Saat mereka kembali ke kelas, suasana masih terasa santai setelah obrolan kocak di kantin. Key duduk di sebelah Lala, sementara Zul dan Firman duduk di bangku di belakang. Tapi meski mereka sudah di kelas, canda-canda kecil terus berlanjut.

Key yang duduk sambil menulis catatan tiba-tiba menoleh ke belakang. "Eh, Firman! Jangan-jangan lo ketiduran lagi nanti di kelas, nih. Mau gue bawa bantal gak buat lo?"

Firman memasang wajah pasrah. "Yaelah, Key... lo gak bisa move on ya dari masalah gue tidur di upacara?"

Lala ikut menimpali sambil tersenyum lebar. "Iya, nih! Nanti gue kasih timer, Man. Kalo lo ngangguk-ngangguk lebih dari tiga kali, kita tepok tangan deh biar lo bangun."

Zul yang duduk di samping Firman, tertawa sambil menyikutnya pelan. "Tenang, Man. Kalo lo beneran tidur, gue yang jaga. Tapi syaratnya, lo harus traktir gue jajan es pas istirahat nanti!"

Firman menangkat tangan sambil tertawa kecil. "Deal! Gue traktir, tapi jangan biarin gue tidur di kelas, malu!"

Key terkikik, "Siap-siap aja, Man. Tapi inget, kalo lo ketiduran lagi, lo harus nyanyi di depan kelas. Itu hukuman kita hari ini!"

Firman langsung tertawa keras, "Hahaha! Aduh, parah lo pada. Tapi fine, deal! Jangan sampe ketiduran deh gue, atau bakalan ada konser dadakan."

Semua di sekitar mereka mendengar obrolan itu, ikut senyum-senyum. Suasana kelas jadi lebih hidup dengan canda yang terus berlanjut meski pelajaran dimulai.

Namun, di tengah-tengah pelajaran, Zul yang diam-diam melirik ke arah Firman langsung menepuk ke pundak Key pelan. Eh, liat deh, Key. Firman mulai nganggik-ngangguk lagi tuh!"

Key dan Lala menoleh ke arah Firman, yang kali ini benar terlihat berusaha keras menahan kantuk. Matanya terlihat setengah tertutup, dan kepalanya pelan-pelan mulai bergerak turun.

Key tertawa pelan, "Hahaha, Firman! Awas, ngangguk sekali lagi, gue suruh lo nyanyi di depan kelas!"

Firman langsung terjaga dan buru-buru mengangkat kepalanya. "Nggak-nggak! Gue bangun, gue bangun!" katanya sambil menegakkan duduknya, berusaha terliat segar meskipun jelas masih mengantuk.

Zul tertawa pelan, "Hampir aja, Man. Nyaris konser tuh!"

Mereka semua kembali fokus ke pelajaran, tapi senyum dan canda masih terus terselip di sela-sela keseriusan belajar. Di akhir jam, suasana kelas tetap penuh dengan semangat yang ceria, membuat hari itu terasa lebih ringan dan menyenangkan.

Selesai sekolah, Key langsung menuju aula untuk latihan tari. Ini adalah salah satu kegiatan favoritnya, karena ia bebas mengekspresikan diri melalui gerakan. Sejak bergabung dengan ekskul tari, Key merasa semakin nyaman dan percaya diri.

Saat latihan dimulai, Key dan teman-temannya berbaris rapi di depan cermin besar yang ada di aula. Musik mulai mengalun pelan, dan Key fokus mengikuti setiap gerakan instruktur. Langkah-langkah tari yang anggun dipadukan dengan ritme musik membuat Key semakin tenggelam dalam latihan.

Namun, di tengah-tengah gerakan, sesuatu menarik perhatiannya. Dari sudut matanya, Key merasa ada yang memperhatikan. Ia melirik ke arah pintu aula yang sedikit terbuka dan melihat seseorang berdiri di sana, memperhatikannya dalam diam.

"Gavin?" batin Key kaget. Ia langsung mengenali sosok itu meskipun hanya melihat sekilas.

Gavin berdiri di pintu dengan ekspresi datar, namun tatapannya lurus ke arah Key. Seperti sedang mengamati garakan tarinya. Key sempat tertegun, sedikit bingung kenapa ada Gavin disana, memperhatikannya tanpa berkata apapun. Jantung Key berdetak lebih cepat, campuran antara terkejut dan malu karena sedang diperhatikan.

Namun, sebelum Key benar-benar bisa mencerna apa yang terjadi, Gavin tiba-tiba berbalik dan pergi begitu saja, seolah tidak ingin ketahuan. Key yang masih dalam posisis menari, langsung melambatkan gerakannya, menatap pintu aula dalam posisi menari, langsung melambatkan gerakannya, menatap pintu aula yang sekarang sudah tertutup rapat.

"Dia...ngapain di sini?" gumam Key pelan, mencoba mencari jawaban di benaknya.

Latihan tetap berlanjut, tapi pikiran Key masih melayang. Ia terus memikirkan momen tadi, kenapa Gavin ada di sana dan langsung pergi begitu saja. Sesekali ia mencuri pandang ke arah pintu, berharap mungkin Gavin kembali, tapi tidak ada tanda-tanda kehadirannya lagi.

Selesai latihan, Key berjalan menuju ruang ganti dengan hati yang masih sedikit berdebar. Kejadian tadi terus membayangi pikirannya.

"Dia ngeliatin gue...tapi kenapa tiba-tiba pergi?" Key bergumam pada dirinya sendiri, mencoba mengingat ekspresi Gavin saat melihatnya.

Ketika Key keluar dari ruang ganti dan berjalan menuju parkiran sekolah, ia bertemu dengan Lala yang kebetulan baru selesai ekskul rohis.

"Eh, Key!" sapa Lala dengan ceria. "Gimana latihan tari lo hari ini?"

Key tersenyum tipis, tapi ada sedikit kebingungan di wajahnya. "Latihan sih lancar, cuma tadi ada yang aneh, La."

Lala mengangkat alis penasaran. "Aneh? Apaan?"

"Jadi gini, pas gue lagi latihan, gue sempet ngeliat Gavin di pintu aula. Dia kayak...ngeliatin gue gitu dari jauh. Tapi pas gue sadar ada dia, eh dia langsung pergi," jelas Key sambil melirik ke arah Lala, mencari tanggapan.

Lala tersenyum lebar, matanya berbinar-binar. "Hah? Serius? Duh, Key! Jangan-jangan dia penasaran sama lo yang lagi latihan nari. Romantasi banget gak si? Hihi."

Key menggeleng cepat, meski pipinya sedikit memerah. "Apaan sih, La? Jangan geer dulu. Tapi serius, gue bingung aja. Ngapain dia ngeliatin terus kabur?"

Lala tertawa kecil dan menepuk pundak Key. "Ah, cowok kadang emang suka gitu. Mungkin dia malu ketahuan ngeliatin lo? Atau bisa jadi dia cuma mau liat lo sebentar. Kan lo keren pas latihan, ya dia pengen aja liat."

Key mendesah, masih merasa aneh dengan situasi tadi. "Huft... mungkin ya... tapi tetap aja aneh rasanya."

Mereka berdua berjalan bersama menuju parkiran, sementara obrolan mereka berlanjut dengan topik-topik ringan. Meski Key mencoba mengalihkan pikirannnya, bayangan Gavin yang muncul dan hilang begitu saja tetap menghantui benaknya.

Saat Key sedang bersantai di kamarnya, Key asyik menggulir ponselnya menjelajahi sosial media. Suasana hati yang awalnya bisa saja, berubah ketika tiba-tiba notifikasi pesan masuk muncul. Nama Gavin muncul di layar, membuat jantung Key berdebar lebih cepat.

Gavin : "Hey, Key. Besok lo latihan nari lagi gak?"

Key menatap pesan itu dengan alis terangkat. "Latihan nari? Kok dia tau gue latihan?" pikirnya kembali ke momen ketika ia melihat Gavin mengintip latihan tadi. Sambil berusaha tetap tenang, ia mulai mengetik balasan. Namun, belum sempat menekan 'kirim', pesan kedua dari Gavin muncul.

Gavin : "Besok mau ditungguin gak?"

Mata Key langsung membesar. Detak jantungnya semakin cepat, dan ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Ditungguin? Gavin mau nungguin gue? Serius nih?" batinnya.

Wajah Key merah merona, dan ia tidak bisa menahan senyum lebar yang mulai muncul di wajahnya. Sambil menatap layar ponselnya, Key berusaha mencerna pesan itu. Tadi siang, Gavin sempat memperhatikannya diam-diam di aula, dan sekarang ia mengirim pesan seperti ini? Campuran perasaan senang, bingung, dan gugup menyelimuti Key.

Sambil mencoba menangkan dirinya, Key mulai mengetik balasan. Namun, jari-jarinya sedikit gemetar karena rasa gugup yang tak bisa ia hilangkan.

Key : "Hah? Ditungguin? Ngapain ditungguin?" Key mengetik dengan gaya candaan, berusaha terdengar santai, meskipun dalam hati ia merasa sangat geer.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang