"Udah? Siap, nih?" tanya Key dengan nada terpaksa.

"Iya, foto yang bagus, ya!" jawab Lala sambil melepas lengan Gavin.

Setelah beberapa jepretan, Kak Ve tiba-tiba berkata, "Nah, sekarang giliran lo, Key!"

"Hah?" jawab Key dengan kaget, tiba-tiba merasakan darahnya mengalir lebih cepat.

"Foto berdua sama Gavin lah! Ayo cepet!" seru Kak Ve dengan semangat, sementara Lala sudah mendorong-dorong Key kedepan.

Key langsung merasa seperti akan pingsan. "Eh, gak usah, gak usah, gue malu..." ujarnya dengan gugup, mencoba menolak secara halus.

Tapi Kak Ve dan Lala tak menerima penolakan itu. Lala langsung mendorong Key ke sebelah Gavin, yang sekarang juga tampak sama salah tingkahnya.

"Ayo dong, Key. Udah banyak yang foto berdua-berdua, masa lo nggak?" goda Kak Ve sambil tersenyum licik.

Akhirnya, Key berdiri di sebelah Gavin, merasa sangat canggung. Mereka berdua berdiri dengan pose biasa, tidak terlalu dekat, tapi wajah mereka jelas-jelas memperhatikan rasa grogi yang tak bisa disembunyikan.

"Ya ampun, pose lo kok gitu-gitu aja!" seru Lala kesal.

"Pegangan tangan dong!" tambah Kak Ve yang tiba-tiba dengan cepat menarik tangan Key dan menyatukannya dengan tangan Gavin. Key langsung terkejut dan berusaha menarik tangannya, tapi tak ada yang bisa ia lakukan ketika tangan mereka sudah saling bersentuhan.

"Eh, jangan di sini dong.. Ini panggung utama, rame, malu..." bisik Key panik wajahnya merah seperti kepiting rebus.

Gavin tersenyum kaku, wajahnya tak jauh berbeda. Key menarik napas lega, tapi tidak bisa menyembunyikan pipi yang merah padam. Gavin, di sisi lain, juga tampak canggung, tapi sesekali melirik ke arah Key sambil tersenyum kecil. Meski malu, Key merasa ada sesuatu yang berbeda hari itu—rasa canggung yang bercampur dengan kebahagiaan, perasaan aneh yang membuat hatinya berdebar lebih kencang.

Setelah acara selesai dan seluruh penampilan berakhir, Key dan Lala kembali ke ruang ganti untuk melepas kostum dan membersikan makeup. Wajah-wajah lelah tampak di cermin, tapi senyum kepuasan menghiasi bibir mereka.

"Akhirnya selesai juga ya, Key!" seru Lala, mengusap wajahnya dengan tisu basah. "Tapi gila, seru banget tadi penampilannya, ya?"

Key menyeringai, lalu menoleh ke arah Lala sambil berkata, "Iya, seru sih, tapi gue gak bakal lupa pas dipaksa foto sama Gavin di atas panggung tadi. Gila, muka gue udah kayak kepiting rebus!"

Lala tertawa sambil menggoyangkan kepalanya. "Lo malu banget tadi, padahal kesempatan emas loh bisa pegangan tangan sama Gavin. Seru kali itu!"

Key mengendus, berusaha menutupi rasa malunya. "Ah, Lala, udahlah. Tapi kan di panggung utama! Semua mata tertuju ke kita!"

Lala hanya terkekeh sambil menepuk punggung Key. "Ya, anggap aja bagian dari pertunjukan, Key. Lagi pula, Gavin juga gak keberatan, kan?"

Sambil tertawa dan mengobrol, mereka akhirnya selesai membersihkan diri dan berganti baju dengan pakaian OSIS. Wajah mereka sudah segar kembali, walau rasa kantuk mulai datang. Namun, tanggung jawab masih menunggu.

"Udah bersih, La?" tanya Key sambil merapikan rambutnya. "Yuk balik ke sekolah lagi, bantuin anak OSIS beresin sisa-sisa acara."

Lala mengangguk. "Ayo! Gak enak juga ninggalin kerjaan gitu aja. Kasihan anak-anak yang lain kalau kita gak bantu."

Mereka pun berjalan kembali ke sekolah dengan langkah santai. Meskipun tubuh terasa lelah. Saat tiba di sekolah, suasana masih ramai meskipun acaranya sudah selesai. Beberapa anggota OSIS tampak sibuk membongkar dekorasi dan merapikan aula. Kak Ve, yang sejak tadi sibuk memegang daftar tugas, langsung melambaikan tangan ketika melihat kedatangan mereka.

"Eh, kalian balik juga! Mau bantuin?" seru Kak Ve, senyum lelah namun penuh semangat tampak di wajahnya.

Key tersenyum sambil mengangguk, "Iya dong, Kak. Masa abis tampil terus kabur, nggak enak lah."

Lala menambahkan sambil tertawa kecil, "Ya kan kita anak OSIS, Kak. Tanggung jawabnya gak cuma di panggung."

Kak Ve tertawa sambil mengusap peluh di dahinya. "Wah, hebat kalian ya. Udah tampil keren, sekarang masih mau bantuin. Makasih banget!"

Key langsung mengambil beberapa kursi dan mulai membantu mengangkatnya. "Sama-sama, Kak. Kan kita tim!"

Semetara itu, Lala membantu dengan mengambil beberapa kotak dekorasi yang perlu dibereskan. Suasana mulai terasa lebih ringan meski mereka semua lelah.

"Eh, tadi Gavin sempat kelihatan gak? Harusnya dia juga bantuin nih," tanya Kak Ve sambil melihat sekeliling.

Lala langsung cekikikan, "Wah, Kak, sepertinya kak Ve kangen nih sama Gavin!" godanya sambil melirik ke arah Key yang pura-pura sibuk dengan kursi di tangannya.

Key, yang mendengar godaan itu, langsung memasang wajah pura-pura cuek. "Aduh, jangan ngomongin dia deh, gue udah malu abis tadi foto bareng di panggung utama."

Kak Ve mengangkat alis, penasaran. "Malu kenapa? Kan bagus tuh foto bareng. Biar ada kenangan!"

Key hanya tersenyum sambil menahan malu, ingat bagaimana tangannya ditarik Kak Ve dan Lala untuk pegangan dengan Gavin di depan semua orang.

Saat suasana mulai tenang, Putra datang menghampiri dengan membawa sekotak minuman dingin. "Nih, buat kalian yang capek, minum dulu," katanya sambil menyodorkan minuman ke Key dan Lala.

"Makasih banget, Putra!" ujar Key sambil meneriman minuman tersebut dengan senyum lelah.

Lala menambahkan, "Wah, lo perhatian banget, Put! Pas banget gue haus abis angkat-angkat dekorasi."

Putra tertawa kecil, "Yah, gue bantuin apa yang bisa aja. Gue juga gak bisa biarin kalian kehausan, kan?"

Sambil menyesap minuman dingin, mereka melanjutkan mengobrol sambil mengamati suasana aula yang mulai lebih tertata. Namun, tiba-tiba, Key teringat sesuatu.

"Eh, Put," bisik Key sambil menyikut pelan. "Tadi lo liat gak sih pas Gavin foto sama Rani? Kayaknya gue kesel sendiri deh, gara-gara itu."

Putra menoleh dengan ekspresi bingung. "Liat sih, kenapa? Lo cemburu?"

Key cemberut sambil memegang minumannya erat-erat. "Enggak juga, cuma..ya gak tau, kesel aja."

Putra pun tertawa mendnegar itu, "Yeee, itu mah cemburu neng," smabil menoyor kepala Key.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang