Setelah pertandingan basket berakhir dan para pemain berkumpul untuk istirahat, Gavin sempat melirik ke arah tribun di mana Key dan Lala duduk. Ia mengangguk kecil ke arah mereka sebagai bentuk apresiasi atas dukungan mereka. Key, yang merasa sedikit canggung, hanya membalasnya dengan senyuman tipis sambil melambaikan tangan.

"Tuh kan, dia ngeh lo dukung dia. Pasti seneng tuh," ujar Lala berbisik sambil sedikit menyenggol bahu Key dengan senyum kecil, matanya menyiratkan bahwa ia tahu ada sesuatu yang spesaial.

"Iya, tapi tetep gak bisa lupa banyaknya cewek yang teriak-teriak tadi. Jadi agak gimana gitu," bisik Key sambil melirik ke arah Gavin dengan raut wajah sedikit canggung, sambil membetulkan posisi duduknya.

Lala tertawa pelan lalu menenangkan Key, "Santai aja, Key. Lo kan tau, Gavin emang populer. Tapi bukan berarti dia perhatiin semua yang dukung dia," ujarnya sambil mengangkat alis, seakan ingin mengingatkan bahwa Gavin mungkin lebih fokus pada seseorang yang berbeda—Key.

Key hanya tersenyum kecil, masih merasa sedikit tidak yakin, tapi ucapan Lala sedikit meringankan perasaannya.

Setelah seminggu berlalu sejak acara classmeeting, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba—pembagian rapor. Suasana sangat ramai, karena seluruh siswa dikumpulkan di lapangan untuk acara tersebut. Suara obrolan riuh memenuhi udara. Matahari bersinar cerah, namun angin sepoi-sepoi membuat suasana terasa nyaman.

Key dan Lala duduk berdampingan, sedikit tegang menunggu giliran mereka dipanggil. Meskipun mereka berdua merasa percaya diri dengan hasil belajar mereka, momen pembagian rapor tetap saja bikin jantung berdegup lebih kencang. Firman, Reza, Zul, dan Riski duduk tak jauh dari mereka, semua tampak antusias dan sedikit gugup.

Pak Budi berdiri di podium di depan lapangan, dengan senyum ramah yang khas. Ia memegang kertas dan mikrofon memulai acara dengan beberapa kata sambutan. Setelah itu, ia mulai memanggil satu per satu siswa terbaik dari tiap kelas.

"Baiklah, tanpa berlama-lama, mari kita mulai dengan pengumuman peringkat kelas. Kita mulai dari juara ketiga. Selamat kepada Firman!" ucap Pak Budi memanggil juara ketiga.

Suara tepuk tangan dan sorakan langsung terdengar dari teman-teman Firman. Firman tersenyum dan melangkah maju dengan santai. Teman-temannya yang duduk di belakang ikut berseru.

"Mantap, Firman! Juara tiga, bro!" sorak teman-temannya di belakang.

"Gila, Fir! Padahal lo kelihatannya santai, tapi pinter juga," tawa teman-temannya.

Firman berjalan dengan santai dan menerima rapor dan hadiah dari Pak Budi. Setelah berjabat tangan, ia kembali duduk di sebelah Key dan Lala, masih dengan wajah yang tenang tapi puas.

Pak Budi kembali melihat daftar di tangannya. "Selanjutnya, juara kedua. Selamat kepada...kepadaa.. Key!"

Tepuk tangan menggema lebih keras lagi kali ini, karena Key sudah dikenal sebagai siswa yang selalu ceria dan aktif, tidak hanya di pelajaran tapi juga di berbagai kegiatan ekstrakulikuler. Key tersenyum lebar, meski sangat malu, dan bangkit dari kurisinya. Ia melangkah dengan percaya diri, tapi tetap santai seperti biasanya.

"Key tuh emang paket lengkap. Pinter, aktif di ekskul, tapi tetep gak sombong," bisik siswa-siswa yang sedikit terdengar oleh Key.

"Iya, gue kagum banget sama dia. Kayak gak pernah sombong walau pinter," saut siswa lainnya.

Pak Budi menyerahkan rapor dan hadiah kepada Key dengan senyum bangga. "Selamat, Key. Terus pertahankan prestasinya," ujar Pak Budi bangga.

Key tersenyum kecil, "Terima kasih, Pak."

Setelah menerima rapornya, Key kembali ke tempat duduknya di sebelah Lala, berbisik sambil duduk.

"Gue deg-degan juga tadi. Alhamdulillah bisa dapet juara dua," Key berbisik kepada Lala.

Lala tertawa kecil, "Santai aja, lo emang pantes dapet itu, Key."

Pak Budi kembali ke podium untuk mengumumkan juara pertama. "Dan yang meraih juara pertama di kelas ini adalah... Lala! Selamat, Lala!" ujar Pak Budi bangga.

Sorakan dan tepuk tangan paling keras memenuhi lapangan saat Lala dipanggil. Banyak teman sekelasnya yang langsung bertepuk tangan dan memberikan semangat. Lala berdiri dengan senyum penuh kebanggan, meskipun ia berusaha tetap kalem.

"Lala emang udah pasti juara satu, sih. Pinter banget!" bisik siswa disana.

"Beneran pasangan pinter sama Key, dua-duanya top di kelas." Pujian terus mereka ucapkan.

Lala melangkah dengan tenang menuju podium, menerima rapor dan hadiah dari Pak Budi yang tampak sangat bangga. "Selamat, Lala. Terus semangat belajar, ya!" ujar Pak Budi bangga.

"Terima kasih, Pak" ucap Lala dengan memberikan senyuman.

"Persahabatan mereka tuh panutan. Saling support, gak pernah ada drama," bisikan terdengar saat Lala berjalan kembali ke tempat duduknya.

Setelah semua rapor dibagikan, suasana di lapangan semakin meriah. Key dan Lala, meskipun menjadi pusat perhatian karena prestasi mereka, tetap bersikap rendah hati. Mereka mengobrol santai dengan teman-teman mereka, sambil sesekali bercanda.

"Fir, gue tadi deg-degan banget pas dipanggil buat dapet peringkat. Lo kelihatannya santai aja, kayak gak ada beban," ujar Key sambil tertawa kecil dan melirik Firman.

"Gue mah udah pasrah aja, yang penting udah usaha," ujar Firman tersenyum kecil dengan tenang.

"Gue juga bersyukur banget kita bertiga bisa dapet peringkat. Dan lo semua juga masih masuk 10 besar, hebat!" ujat Lala tersenyum lebar, penuh rasa syukur.

"Iya, kita semua patut bangga. Tapi gua gak akan berhenti di sini, semester depan gue bakal kejar lo semua!" ujar Reza sambil mengangkat jempol dengan semangat.

"Sama, bro. Gue juga bakal coba masuk tiga besar. Tapi serius, persahabatan kita ini paling penting." Ujar Zul tertawa riang dengan penuh kepercayaan diri.

"Setuju. Kita harus belajar bareng dan saling dukung. Prestasi itu bonus!" ujar Riski dengan nada tegas.

"Bener banget. Kita bakal terus berjuang banget. Kita berjuang bareng juga," ujar Key dengan senyum penuh semangat memandang teman-temannya.

Setelah acara pembangian rapor selesai, Key dan teman-temannya duduk santai di bawah pohon besar di pinggir lapangan, mengobrol sambil menikmati cemilan. Tiba-tiba, ponsel Key bergetar. Saat dilihat, sebuah pesan dari Gavin muncul di layar.

Gavin : "Congrats ya, juara dua. Gak heran sih lo bisa dapet peringkat."

Key tersenyum kecil, merasa sedikit canggung tapi senang juga.

Key : "Makasih, haha. Cuma juara dua, gak sehebat Lala."

Tak lama setelah itu, Gavin membalas dengan cepat.

Gavin : "Ya, tapi tetep keren. Gak semua orang bisa kayak lo. Bukan cuma pinter, tapi juga selalu ceria.

Key merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat saat membaca pesan itu. Gavin, biasanya cool dan gak banyak bicara, memberinya pujian. Meski terkesan simpel, tapi itu buat Key cukup berarti.

Key : "Wah, lo bisa aja. Lo juga keren, selalu fokus di basket. Gue aja ngos-ngosan pas latihan kemarin haha."

Gavin : "Latihan itu soal kebiasaan. Tapi tetep, lo jago multitasking. Aktif dimana-mana, gue salut."

Key tersenyum lebih lebar. Ini pertama kalinya Gavin memberikan pujian yang jelas-jelas terarah kepadanya. Meski pesannya pendek dan to the point, tetap saja terasa hangat di hati Key.

Key : "Haha, makasih ya. Lo juga harus tetap semangat latihan buat turnamen basket selanjutnya."

Gavin : "Iya. Keep up the good work, Key."

Key mendesah pelan, masih dengan senyum di wajahnya. Hari itu, meskipun penuh dengan kegiatan, terasa semakin menyenangkan dengan pesan singkat dari Gavin.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang