Ponsel Key tergeletak di kasur, sementara ia menatap layar dengan penuh harap. Ia masih bertanya-tanya, kenapa Gavin tiba-tiba bersikap seperti ini. "Dia serius nungguin gue atau cuma bercanda ya?" pikirnya masih mencoba menganalisis maksud pesan Gavin.

Tak lama kemudian, ponselnya kembali berbunyi. Balasan dari Gavin muncul.

Gavin : "Ya, siapa tau kamu butuh motivasi ekstra buat latihan. Hehe," pesan Gavin.

Mata Key berbinar-binar saat membaca pesan itu. Ia tertawa kecil tak menyangka Gavin bisa mengirimkan pesan seperti ini. "Motivasi, ya? Duh, ini maksudnya apa sih?!" gumam Key pelan, sambil tersenyum lebar.

Key menatap pesan dari Gavin dengan senyum yang semakin lebar di wajahnya. Rasa senangnya semakin sulit untuk disembunyikan, tapi ia juga tak mau terlihat terlalu antusias. Ia pun mengetik balasan sambil tetap berusaha tenang.

Key : "Motivasi? Haha, kayaknya gak perlu deh. Latihan kan cuma biasa-biasa aja." Key mencoba menjawab dengan nada santai, walaupun dalam hatinya perasaan campur aduk antara malu dan senang terus bergejolak.

Setelah mengirim pesan, Key menatap ponselnya, menunggu apakah Gavin akan merespon lagi. Waktu terasa bergerak lambat saat ia berbaring di tempat tidur, menggulingkan diri dengan bantalnya sambil merenungkan pesan-pesan tadi. Di satu sisi, ia merasa senang karena Gavin menunjukkan perhatian, tapi di sisi lain ia masih bingung apa maksud sebenarnya dari Gavin.

Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi lagi. Key segera membuka pesan tersebut.

Gavin : " Cuma mau liat aja sih, siapa tau keren pas lagi nari. Hehe," pesan Gavin.

Key langsung menutup wajahnya dengan bantal dan tertawa kecil. "Ih, apaan sih, dia bener-bener... ngomongnya kayak gitu bikin gue tambah geer aja!" gumamnya sambil menggigit bibir, menahan rasa senang yang berlebihan.

Sambil masih tersenyum, Key mengetik balasan. Kali ini, ia memutuskan untuk menggoda balik.

Key : "Oh gitu ya? Hmm, kalo gitu mungkin besok gue bakal kasih penampilan terbaik gue deh. Siapa tau ada yang nonton, hehe," balas Key, mencoba terdengar lebih percaya diri daripada yang sebenarnya ia rasakan.

Tak lama kemudian, Gavin kembali membalas.

Gavin : "Wah, ditunggu ya! Gue bakal semangatin dari jauh, hehe."

Key tertawa geli membaca balasan itu. Perasaan senang, malu, dan sedikit grogi bercampur menjadi satu. "Semangatin dari jauh, katanya. Duh, kenapa gue jadi geer banget sih?" batinnya.

Malam itu, Key terus memikirkan percakapannya dengan Gavin. Ia senang, tapi juga merasa sedikit bingung. Apakah ini tanda Gavin mulai tertarik padanya? Atau cuma perhatian biasa?' batinnya.

Malam itu, Key terus memikirkan percakapannya dengan Gavin. Ia senang, tapi juga masih merasa sedikit bingung. Apakah ini tanda Gavin mulai tertarik padanya? Atau cuma perhatian biasa?

Namun satu hal yang pasti, Key tak sabar menunggu hari esok. Latihan tari besok pasti akan terasa berbeda dengan pikrian bahwa mungkin saja Gavin akan memperhatikannya dari jauh. Dengan senyum yang masih tersisa di wajahnya, Key pun akhirnya tertidur, memimpikan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

Key menjalani hari-harinya seperti biasa, saat jam istirahat Key dan anggota OSIS lainnya sedang membahas acara perpisahan kelas 12. Rapat diadakan di ruang OSIS, dengan suasana yang penuh diskusi. Ketua OSIS membuka rapat dengan menguraikan pentingnya acara ini karena perpisahan akan menjadi momen berkesan bagi para siswa yang akan lulus.

Key, bersama Lala duduk di barisan depan, sibuk mencatat poin-poin penting. Mereka membicarakan detail acara, mulai dari tema, hiburan, hingga susunan acara. Key merasa antusias saat membahas konsep dekorasi dan pengisi acara. Memilih siapa yang akan menjadi MC dan siapa yang bertanggung jawab atas undangan. Ada banyak perdebatan mengenai anggaran dan sponsor, tetapi Key dan teman-temannya mencoba tetap semangat.

Gavin, yang hadir sebagai anggota OSIS lebih banyak diam, hanya sesekali mengangguk saat ada yang memberikan masukan. Tatapan mereka bertemu, membuat Key tersenyum kecil dan Lala menatapnya dengan penuh arti. Maskipun rapat berlangsung lama, Key tetap fokus karena ia tahu acara ini akan menjadi salah satu event besar di sekolah.

Di akhir rapat OSIS yang membahas acara perpisahan kelas 12, tiba-tiba ada pengumuman yang mengejutkan. Pembina OSIS, seorang guru yang dikenal tegas tapi bijaksana, menghentikan diskusi sementara untuk memberikan informasi penting.

"Baik, sebelum kita akhiri, ada satu hal lagi yang harus dibahas," ucap pembina sambil melihat ke arah seluruh anggota OSIS. "Kita butuh sesorang untuk melanjutkan posisi bendahara karena bendahara yang lama akan fokus pada persiapan ujian akhir. Jadi, kita harus segera tunjuk penggantinya."

Key yang sedang sibuk membereskan catatannya, tidak menyangka bahwa nama yang akan disebut selanjutnya adalah miliknya. "Key, kami semua setuju bahwa kamu adalah pilihan yang tepat untuk melanjutkan tugas sebagai bendahara."

Mata Key langsung membulat. Ia menoleh ke arah pembina dengan ekspresi terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Rasanya semua terjadi begitu cepat. Tidak ada diskusi sebelumnya tentang penggantian ini, apalagi dengan perpisahan kelas 12 yang semakin dekat, posisi bendahara menjadi salah satu tanggung jawab terbesar di OSIS.

"Eh, saya Pak?" tanya Key, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Beberapa anggota OSIS lainnya, termasuk Lala, mulai tersenyum dan mengangguk mengisyaratkan dukungan mereka.

"Iya, Key. Kami yakin kamu bisa melanjutkan tugas ini dengan baik. Kamu cukup detail dalam bekerja, dan kami sudah lihat sendiri komitmen mu selama ini," lanjut pembina dengan nada meyakinkan.

Suasana menjadi lebih tegang bagi Key. Megelola keuangan acara besar perpisahan kelas 12 tentu bukan hal sepele. Key mulai memikirkan hal-hal seperti anggaran, pembayarann vendor, dan menjaga agar semuanya tetap transparan dan akurat. Semua pikiran itu terus berputar di kepalanya, membuatnya sedikit gugup.

Lala yang duduk di sebelahnya segera menyenggol lengan Key dengan senyum lebar. "Tenang aja, Key. Lo pasti bisa kok. Lagian, kita semua ada di sini untuk bantuin lo kalo butuh."

Teman-teman lain mulai memberikan dukungan serupa, beberapa bahkan menawarkan untuk membantu dengan tugas-tugas kecil seperti mengurus kuitansi dan mencatat pengeluaran. Meskipun begitu, Key tetap merasa campur aduk antara gugup dan antusias. Ini adalah tanggung jawab yang besar, dan Key tahu betapa pentingnya posisi ini, terutama mengingat acara perpisahan yang akan melibatkan banyak pihak dan butuh perencanaan yang matang.

Setelah beberapa saat, Key akhirnya mengangguk, meskipun masih dengan rasa tak percaya. "Oke, gue coba. Tapi jangan marah ya kalo nanti gue banyak tanya!" ujarnya dengan nada bercanda, mencoba mengurangi ketagangannya sendiri.

Semua tertawa, termasuk pembina OSIS. "Kamu pasti bisa, Key. Lagipula, ini juga kesempatan bagus buat kamu belajar lebih banyak tentang manajemen dan tanggung jawab."

Saat Key meninggalkan ruang rapat hari itu, meskipun rasa kaget masih ada, ia mulai merasa sedikit yakin. Ini bukan hanya sekedar tugas baru, tapi juga kesempatan untuk berkembang dan membuktikan kemampuannya dalam organisasi. Selama ini, Key sering mengandalkan kemampuan komunikasi dan kerja sama timnya. Kali ini, ia harus membuktikan bahwa ia juga bisa diandalkan dalam hal-hal administratif dan finansial.

Setelah keluar dari ruang rapat, Lala menghampiri Key. "Gimana? Masih shock?" tanya Lala sambil tertawa kecil.

"Lumayan, sih. Gue gak bakal nyangka bakal dapat tanggung jawab sebesar ini," jawab Key sambil menghela napas panjang. "Tapi, kayaknya seru juga. Gue cuma harus hati-hati dan fokus."

"Bener. Kalo lo butuh bantuan, tinggal bilang. Gue akan ada disini," kata Lala dengan semangat, memberi Key sedikit tambahan motivasi.

Dengan senyum yang sedikit lebih tenang, Key menyadari bahwa meskipun tugas ini berat, ia tidak sendirian. Dukungan dari teman-teman OSIS dan terutama Lala memberinya kekuatan untuk menghadapi tantangan yang ada di depan.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang