Tak terasa hari ini adalah H-2 perpisahan kelas 12, dan Key merasa seluruh tanggung jawab OSIS dan latihan tari benar-benar menumpuk di pundaknya. Pagi-pagi sekali, ia sudah berada di sekolah, memastikan semua persiapan berjalan lancar. Key bolak-balik dari ruang OSIS ke lapangan untuk mengecek kesiapan anak-anak OSIS, kemudian naik lagi ke lantai atas untuk bergabung dalam latihan tari.

Dengan jadwal yang padat, Key merasa tubuhnya mulai lelah. Setiap kali ia baru saja memulai latihan, tiba-tiba ada anggota OSIS yang datang menghampirinya untuk meminta bantuannya.

"Key, kita butuh uang OSIS buat beli keperluan perpisahan. Kapan bisa lo cairkan?" ujar anggota OSIS yang menghampiri Key.

Key hanya bisa mengangguk sambil tersenyum lelah, lalu buru-buru menyelesaikan urusannya di atas sebelum turun lagi ke bawah. "Aduh, kapan selesainya ini semua? Latiihan tari belum kelar, tapi persiapan OSIS juga harus di awasi."

Ia turun ke lapangan, memeriksa dekorasi dan memastikan semua berjalan sesuai rencana. Ketika merasa semua sudah beres di lapangan, Key segera kembali naik ke atas untuk melanjutkan latihan nari. Tapi, baru sada mulai bergerak mengikuti irama musik, seorang anggota OSIS lain memanggilnya.

"Key, kita butuh uang buat beli minuman buat panitia. Lo bisa bantu, gak?" ujar anggota OSIS itu.

Key mencoba menahan napas dan mencoba tenang. "Iya, iya, bentar ya, gue selesaikan tari dulu, baru gue urus!" ujar Key sambil melanjutkan gerakannya.

Lala, yang latihan tari di sebelah Key, memperhatikan sahabatnya dengan tatapan penuh simpati. "Key, lo istirahat sebentar. Gue bisa liat lo bener-bener keteteran" ujar Lala meminta Key untuk istirahat sejenak.

Key menghela napas, lalu tersenyum. "Gue tau, La. Tapi ini semua harus kelar. Kalo nggak, nanti malah berantakan. Lagi pula, gue udah janji bakal bantu Kak Ve sama Kak Raka buat urus semuanya," ujar Key berusaha menjadi kuat.

Lala memegang bahu Key, mencoba memberikan sedikit omongan. "Lo gak perlu sendirian, Key. Gue disini buat bantu. Kalo ada apa-apa bilang aja, oke?"

Mendengar itu, Key merasa sedikit tenang. Setidaknya, ia tidak sendiri dalam menghadapi semua ini. Setelah latihan tari selesai, Key kembali bergegas ke lapangan. Di tengah kesibukan, Key bertemu dengan Gavin yang sedang membantu menyiapkan dekorasi.

"Lo keliatan capek banget, Key. Ada yang bisa gue bantu?" tanya Gavin pada Key.

Key tersenyum kecil, merasa lega melihat Gavin peduli. "Capek banget, Vin. Bolak-balik dari latihan ke urusan OSIS. Tapi gak apa-apa, gue bisa kok," ujar Key berusaha sok kuat lagi.

Gavin mengangkat alis, sedikit tidak percaya. "Jangan maksa, gue bisa bantu ambilin barang atau apa aja yang lo perlu," ujar Gavin yang berusaha membantu Key.

Key merasa hatinya hangat mendengar tawaran Gavin, meskipun ia tahu bahwa Gavin juga sibuk dengan urusan perpisahan. Tapi belum sempat membalas, ada lagi anggota OSIS yang datang menghampiri Key, kali ini dengan lebih banyak pertanyaan soal pembukuan dan anggaran.

Hari itu terasa tidak ada akhir bagi Key. Meskipun sangat kelelahan, ia tetap berusaha menyelesaikan semua tanggung jawabnya. Di sela-sela semua kesibukan, Key merasa bersyukur karena memiliki Lala dan Gavin yang selalu ada untuk membantu, bahkan ketika ia merasa dunia hampir runtuh di atas bahunya.

Hari semakin siang, dan tekanan yang dirasakan Key terus meningkat. Meski ia berusaha tetap tenang dan menjalani segala tugas dan penuh tanggung jawab, tubuh dan pikirannya mulai terasa lelah. Setelah bolak-balik antara latihan tari dan mengurus keperluan OSIS, Key sempat berdiri di pinggir lapangan, menatap persiapan acara yang hampir selesai.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang