16

10 1 0
                                    

Pagi hari senin itu, Gavin akhirnya kembali ke sekolah setelah kecelakaan kecil yang menimpa nya. Semua terlihat biasa saja di lapangan tempat upacara berlangsung, kecuali satu hal yang baru saja disadari Key: ia lupa membawa topi! Padahal, kalau ketahuan tidak memakai topi, hukuman di depan semua siswa sudah pasti menunggunya.

"Ya ampun, topi gue!" Key langsung panik.

Tanpa pikir panjang, Key langsung berlari kembali menuju kelasnya untuk mengambil topi yang tertinggal di dalam tas. Dengan cepat, ia merogoh tas dan menemukan topinya, lalu segera berlari lagi menuju lapangan agar tidak terlambat.

Namun, saat berlari sambil melihat kebelakang untuk memastikan tidak ada yang melihatnya telat, Key lupa memperhatikan arah depan. Tiba-tiba "Braaak!" hampir saja ia menabrak seseorang yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan.

Key tersentak. Di hadapannya, Gavin, yang ternyata juga tidak memperhatikan jalan karena sedang sibuk memasang dasi. Keduanya terkejut, saling pandang dengan mata lebar.

"Oh, maaf! Gue gak liat," ucap Gavin buru-buru, sedikit salting sambil merapikan dasinya yang belum terpasang sempurna.

"Eh, gak papa! Gue juga salah, gak liat ke depan," jawab Key, dengan wajah merah padam menahan malu. Rasanya campur aduk—antara kaget, malu, dan canggung, apalagi setelah hampir menabrak cowok yang selama ini menjadi crush-nya.

Setelah momen canggung itu, mereka sama-sama tersenyum tipis, canggung, dan segera melanjutkan perjalanan masing-masing. Key berlari menuju lapangan, tapi kali ini wajahnya terasa panas.

Dalam hatinya, Key mulai bergumam, "Aduuuuhhhh... bisa-bisanya gue hampir nabrak tu cowok! Untung aja gue gak masuk got! Ampuuunnn malu banget gue ketemu dia!"

Sesekali key melihat ke belakang, memastikan Gavin tidak melihat betapa gugupnya ia. Meskipun kejadian itu memalukan, ada sedikit rasa senang juga karena mereka akhirnya berbicara, walau sebentar. Sesampainya di lapangan, Key masih merasa jantungnya berdebar, tapi ia berusaha tenang dan fokus pada upacara, sambil terus memikirkan kejadian tadi.

"Ya ampun... ketemu crush kok gini amat," gurutunya dalam hati sambil tersenyum kecil, masih merasa malu tapi juga tak bisa menyembunyikan sedikit rasa bahagianya.

Setelah sampai di lapangan, Key berusaha menenangkan dirinya. Topi sudah di tangan, dan ia berhasil menghindari hukuman, tapi pikirannya masih berputar pada kejadian barusan. Jantungnya masih berdetak kencang, dan rasanya sulit untuk fokus pada upacara yang akan segera dimulai.

Saat Key bergabung dengan barisan teman-temannya, Lala yang berdiri di sebelah langsung memperhatikan wajah Key yang sedikit memerah.

"Eh, lo kenapa? Kok mukanya kayak orang abis lari maraton?" Lala bertanya sambil menyikut Key pelan.

Key tersenyum canggung, masih mencoba menenangkan dirinya. "Gapapa, cuma lari ke kelas, topi gue ketinggalan," jawabnya sambil berusaha terdengar santai.

"Serius nih? Mukanya tuh beda, loh. Kayak ada yang bikin lo deg-degan," Lala menyipitkan matanya, penuh rasa penasaran.

Key menghela napas panjang. "Aduh, sumpah Lala, gue hampir nabrak Gavin tadi!" bisiknya pelan, takut ada yang mendengar.

Lala langsung tersentak, lalu dengan semangat rendahnya suara, "Serius?! Terus gimana?"

Key menutupi wajahnya dengan kedua tangan, masih merasa malu saat mengingat kejadian itu. "Ya ampun, gue bener-bener gak liat depan karena buru-buru, terus Gavin juga lagi sibuk masang dasi, terus BRAK... kita hampir tabrakan! Gue langsung salting lah, terus dia juga minta maaf, gue juga, dan yaa... awkward banget deh!"

Lala tertawa kecil, menahan suara agar tidak terlalu menarik perhatian. "Aduh Key, kok lucu banget sih! Itu namanya takdir, lo! Ketemu crush dengan cara dramatis kayak di film-film."

"Takdir apanya! Malu banget tau gak," balas Key sambil menggigit bibir, mencoba menahan malu yang terus datang. "Untung aja gak jatuh ke got atau apalah, bisa-bisa makin malu gue."

"Tapi dia gak marah kan? Paling juga dia malu sendiri tuh," sahut Lala sambil tersenyum nakal.

"Enggak sih, dia senyum terus bilang maaf juga, tapi tetep aja, gue kayak gak bisa berhenti mikirin itu," jawab Key, sambil sesekali melirik ke arah Gavin yang sudah bergabung di barisannya, kini sudah rapi dengan dasi terpasang.

Selama upacara berlangsung, Key berusaha sekuat tenaga untuk tidak melirik ke arah Gavin, tapi rasa canggung masih terus menghantuinya. Setiap kali ada jeda dalam upacara, pikirannya kembali ke momen hampir tabrakan tadi. Rasanya seperti adegan dari film romansa yang kocak, hanya saja kali ini dia yang menjadi tokoh utamanya.

Setelah upacara selesai, Key dan Lala berjalan bersama menuju kelas. "Lo harus cerita lagi kalo ada kelanjutan dari Gavin. Siapa tau habis ini dia bakal ngajak lo ngobrol lagi," kata Lala sambil terkikik.

Key menggeleng cepat. "Udah deh, gue harap besok-besok gak ada lagi drama tabrakan atau kejadian memalukan. Cukup sekali aja!"

Mereka tertawa bersama, sementara di dalam hati, Key masih merasa sedikit senang. Meski malu, momen itu menjadi pengalaman baru yang tidak akan dilupakannya—terutama karena melibatkan cowok yang selama ini diam-diam ia perhatikan.

Setelah selesai upacara, Key dan teman-temannya berkumpul di kantin seperti biasa. Suasana kantin ramai, tapi mereka sudah punya meja favorite di pojok, tempat mereka selalu mengobrol dan bercanda.

"Eh, Firman," Key sambil membawa tawa, "Gue liat lo tadi di upacara, kok lo berdiri kayak patung? Kayak lagi disuruh jagain Monas."

Zul langsung ngakak. "Bener banget, Man! Lo tuh kayak lagi disuruh jadi penjaga kehormatan, tapi ngantuk! Mata lo setengah merem!"

Firman mengela napas sambil tersenyum canggung. "Ya gimana, gue tidur cuma tiga jam semalem! Main game sampe subuh, bro."

Lala yang duduk di sebelah Key langsung nyeletuk, "Main game apa? Game tidur kesiangan? Udah tau besok upacara, masih aja bandel!"

Key ikut nimbrung "Pantes aja, tadi gue liat kepala lo hampir ngangguk-ngangguk. Gue pikir lo lagi baca doa khusus biar upacaranya cepat selesai."

Zul tertawa kerasa hampir tersedak minumannya. "Hahaha, bener tuh, gue juga ngeliat! Kepala lo udah kayak boneka dashbord, Man! Untung gak jatuh kedepan."

Firman menggeleng sambil nyengir, "Aduh, parah kalian semua. Ngantuk itu manusiawi, ngerti gak sih?"

Lala tiba-tiba mendekat ke Firman sambil bercanda, "Ngantuk sih manusiawi, tapi lo kayaknya lebih dari manusiawi, udah kayak alien ngantuk, Man."

Key dan Zul tertawa keras mendengar komentar Lala. Firman pura-pura menutup wajahnya dengan kedua tangan, "Aduh, gue gak kuat. Kalian ini bully berkelas banget, deh."

"Nah, Man, makanya jangan begadang terus!" kata Key sambil menepuk pundak Firman. "Nanti lo kebawa tidur di kelas, terus guru-guru mulai mikir lo lagi latihan tidur beridiri."

Zul menimpali, "Iya, nanti lo dikira lagi meditasi berdiri. Firman, murid paling zen seangkatan!"

Semua tertawa lagi. Firman akhirnya ikutan tertawa, menyerah pada canda gurau mereka. Suasana makin riuh, dan akhirnya bel masuk berbunyi, menandakan mereka harus kembali ke kelas.

"Yuk, yuk, balik kelas dulu. Nanti lanjut lagi candaanya di kelas," ajak Zul sambil berdiri, masih tersenyum lebar.

Mereka semua kembali ke kelas dengan hati ringan dan penuh tawa, siap menghadapi pelajaran dengan semangat.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang