Malam itu, Key sedang berbaring di tempat tidurnya setelah menjalani hari yang cukup melelahkan. Ia sudah selesaikan mengerjakan beberapa tugas sekolah dan kini beristirahat, memegang ponselnya. Pesan dari Gavin muncul di layar, membuatnya tersenyum kecil.

Gavin : "Hey, lo udah di rumah?"

Key segera membalas pesan itu dengan semangat.

Key : "Iya, udah. Baru aja selesai tugas. Lo?"

Gavin tidak butuh waktu lama untuk membalas.

Gavin : "Gue juga baru selesai. Capek banget hari ini, tapi besok harus latihan lagi."

Key tertawa kecil, membayangkan Gavin yang pasti sibuk dengan latihan basket.

Key : "Wah, semangat ya! Jangan sampai lupa istirahat."

Mereka melanjutkan obrolan santai tentang aktivitas sehari-hari. Obrolan dengan Gavin selalu ringan dan menyengkan bagi Key. Meskipun Gavin terkenal dingin di sekolah, saat chat dengan Key, ia selalu lebih terbuka.

Key : "Tadi Kak Raka juga nanya soal proposal, katanya kalo ada yang bingung, gue bisa minta tolong ke dia. Baik banget abang lo."

Tiba-tiba Gavin membalas dengan nada berbeda.

Gavin : "Udah deh, ga usah bahas Kak Raka. Ga suka gue."

Key terdiam sejenak, menatap layar ponselnya dengan kening berkerut. Ini pertama kalinya Gavin terlihat jelas-jelas cemburu seperti itu. Ia mencoba mengabaikan rasa kikuknya dan membalas dengan hati-hati.

Key : "Loh, kenapa Vin? Dia kan cuma nanya soal kerjaan OSIS.."

Gavin membalas cepat kali ini, suaranya seakan lebih tegas meski hanya dalam bentuk teks.

Gavin : "Ya gitu deh. Gue gak suka denger lo nyebut-nyebut dia mulu. Dia ketua OSIS, iya, gue ngerti. Tapi gak usah sering-sering juga."

Key merasa Gavin benar-benar sedang cemburu. Senyuman kecil muncul di wajahnya, merasa lucu tapi juga manis melihat sisi protektof dari Gavin yang biasanya cuek, namun, ia tak ingin membuat Gavin merasa tak nyaman.

Key : "Maaf ya, Vin. Gue gak maksud bikin lo marah. Tapi, serius deh, gue cuma ngomongin soal OSIS doang, gak lebih."

Gavin kembali membalas, kali ini dengan nada yang lebih ringan tapi tetap menunjukkan ketidaksukaannya.

Gavin : "Gue tau. Cuma, gue gak suka aja. Mending lo ngobrol sama gue aja daripada ngomongin dia."

Key tertawa kecil membaca balasan itu. Gavin benar-benar terdengar seperti sedang cemburu berat. Ia pun memutuskan untuk sedikit menggoda.

Key : "Oke, oke. Mulai sekarang gue bakal lebih sering ngobrol sama lo. Jangan marah ya."

Gavin akhirnya merespon dengan sebuah emoji wajah datar, diikuti oleh pesan singkat.

Gavin : "Bukan marah. Cuma... ya gitu deh. Gue mau lo ngobrol sama gue lebih banyak."

Key merasa ada sesuatu yang hangat dan manis di balik sikap dingin Gavin. Meskipun ia terdengar kesal, ada perasaan perhatian yang tidak bisa disembunyikan.

Key : "Tenang aja, Vin. Gue lebih suka ngobrol sama lo kok. Lagian, sama Kak Raka kan cuma urusan OSIS."

Gavin : "Ya, baguslah kalo gitu."

Percakapan mereka berlanjut dengan lebih santai setelah itu, tetapi dalam hati Key tahu bahwa Gavin benar-benar cemburu. Malam itu, Key semakin yakin bahwa Gavin punya perasaan lebih dari sekedar teman biasa. Meski terkesan cuek, ia diam-diam menyimpan rasa protektif terhadap Key, dan itu membuat hati Key berdebar lebih cepat dari biasanya.

Keesokan harinya di sekolah, saat istirahat tiba, Key akhirnya punya waktu untuk sedikit bersantai. Ia dan Lala berjalan menuju kantin, dan Key memutuskan untuk membeli bakso favoritnya. Setelah mengantri dan mendapatkan semangkuk bakso panas, Key kembali ke kelas dengan perasaan senang.

"Bakso kantin hari ini kelihatan enak banget, La! Akhinya bisa makan tenang setelah rapat OSIS kemarin," ujar Key tak sabar menyantap bakso favoritnya

Lala hanya tersenyum melihat antusiasme Key. Mereka duduk di bangku kelas, dan Key baru saja hendak menyuapkan bakso itu ke mulutnya tiba-tiba...

"Key! Kak Ve nyariin lo di ruang OSIS. Suruh ke sana sekarang!" seru salah satu temannya dari depan pintu kelas.

Key langsung terdiam, menatap mangkuk bakso di depannya dengan sedikit kecewa.

"Hah, serius sekarang? Tapi gue baru mau makan..." keluhnya sambil menoleh ke arah Lala yang tertawa pelan.

"Yah, mau gimana lagi. Tugas OSIS gak kenal waktu, Key," ujar Lala.

Meskipun hatinya agak berat meninggalkan bakso yang baru saja ia beli, Key tahu bahwa tugasnya di OSIS adalah prioritas. Dengan sedikit menghela napas, ia menyingkirkan sendok dan berdiri.

"Tolong jagain bakso gue ya, La. Nanti gue balik!" ujar Key meninggalkan kelas.

Lala mengangguk sambil tersenyum usil. "Iya, iya. Gue jaga baik-baik kok. Tapi jangan lama-lama, keburu dingin!"

Key melangkah keluar kelas dan menuju ruang OSIS dengan sedikit terburu-buru. Di tengah jalan, ia merasa sedikit kesal karena momen istirahatnya terganggu, tapi di sisi lain, ia sadar bahwa tugasnya sebagai bendahara baru memerlukan tanggung jawab besar.

Sesampianya di ruang OSIS, Kak Ve sudah menunggu di meja kerja dengan tumpukan kertas di depannya.

"Key, sini duduk. Kita harus bahas pembukuan yang belum selesai. Ada beberapa laporan yang harus kamu cek ulang," panggil Kak Ve menyuruh Key mendekat.

Key segera duduk, meskipun dalam hatinya masih terpikirkan bakso yang ia tinggalkan di kelas. Tapi ia mencoba fokus pada penjelasan Kak Ve. "Baik, Kak. Laporan mana aja yang perlu dicek?"

Kak Ve memberikan beberapa berkas dan mulai menjelaskan detail mengenai pembukuan acara yang akan datang. Meski kepala Key masih setengah memikirkan bakso hangat di kelas, ia berusaha keras untuk tetap fokus pada tugas ini. Bagaimanapun, ia tahu tanggung jawabnya di OSIS tidak bisa di anggap enteng.

Disela-sela pembahasan, Key sesekali melirik jam di dinding, berharap ia bisa menyelesaikan tugas ini secepat mungkin dan kembali ke kelas sebelum waktu istirahat habis. Namun, ia juga tahu bahwa ini adalah bagian dari komitmen yang ia pilih, dan meski agak merepotkan, Key tetap menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang