"Besok udah H-1, tapi kenapa rasanya kayak masih banyak yang belum kelar?" ucap Key dalam hati merasa kurang puas dengan kerja kerasanya.

Lala tiba-tiba muncul di samping Key, membawa dua botol air mineral dan memberikan satu kepada Key. "Minum dulu, Key. Kalo lo tumbang, siapa yang mau ngurus semua ini?"

Key tertawa kecil, mengambil botol itu dan meminumnya. "Thanks, La. Gue gak tau deh gimana jadinya kalo gak ada lo."

"Makanya, jangan sok kuat! Kalo ada apa-apa yang bisa didelegasikan, delegasiin aja. Lo gak bisa ngurus semuanya sendirian," ujar Lala menasehati Key.

Key mengangguk pelan, walaupun dalam hatinya masih terasa berat untuk membiarkan orang lain mengambil alih tanggung jawab yang sudah ia terima. Tapi Lala benar, ia tidak bisa terus memaksakan diri.

Baru saja mereka selesai minum, salah satu anggota OSIS lain menghampiri mereka dengan wajah sedikit panik.

"Key, ada masalah di bagian sound system! Kabelnya gak cukup panjang, kia butuh tambahan segera. Lo bisa urus sekarang?" ujar anggota OSIS itu.

Key menghela napas panjang, merasa ini hanya satu dari sekian banyak masalah yang muncul hari ini.

"Oke, gue urus sekarang," ujar Key. Namun, saat hendak beranjak, Gavin tiba-tiba muncul lagi di sampingnya. Melihat Key yang kelihatannya kelelahan, Gavin dengan tegas mengambil alih. "Gue aja yang urus sound system-nya. Lo istirahat dulu, Key. Serius, gue bisa urus ini," ujar Gavin sebelum pergi.

Key terkejut dengan ketegasan Gavin, tapi dalam hati merasa lega. Setelah seharian penuh berlarian ke sana-sini, bantuan dari Gavin rasanya sangat berarti.

"Serius, Vin? Tapi lo juga sibuk, kan?" ujar Key memastikan pada Gavin.

"Sibuk gue gak seberapa dibanding lo. Udah, lo duduk dulu. Gue balik nanti kalo udah beres." Sebelum Key sempat menolak, Gavin sudah pergi mengurus sound system. Lala yang masih disamping Key hanya mengangkat alis, tersenyum penuh arti.

"Wah, Gavin perhatian banget, ya," goda Lala sambil menyenggol lengan Key.

Key merasa wajahnya memerah sedikit. "Hush, gak usah gitu deh, La. Dia cuma bantu karena gue keteteran doang kok," ujar Key menjelaskan.

Lala tertawa kecil, tapi memilih tidak menggodanya lebih lanjut. Mereka duduk sebentar di pinggir lapangan, menikmati momen istirahat singkat sebelum kembali ke rutinitas mereka.

Setelah beberapa saat, Gavin kembali dengan senyuman di wajahnya. "Udah beres. Sound system sekarang aman," ujar Gavin kembali menghampiri Key.

"Thanks banget, Vin. Serius, gue bener-bener berterima kasih sama lo," ujar Key berterima kasih ke Gavin.

Gavin hanya mengangguk santai. "Gak masalah. Gue tau lo lagi banyak kerjaan, jadi kalo ada yang bisa gue banti, bilang aja."

Meskipun masih banyak yang harus dikerjakan, Key merasa sedikit lebih ringan. Dengan Gavin yang selalu siap membantu dan Lala yang setia di sampingnya, setidaknya ia tidak perlu menghadapi semua tekanan ini sendirian.

Namun, dalam benaknya, Key tahu bahwa H-1 akan jauh lebih sibuk. Maskipun begitu, melihat teman-temannya selalu ada untuknya membuat ia merasa lebih kuat menghadapi apapun yang akan datang.

Sore itu, gladi resik untuk acara perpisahan kelas 12 sedang berlangsung di lapangan sekolah. Suasana tegang karena acara tinggal menghitung hari, dan semua gerakan harus dieksekusi dengan sempurna.

Key, yang sudah lelah dengan bolak-balik mengurus OSIS dan latihan tari, berusaha tetap fokus. Saat itu, mereka sedang berlatih bagian akhir dari tari penyambutan. Tiba-tiba, saat melangkah ke posisi depan, Key merasakan sakit yang tajam menusuk di kakinya.

"Aah!" Key berteriak, refleks menarik kakinya ke atas.

Latihan langsung berhenti. Lala yang berada di sampingnya segera menghampiri.

"Key! Kamu kenapa?" tanya Lala panik.

Key mencoba menahan rasa sakit sambil memeriksa kakinya. Ternyata ada paku payung kecil yang menusuk telapak kakinya, mungkin tertinggal di lantai saat persiapan properti.

Key mencoba tenang, "Kaki gue ketusuk paku payung..."

Dalam sekejap, suasana latihan menjadi tegang. Beberapa anggota OSIS dan teman-teman lainnya yang lain segera berkumpul di sekitar Key, panik dan bingung.

"Aduh, gimana nih! Kita butuh pertolongan, cepat ambil kotak P3K!" ujar salah satu anggota OSIS.

Lala segera meminta bantuan untuk mengambil kotak P3K, sementara Key dibantu duduk di pinggir lapangan. Gavin, yang berada tak jauh, segera mendekat setelah mendengar keributan.

"Key, lo gapapa? Gimana kaki lo?" ujar Gavin menghampiri Key dengan muka yang tampak khawatir.

Key mencoba tersenyum meski wajahnya terlihat menahan sakit. "Kayaknya gak parah, kok. Cuma ketusuk paku payung kecil."

Namun, Gavin tidak tampak tenang. "Yakin? Jangan dipaksain deh, mending lo UKS biar dicek lebih lanjut."

Tak lama kemudian, kotak P3K tiba. Lala dengan sigap membantu mengeluarkan paku payung yang menancap di kaki Key, kemudian membersihkan dengan alkohol dan memberikan plaster.

"Setelah ini kita wajib cari si paku payung bandel biar gak ada korban lagi," ujar Lala mencoba bercanda.

Semua tertawa kecil, meski rasa cemas belum sepenuhnya hilang. Key merasa bersyukur karena teman-temannya begitu sigap membantu. Meski kakinya terasa nyeri, ia tetap ingin menyelesaikan gladi resik.

"Thanks, guys. Aku gapapa, kok. Kita lanjut latihan aja," ujar Key tersenyum tipis.

Namun, Gavin menggeleng tegas. "Nggak. Lo harus istirahat dulu. Serius, Key. Gue gak mau lo makin parah."

Melihat kekhawatiran di wajah Gavin, Key akhirnya setuju untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan gladi resik. Meski ia merasa bersalah karena menghambat latihan, Key tahu kesehatannya juga penting.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang