Hari Sabtu itu terasa penuh semangat bagi Key. Di hari itu, kelasnya mendapat tugas sebagai paduan suara untuk membantu kelas Gavin menjadi petugas upacara Senin mendatang, dan Gavin, cowok yang belakangan ini terus mengisi pikirannya, ditugaskan sebagai pembaca janji pelajar. Saat latihan, Key sesekali mencuri pandang ke arah Gavin yang terlihat serius berlatih. Senyum Key tak bisa lepas dari wajahnya saat membayangkan betapa kerennya Gavin nanti di hari Senin.

"Sumpah, pasti keren banget Gavin bacain janji pelajar!" pikir Key dalam hati, merasa semakin bersemangat menantikan upacara itu.

Namun, setelah latihan selesai, Gavin tiba-tiba menghilang dari pandangan. Key celingukan, mencari-cari sosoknya di tengah keramaian. Ada rasa gelisah yang tiba-tiba muncul di hatinya, tapi ia mencoba mengabaikannya.

Sesampainya di rumah, handphone Key berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Gavin. Key merasa jantungnya berdebar.

Gavin : "Hey, Key. Apa kabar?"

Dengan cepat Key membalas, "Baik nih, ada apa, Vin?"

Gavin : "Em nggak, gue cuma pengen nanya kabar lo."

Key merasa heran, tapi juga sedikit senang. Namun, pesan berikutnya dari Gavin membuat Key kaget.

Gavin : "Barusan gue habis diserempet orang pas keluar dari gerbang sekolah."

Key merasa khawatir, "Hah? Gimana ceritanya?"

Gavin : "Jadi pas abis latihan tadi gue sama temen-temen pulang duluan, pas keluar gerbang tiba-tiba ada motor dari arah atas dan nyenggol gue deh."

Key merasa khawatir, tapi di dalam hatinya ada keraguan. "Hah? Masa sih? Apa dia lagi becandain gue ya?" gumamnya pelan. Key merasa tidak yakin, apalagi mengingat Gavin yang suka bercanda dengan cara yang tak terduga.

Tapi rasa penasaran mengalahkan segalanya. Key langsung menghubungi Putra untuk memastikan.

Key : "Put, beneran tadi Gavin keserempet motor?"

Putra : "Iya, tadi pas pulang sekolah dia keserempet motor. Untungnya gak papa."

Meskipun Puta mengonfirmasi hal itu, Key tetap merasa ada yang aneh. "Tapi bisa aja si Puta sekongkol sama Gavin buat ngerjain gue," pikir Key. Karena belum yakin, Key memutuskan untuk bertanya kepada kakak Putra, yang juga satu sekolah dengan mereka.

Tak lama kemudian, kakak Putra membalas, "Iya, bener. Tapi gak terlalu parah, Gavin cuma luka kecil aja."

Key terdiam, perasaan tidak enaknya berubah menjadi khawatir yang lebih dalam. Ternyata Gavin bener-bener terserempet. Dengan perasaan campur aduk antara khawatir dan lega, Key memutuskan untuk segera menghubungi Gavin lagi, memastikan bahwa dia baik-baik saja.

Dengan perasaan campur aduk, Key membuka pesan Gavin lagi. Jari-jarinya sempat ragu sebelum akhirnya mengetik pesan.

"Vin, beneran lo keserempet tadi?" tanyanya, mencoba untuk tidak terlalu terdengar khawatir.

Gavin tidak langsung membalas, dan selama menunggu, pikiran Key berkecambuk. Di satu sisi, ia merasa lega bahwa insiden itu tidak parah, tapi di sisi lain, rasa khawatir tetap ada. Seiring waktu berjalan, ia semakin gelisah.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, akhirnya pesan dari Gavin muncul.

Gavin : "Iya, beneran. Tapi tenang aja, gue gak kenapa-kenapa kok. Cuma kena sedikit, udah di obatin juga tadi."

Key menarik napas lega, tapi tetap saja, perasan tidak enak masih sedikit mengganjal. "Oh, yaudah deh, yang penting lo gak papa. Hati-hati lain kali. Cepat sembuh ya!"

Gavin : "Thanks, Key."

Key  : "Lo sama siapa tadi pulang?"

Gavin : "Sendirian gue, Key."

Percakapan mereka terus berlanjut, tapi setelah tahu kondisi Gavin, Key merasa hatinya lebih tenang. Bagaimana bisa Gavin terus membuatnya merasa cemas dan penasaran seperti ini? Apakah ini hanya kebetulan atau memang ada sesuatu di antara mereka?

Di malam itu, Key memikirkan semua kejadian hari itu sambil membayangkan upacara yang akan datang. Key tahu bahwa lusa akan menjadi hari yang penting, tidak hanya karena tampil sebagai paduan suara, tapi juga karena itu adalah hari dimana Gavin akan berdiri di depan semua orang dan Key tidak sabar melihatnya.

Hari senin tiba, dan suasana sekolah tampak berbeda bagi Key. Hari yang seharusnya penuh semangat karena upacara yang ia nanti-nantikan, malah terasa sepi. Ketika paduan suara sudah siap di tempatnya, Key dengan cepat menyadari bahwa Gavin tidak ada di sana.

"Mana Gavin?" batinnya gelisah. Semua ekspektasi dan antusiasmenya mendadak hilang begitu saja. Key akhirnya tahu dari teman-temannya bahwa Gavin tidak masuk sekolah karena insiden Sabtu lalu.

Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang. Sepanjang upacara, Key tidak fokus. Ia bernyanyi bersama paduan suara, tapi perasaannya seperti datar. Setiap kali melihat ke arah panggung tempat Gavin seharusnya berdiri, ia merasa hampa. Tak ada semangat seperti biasanya, seperti setengah jiwanya hilang.

Teman-temannya bertanya, "Kenapa lo, Key? Kok lemes banget?" Tapi Key hanya menggeleng, tak tahu harus bilang apa. Seharian itu, meskipun ia tetap tersenyum dan berbicara dengan teman-temannya, hatinya terasa kosong.

Setelah sekolah, Key pulang lebih cepat dari biasanya, tanpa banyak bicara. Di dalam hati, ia berharap Gavin cepat sembuh dan kembali, karena tanpa kehadirannya, hari-hari di sekolah terasa membosankan.

Sepulang sekolah, Putra menghampiri Key dengan senyum khasnya. "Eh, Key, mau ikut gak? Gue sama anak-anak mau jenguk Gavin nih," tawarnya sambil menyandang tas di pundak.

Key sedikit ragu. Ia tentu ingin menjenguk Gavin, terutama setelah insiden yang membuatnya khawatir. Namun, pikiran tentang bagaimana ia akan merasa canggung dengan teman-teman kelas Putra membuatnya menahan diri.

"Hmm, gue pengen sih, tapi kayaknya nggak deh. Gue gak enak sama temen-temen kelas lo," jawab Key dengan senyum tipis, berusaha menyembunyikan kekecewaannya.

Putra tersenyum kecil. "Yah, ga usah pikirin mereka, mereka asik kok."

Key menggeleng pelan, tetap dengan keputusan awalnya. "Udah, gue titip salam aja ke lo untuk Gavin, ya. Bilangin gue doain biar dia cepet sembuh."

Putra menganggu, mengerti. "Siap, bakal gue sampein."

Meski Key merasa lega telah mengambil keputusan, dalam hati, ia tetap merasa sedikit menyesal karena tidak ikut. Namun, ia berharap Gavin cepat sembuh, dan mungkin lain kali ia akan bisa bertemu langsung.

Dekat Namun Tak Tergapai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang