12 - Godaan Katrina

11K 561 20
                                    

"Aku tidak butuh kopi, Roche."

Tidak ada sahutan.

Kening Nicholas berkerut samar, pria itu akhirnya mengangkat pandangan, menghela napas berat melihat siapa yang berdiri. "Untuk apa kau datang ke ruanganku?"

Nada suara yang tak bersahabat, menciptakan decak kesal dari bibir ranumnya. "Apakah datang ke perusahaan suami sendiri tidak boleh? Harus ikut jadwal atau bahkan harus buat janji dulu?"

Benar, yang datang adalah istri Nicholas, Katrina. Perempuan cantik itu melipat kedua tangannya di depan dada, dia sengaja datang tanpa mengabari. Nicholas sendiri, dia sungguh malas berdebat dengan istrinya ini. Kepalanya sudah penuh dengan fakta jika wanita yang selama ini dia cari tengah koma di rumah sakit.

"Aku sedang malas berdebat denganmu, Kath. Bisakah tinggalkan ruanganku untuk sekarang?"

"Tidak bisa, aku sudah berdiri di sini. Mana mungkin aku pulang dengan sia-sia," Katrina berjalan mendekat, dia tiba-tiba berdiri di sisi meja Nicholas. Dalam posisi berhadapan tak sejajar dan sengaja Katrina bersandar pada badan meja. "Kau punya istri secantik aku, mengapa kau selalu mengabaikan aku, Nick?"

Keningnya kembali berkerut, menyatukan ujung alisnya yang tebal terbentuk. "Nick?"

"Yaps, nama panggilan kesayangan dari aku. Kenapa? Kau tidak suka? Mau protes?"

Nicholas menggeleng pelan, tak menyangka, jika perubahan istrinya akan semakin signifikan dan tampak nyata. "Kau kenapa? Kau butuh warisan?"

"Sorry, tidak butuh."

Nicholas menggeleng pelan, dia mencoba mengabaikan Katrina dengan fokus pada layar komputernya tapi Katrina tidak tinggal diam. Perempuan itu malah menyentuh bahunya, membuat Nicholas menoleh. "Ada apa lagi, Kath?"

"Kau benar-benar mengabaikan aku? Istri secantik aku? Apa kau tidak waras? Apa kau tidak normal? Apa kau penyuka sesama jenis?"

Raut wajah Nicholas berubah datar seketika, "Jika aku penyuka sesama jenis, Sky tidak akan pernah lahir."

"Tapi bisa saja, kau jadi gay setelah patah hati."

"Aku bukan pria seperti itu,"

"Oh, apa kau pria sejati?"

"Tentu saja,"

"Kalau begitu, berapa ukuran penismu?"

"Uhuk! Uhuk!"

Katrina mengerjap tak merasa bersalah, dia malah memiringkan kepala, menilik dengan kepala tepat menatap ke arah selangkangan Nicholas. "Aku tebak .... Tiga centimeter?"

"Pembahasanmu mulai ngawur, silakan keluar dan pulang ke kediaman, Kath."

"Tidak mau! Jawab dulu, berapa ukurannya? Empat centimeter? Tidak mungkin kan tiga puluh centimeter?"

"Ck!" Nicholas berdecak, pria itu tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Jika kau tak ingin keluar dari ruanganku, biar aku yang keluar."

"Loh mana bisa begitu?!"

Katrina buru-buru menahan lengan Nicholas, dia menggelengkan kepala dengan ribut. "Aku masih ingin membahas beberapa hal denganmu,"

"Apa lagi?"

"Tunggu dulu ih! Apa kau tidak berniat basa-basi?"

"Basa-basi dalam arti?"

"Meremas buah dadaku?"

Kian datar raut wajah Nicholas, dia semakin merasa aneh. Mengapa istrinya jadi seberani ini menggoda dirinya? Apa kepalanya baru saja terbentur? Atau seseorang memasang chip untuk mengendalikan dirinya melalui istrinya yang dulu pendiam ini?

Katrina menyengir, "Aku bercanda! Kau ini, kenapa serius sekali?" Katrina menarik lengan Nicholas, meski kesusahan, tapi dia tetap berhasil membawa Nicholas duduk di sofa tunggal. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Katrina langsung duduk di pangkuan Nicholas.

Nicholas yang merasakan tindakan agresif Katrina, tentu saja mendorongnya hingga jatuh menyentuh lantai. Katrina meringis, merasa panas sekaligus ngilu pada bokongnya. "Kau ....! Benar-benar ya!!" Katrina misuh-misuh, dia berdiri dengan mengusap-usap bokongnya yang kian panas.

"Aku─"

Ucapan Katrina di hentikan saat Nicholas mengangkat tangannya, pria itu berdiri, menempelkan ponselnya yang berdering pertanda ada panggilan masuk. "Ya, ada apa?"

"Tuan .... Nona Van Solveig kehilangan denyut nadi dan napasnya,"

Deg.

Tautan tangan Nicholas pada ponsel mengerat, "Jangan bercanda!"

"Anda bisa langsung datang, Tuan. Pimpinan Van Solveig masih menunggu kedatangan Anda dan Tuan muda,"

Mata Nicholas memerah, pria itu pergi tiba-tiba meninggalkan Katrina yang mengernyit kebingungan. Dia melihat Nicholas dengan wajah panik campur aduk, tatapannya beralih ke arah televisi yang sejak tadi menyala. Terdiam, melihat berita terkini.

"Katrina Rickards, pewaris tunggal Van & Solveig Bank hari ini tutup usia .... Berikut berita selengkapnya,"

"A-aku ....?"

Katrina tampak linglung, jika dia tak berpegangan pada meja, dia sudah jatuh terhuyung. "Aku tidak salah lihat? Aku sudah mati? Lalu sekarang?"

Katrina memegang kepalanya yang untuk kesekian kali merasakan denyut luar biasa, dia akhirnya tak bisa menahan bobot tubuh, jatuh dengan kening membentur tepi meja yang membuat darah menetes dari luka benturannya.

***

Ketika terbangun, Katrina sudah ada di kamarnya di kediaman besar milik Nicholas. Wajahnya tampak pucat, tatapan matanya kosong. Saat tak sadarkan diri, Katrina mendapatkan fakta baru. Mengenai pemilik raga ini, dia ternyata meninggal karena serangan jantung. Tidak tahu bagaimana Tuhan mengatur skenario, Katrina yang harusnya koma karena penembakan ilegal malah menempati raga Katrina Grasse.

Katrina juga ingat saat-saat sebelum penembakan terjadi di kamarnya sendiri, dia tengah curhat di buku kecil kesayangannya seperti biasa. Saat menoleh ke arah jendela, siluet peluru yang melesat dalam kecepatan tak terhitung langsung menembus beberapa bagian tubuhnya. Dia terjatuh dengan buku kecilnya yang terlempar.

"Aku benar-benar tertembak? Lalu pemilik raga ini, dia sudah meninggal dengan membawa ragaku?"

Itu artinya, "Aku akan permanen di raga ini? Aku akan selama-lamanya di raga ini? Menjadi Katrina Grasse?"

Katrina mengusap wajahnya dengan kasar, dia tak bisa membayangkan, sehancur apa hati Ayahnya di tinggalkan oleh dirinya. Jiwanya memang masih ada, namun di raga orang lain. Tidak mungkin kan Katrina datang tiba-tiba lalu mengatakan pada Ayahnya jika dia ini Katrina Rickards?

Yang ada, semua orang akan menganggapnya sebagai penipu.

"Daddy, maafkan aku. Maafkan aku yang belum bisa menjadi anak yang Daddy harapkan, maafkan aku yang sudah banyak mengecewakan Daddy. Semoga, dengan kepergian ragaku, hidup Daddy bisa jauh lebih baik. Sekali lagi, maafkan aku. Aku menyayangi Daddy ribuan kilometer,"

***

Transmigrasi Muncikari Nakal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang