"Vodka,"
Alunan musik yang menggebu, memekang telinga dari dengung segala penjuru. Di temani hiruk pikuk manusia-manusia yang mencari kesenangan di tengah-tengah Ibu kota, bersama gerakan lincah di atas lantai dansa, mereka berpasangan, berbuat romantis penuh erotisme. Berbeda dengan Nicholas yang datang sendirian, untuk melampiaskan suasana hatinya yang memburuk.
Pada hari kematian wanita yang di cintainya, wanita yang bertahun-tahun dia cari, wanita yang telah mengandung darah dagingnya, dan wanita yang telah melahirkan darah dagingnya, Nicholas tak bisa berlagak baik-baik saja. Dia hancur, sangat-sangat hancur sampai rasanya sangat ingin menyusul sekarang juga.
Tetapi, Nicholas ingat tanggung jawabnya pada Sky. Pria kecil duplikat dirinya itu masih membutuhkan sosok dan perannya dalam setiap tumbuh kembang. Nicholas tidak ingin anak satu-satunya itu menderita dari semasa kecil, harus bahagia, Sky harus bahagia meski tak memiliki figur Ibu dalam hidupnya.
"Ada tambahan, Tuan?"
Nicholas menggerakan tangannya sebagai isyarat mengusir, pelayan pun kembali ke balik meja bartender sementara Nicholas menikmati minuman yang dia pesan dengan menatap sekeliling begitu tajam. Tatapannya memang tajam, namun terkesan kosong dan sunyi. Nicholas masih perlu berdamai, masih perlu menenangkan dirinya.
Yang ternyata, proses menenangkan diri itu tidak cukup hanya dengan satu atau dua gelas. Begitu banyak minuman alkohol yang dia habiskan sendirian, kini, dia membakar sebatang rokok. Memantik korek dan membakar ujung rokok, di selipkannya di celah bibir, menghisap, mengembuskan asap yang memudar menyentuh udara.
Hanya ingin sebatang saja, tapi sebungkus telah dihabiskan dalam waktu singkat.
Nicholas mengacak-acak rambutnya sendiri, dia memang perokok, namun bukan perokok aktif seperti ini. "Maafkan aku, sayang." Diusapnya wajah dengan kasar, dia pun berdiri dengan meninggalkan banyak uang tunai di atas meja. Dia berjalan sempoyongan menuju mobil, tak peduli kondisi yang setengah sadar, Nicholas memaksakan diri untuk menyetir mobilnya sendiri.
Sesampainya di pekarangan rumah, Nicholas tak langsung turun dari mobil. Dia menjatuhkan kepala ke depan kemudi dengan memejamkan kedua kelopak matanya.
Sementara itu, di dalam kediaman tepatnya di bagian ruang tengah, seorang perempuan cantik tampak memutari meja yang berisi banyak sekali foto keluarga.
"Jangan asal memperhatikan, Frannie."
Namanya Frannie, putri dari kepala pelayan kediaman. "Aku hanya ingin melihat-lihat sebentar, apa salahnya, Bi?" Dia tak suka, saat pelayan lain menegurnya sementara orang tuanya sendiri tidak pernah menegurnya seperti ini. Dengan wajah sinis, Frannie pergi meninggalkan pelayan yang menegurnya tadi.
Pelayan yang menegurnya pun hanya bisa menggelengkan kepala, Frannie adalah putri tunggal yang hadirnya sangat ditunggu-tunggu kepala pelayan juga suami kepala pelayan. Tak kaget, jika Frannie akan memiliki sikap seperti tadi. Akibat dari terlalu di manja oleh kedua orang tuanya sejak lahir.
Ketika ingin melewati ruang tengah, Frannie mendengar deru mobil dari arah luar. Dia tersenyum lebar, berlari kecil menuju pekarangan kediaman. Senyumnya semakin merekah, melihat mobil siapa yang datang. "Pujaan hatiku," Ujarnya dengan penuh antusias. Dia pun kembali berlari kecil menuju samping pintu kemudi, mengetuk kaca namun bukannya di turunkan, si pemilik mobil malah langsung membuka pintu.
Karenanya, Frannie terdorong dengan bergegas memundurkan langkahnya. Dia tersenyum kikuk, "Selamat malam, Tuan."
Diliriknya tajam sosok Frannie, tanpa membalas, Nicholas berjalan dengan langkah sempoyongan menuju kediaman besarnya. Dan Frannie yang melihat cara berjalan Nicholas, tersenyum penuh arti. "Tuan lebih baik saya bantu, Tuan bisa terjatuh nanti." Tanpa peduli protes dari tatapan tajam Nicholas, Frannie tetap memeluk lengan Nicholas seakan-akan membantunya berjalan dengan benar.
"Mengapa Tuan mabuk-mabukkan?"
Nicholas merasa kepalanya semakin berat dan sulit untuknya menjawab ucapan Frannie, tatapannya pun semakin mengabur pula berputar-putar. "Tuan?" Tak lagi mendapat jawaban karena Nicholas yang terlalu mabuk, Frannie mengambil kesempatan.
Alih-alih dia menaiki tangga atau masuk ke dalam lift, Frannie malah membawa Nicholas melipir menuju kamar tamu di kediaman besar ini. Wajahnya seperti tak sabar, ingin melaksanakan niat buruknya.
"Tuan, kau pujaan hatiku. Karenanya, kau juga harus menjadi kan aku sebagai pujaan hatimu,"
***
Sudah hampir tengah malam namun Nicholas tidak kunjung pulang, mendengar deru mobil berhenti di pekarangan, Katrina langsung berdiri dari duduknya. Dia berjalan menyingkap gorden jendela, tersenyum tipis melihat mobil Nicholas yang terparkir.
"Aku harap kamu baik-baik saja, tolong lupakan Katrina Rickards." Lirihnya dengan tatapan teduh yang berubah menyipit saat melihat seorang perempuan menghampiri mobil suaminya. Terbatas akan jarak yang jauh, Katrina tidak melihat saat-saat Frannie memeluk lengan Nicholas dengan alibi membantunya berjalan.
Awalnya Katrina berpikir positif, tapi sampai 10 menit, kok Nicholas belum tiba ke kamar ini? Apa Nicholas makan malam lebih dulu? Dengan penasaran, Katrina mengambil jubah tidurnya untuk menutupi gaun tidur pendeknya. Dia pun melangkah keluar kamar menuju dapur, namun tak menemukan siapa pun.
Pelayan melintas, "Tunggu. Di mana suamiku?" Tanyanya pada seorang pelayan.
Pelayan tersebut mengerjap, "Saya melihat mobil Tuan, Nyonya. Namun belum melihat Tuan masuk kediaman,"
Kening Katrina pun berkerut, jelas-jelas tadi dia melihat suaminya turun dari dalam mobil.
"Ambilkan iPad ku sekarang!"
"Baik, Nyonya!"
Pelayan itu langsung berlari mengambil iPad milik Katrina, setelah mendapatkannya, Katrina langsung membuka situs yang selalu dia pakai untuk mengawasi kamera pengawas kediaman. Dia melihat Nicholas masuk kediaman, lalu .... "Shit! Dia cari mati," Katrina menjatuhkan begitu saja iPad miliknya.
Dia berlari menuju kamar tamu yang tentu saja di ikuti pelayan tadi, bahkan kepala pelayan yang ingin melintas mencari anaknya pun ikut berlari melihat sang Nyonya tampak marah dan panik.
Brak!
***
Sebentar lagi .... Sebentar lagi, Frannie bisa menyingkirkan posisi Katrina dari kediaman ini. Begitu pikirnya, dia sedikit tak sabaran membawa Nicholas yang mabuk berat ke dalam kamar tamu. Tiba di kamar tamu, Frannie langsung membaringkan Nicholas ke atas ranjang dengan tatapannya yang nakal.
"Tuan, Anda sangat-sangat tampan. Rasanya mustahil saya bisa move on dari Anda, bagaimana jika Anda menjadikan saya istri kedua Anda saja? Saya ikhlas sekali, Tuan."
Frannie melihat Nicholas terus meracau, tapi tak memudarkan rencana buruknya. Dia pun langsung melepaskan satu persatu kancing kemeja merah muda yang di kenakannya, membiarkannya terjatuh menyentuh lantai dengan menyisakan bra berwarna senada.
Melihat Nicholas yang mencoba mendudukkan dirinya, Frannie langsung naik ke atas ranjang dengan mendorong dada bidang Nicholas lalu duduk di atas perutnya.
"Tuan, jika Anda tidak bisa menjadikan saya milik Anda, maka saya yang akan menjadikan Anda sebagai milik saya."
Frannie menunduk, hendak mencium bibir Nicholas sebelum ....
Brak!
***
I'm so sorry, aku jarang up karena emang lagi sibuk banget guys. Huhuhu
Doain semoga bisa sering up yaaa:)
Jangan lupa tinggalkan komentar juga!
Vote juga ya seng!
See you^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Muncikari Nakal
FantasíaWarning mature content (21+) Katrina Rickards, seorang muncikari nakal yang punya rumah bordil terbesar di Ibu kota. Dia mengayomi 'anak-anaknya' yang menghasilkan uang untuknya dengan cara menjual diri mereka. Pada suatu malam, Katrina tidak senga...