Yang Katrina ingat, dia tiba-tiba merasa sakit luar biasa pada kepalanya. Dia ingin berpegangan pada tepi tangga namun tangannya tak bisa menggapai apa pun karena pandangan yang mengabur. Setelah itu, Katrina tidak ingat apa pun selain dia terbangun dengan mata menatap langit-langit putih sebuah rumah sakit.
"Kau baik-baik saja?"
Katrina menoleh, dia menatap Denise Barker yang menatapnya dengan khawatir. "Aku baik-baik saja,"
Tadi, Denise Barker ada jadwal operasi namun kepala pelayan kediaman sepupunya mengabari jika dalam perjalanan menuju rumah sakit karena Katrina jatuh dari tangga dan asisten Roche mau pun Nicholas sama-sama tidak bisa dihubungi. Sebab itu, Denise Barker meminta temannya untuk menggantikan dia tindakan sedangkan dia menyiapkan ruangan dan perawatan untuk istri dari sepupunya.
Denise sebenarnya baik, tapi kelakuannya memang menguji kesabaran jiwa dan raga.
"Nicho sebentar lagi akan tiba, kau istirahat lah. Aku tinggal dulu, aku masih ada pasien."
Katrina mengangguk, dia sedang tidak bersuasana hati baik untuk mengajak Dokter yang dia anggap Dokter gadungan itu berdebat. Dia hanya memalingkan wajah, melihat ke sisi lain hingga pintu ruangannya kembali terbuka. "Kenapa kau kembali datang Dokter gadungan?" Katrina menoleh ke arah pintu, lantas dia terdiam melihat keberadaan suami dari raga ini.
"Apa yang membuatmu semakin ceroboh dari waktu ke waktu, Katrina?"
Katrina memalingkan wajahnya kembali, "Kau tidak perlu tahu."
Nicholas menghela napasnya kasar, dia sebenarnya lebih ingin mempertemukan anaknya dengan Ibu kandungnya. Tapi sang anak memaksa dia agar melihat kondisi Katrina lebih dulu, jadilah Nicholas menemui istrinya ini lebih dulu sebelum ke ruangan wanitanya. Bukankah terdengar sangat bajingan?
"Aku rasa kau sudah baik-baik saja, aku akan pergi."
"Di mana anak kita?"
Kening Nicholas berkerut, "Siapa yang kau sebut anak kita?"
"Tentu saja Sky,"
Tatapan Nicholas berubah dingin, dulu istrinya ini terang-terangan menolak kehadiran Sky lalu sekarang dia seakan menerima kehadiran anaknya? Nicholas tidak akan semudah itu untuk mempercayai tipu muslihatnya. "Dia anakku, bukan anakmu."
"Maksudmu? Kau berselingkuh dariku?" Katrina sudah emosi saja, dia berpikir, pantas jika raga ini dalam pernikahan hambar karena suaminya pun bermasalah bahkan punya anak dengan wanita lain.
"Berselingkuh? Jelas-jelas aku punya anak sebelum menikah denganmu! Tutup omong kosongmu itu,"
Tunggu! Tunggu!
"Memiliki anak sebelum menikah denganku?" Katrina mencoba mencerna segalanya. "Kau duda?!"
Dan tatapan datar Nicholas semakin menjerumus ke muak, betapa wanita ini hebat dalam memanipulasi. Dia jelas tahu kehidupannya bagaimana, bisa-bisanya dia berlagak seperti tidak tahu apa-apa. "Jika sudah bisa mengajakku berdebat, maka aku pastikan kau baik-baik saja. Aku pergi," Nicholas benar-benar pergi meninggalkan Katrina yang mengepalkan tangannya dengan kuat.
Katrina tidak terima, di perlakukan sebegitu asing oleh suami dari raga ini.
"Aku akan pastikan, kau bertekuk lutut di kakiku suami menyebalkan! Ah menjengkelkan! Rasa-rasanya aku ingin menjitak kepala Nicholas berkali-kali!"
***
"Kenapa kita ke rumah sakit, Daddy? Katanya kita akan bertemu dengan Mommy,"
"Iya, Nak. Kita akan bertemu dengan Mommy,"
Tatapan Sky berubah berbinar seketika, "Apa Mommy menjadi Dokter seperti Bibi Denise?"
Tak ingin membuat senyum penuh binar bahagia putranya redup saat ini, dia hanya tersenyum tanpa menjawab. Dengan tetap mengandeng tangan sang anak, Nicholas membawa Sky menuju ruang intensif yang ditempati oleh Katrina Rickards. Yang tanpa dia tahu, jika jiwa Katrina ada di raga istrinya, istri yang dia abaikan selama ini.
"Kenapa ke ruangan ini, Dad?"
"Di sana Mommy, Nak."
Senyum yang lebar langsung menghilang, Sky menatap Ayahnya yang pula menatapnya dengan tatapan sendu. "Mommy itu Dokter kan Daddy? Bukan yang terbaring di sana? Daddy jawab aku!"
"Di sana, yang terbaring di sana, itu Mommy, sayang."
Sepasang mata indah Sky berkaca-kaca mendengarnya, dia mendongak menatap Ayahnya yang mengangguk. Dia pun berlari, masuk ke dalam ruangan yang pintunya telah dibuka untuk mempersilahkannya masuk. Sky meraih jemari sang Ibu, dikecupnya berkali-kali.
"Mommy! Aku memang ingin bertemu dengan Mommy tapi aku tidak ingin bertemu dengan Mommy dalam kondisi seperti ini, Mommy bangun! Please, wake up!"
Nicholas memalingkan wajah, tak sanggup melihat putranya yang menangis tersedu-sedu melihat Ibunya terbaring tak berdaya dengan banyak alat ditubuhnya.
"Daddy! Please! Minta Mommy untuk membuka mata, Daddy please!"
Nicholas membawa anaknya ke dalam pelukan, dia ikut menangis, tak kuasa melihat anaknya yang selalu berlagak sok dewasa kini menunjukkan sisi kanak-kanaknya yang tidak ingin dipisah jauhkan oleh Ibunya. "Maafkan Daddy, semua ini karena Daddy, Nak. Maaf,"
"Daddy, harusnya aku tidak lahir kan? Jika aku tidak ada, Mommy pasti tidak akan berakhir seperti ini kan?"
Nicholas mengeratkan pelukannya pada sang anak, "Tidak, Nak. Lahirnya kamu adalah anugerah terindah untuk Daddy, pula untuk Mommy. Jangan berkata yang menyakiti hati kamu sendiri, Nak. Daddy tidak suka mendengarnya,"
"Tapi Mommy merajuk, Mommy tidak ingin membuka mata."
"Sky?"
Keduanya menoleh, melihat Rickards berjalan mendekat. Sky pun kembali menatap Ayahnya, "Siapa itu Daddy?"
"Kakeknya Sky,"
"Kakek?"
Nicholas mengangguk, "Sapa Kakeknya, Nak."
Sky dengan mata merahnya mengerjap, menatap tepat ke arah sang Kakek. Rickards paham, dia berlutut, menerima pelukan dari sang cucu. Dengan memeluk cucunya, Rickards seperti memeluk anaknya sendiri yang saat ini tengah tak sadarkan diri.
Ya Tuhan, kenapa dulu aku harus membuat putriku lupa pada anaknya sendiri? Maafkan aku ya Tuhan.
Setiap masalah pasti akan selalu ada pelajaran pentingnya, mungkin dengan begini, Tuhan memberikan kesadaran untuk Rickards dengan cara yang berbeda. Lihat, Rickards jadi bisa memeluk cucunya. Dia pun berjanji di dalam hatinya, jika sang anak bangun dari masa koma, Rickards akan membiarkan anaknya jika dia ingin bersama dengan Nicholas dan si kecil Sky.
"Maafkan Kakek, sayang. Maaf," Rickards berkali-kali mengecup puncak kepala cucunya. Dia memang tampak seperti tak menerima kehadiran cucunya, padahal yang terjadi, Rickards selalu meminta anak buahnya untuk melaporkan apa pun yang cucunya lakukan.
Ya, Rickards meminta anak buahnya untuk membuntuti kemana pun cucunya pergi. Rickards tak bisa menyia-nyiakan begitu saja cucunya yang masih mengalir darahnya, hanya saja, ego yang melebihi tingginya Burj Khalifa membuat Rickards tampak seperti Kakek yang jahat.
"Berdoa pada Tuhan ya, Nak. Semoga Mommy Katrina bisa bangun kembali dalam waktu cepat,"
Sky mengangguk, "Aku akan merengek pada Tuhan untuk membangunkan Mommy, karena aku sangat ingin memeluk Mommy. Aku sangat ingin cium pipi Mommy, aku sangat ingin puas-puas makan es krim bersama Mommy. Aku sayang Mommy, Kakek."
***
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Muncikari Nakal
FantasyWarning mature content (21+) Katrina Rickards, seorang muncikari nakal yang punya rumah bordil terbesar di Ibu kota. Dia mengayomi 'anak-anaknya' yang menghasilkan uang untuknya dengan cara menjual diri mereka. Pada suatu malam, Katrina tidak senga...