BAB 17

53 5 0
                                    

Ghisela celingukan, ia benar-benar takut sekarang. Mau kemana lagi ia melangkah?

Sampai saat ini Ghisela masih saja berdiri di sudut jalanan ibu Kota. Ia kebingungan, mau tinggal dimana sekarang? Apalagi usianya masih 17 tahun, tidak punya pengalaman hidup mandiri sama sekali.

Tidak punya handphone, dan hanya celingukan tidak jelas. Saat itu tiba-tiba seorang nenek menyebrang jalanan dengan ceroboh, reflek Ghisela berlari menolong sang nenek dan membantunya menyebrang.

"Terimakasih." ucapnya setelah sampai di sebrang jalan atas tuntunan Ghisela.

"Sama-sama nek. Lain kali nenek harus minta tolong, biar lebih hati-hati lagi ya." nenek itu mengangguk. Namun anehnya setelah menyebrangkan sang nenek, Ghisela tidak melihat ramai kendaraan seperti tadi saat ia menolong sang nenek.

"Kamu sendirian?"

"Iya nek. Namaku Ghisela, nenek sebenernya mau kemana?"

"Kamu sendiri mau kemana?"

"Nggak tau nek, belum ada tujuan."

"Bagaimana kalau tinggal sama nenek saja?"

"Tinggal bersama nenek? Emang rumah nenek dimana?"

Tiddddddd..

Sebuah klakson mobil berhasil menghentikan obrolan keduanya. Saat Ghisela melirik ke hadapannya lagi, nenek itu sudah tidak ada. Lantas Ghisela kebingungan, bagaimana bisa nenek itu pergi begitu cepat?

Seseorang keluar dari mobil dan menarik tangan Ghisela kasar untuk masuk ke dalamnya.

"K-kenapa kakak balik lagi?" tanya Ghisela.

"Gapapa." Raka menatap Ghisela yang menatapnya juga. Ada rasa kasihan melihat gadis yang ia tinggalkan sendirian tadi, itu sebab sekarang ia kembali menjemputnya pulang.

"Kita mau pulang lagi kan kerumah orangtua kamu?"

"Hm."

Kak Raka kenapa ya, tumben gak galak-galak sama aku?

"Lo ngapain sih diri di tengah jalan gitu kaya orang tolol." nahkan baru saja Ghisela terheran kenapa pria itu tidak kasar, sekarang sudah kena semprot lagi Ghisela-nya.

"Aku ngobrol sama nenek-nenek yang katanya mau arah pulang, tadinya aku mau ikut nenek tadi aja pulang. Gapapa jadi cucu-nya juga, daripada aku kaya anak hilang."

"Nenek-nenek?" Raka nampak kebingungan, karena ia sama sekali tidak melihat ada seorang wanita tua yang sedang berbincang dengan Ghisela.

Tetapi Raka ingat apa yang di katakan ayah-nya, "Raka, ayah mimpiin Dara, di dalam mimpi itu Dara bilang kalau Ghisela punya kemampuan serupa, cepat atau lambat Ghisela akan merasakannya sendiri. Ayah harus bisa jagain Ghisela, karena masuk ke dalam kehidupan yang bertentangan dengan alam gaib itu tidak mudah. Dara nampak khawatir jika terjadi sesuatu pada Ghisela."

Mungkin saja Ghisela sudah mulai melihat hal-hal gaib, namun gadis itu belum menyadarinya.

"Lo jangan sembarangan ngobrol dan mau ikut-ikut aja sama orang yang gak lo kenal. Gimana kalau orang itu jahat?"

Ghisela terdiam. Benar apa yang di katakan Raka, dia ini memang terlalu ceroboh dan polos sampai mudah sekali menyimpulkan semua orang yang berbincang dengannya adalah orang baik.

"Mending kalau orang, kalau taunya itu setan gimana?"

Ghisela kelihatan gelisah sekarang. Ia jadi ingat, kemana nenek tadi berada? Cepat sekali menghilang?

"Kenapa tampang lo begitu amat? Takut sama setan?"

"B-bukan. Tapi nenek tadi kok cepet banget ya ngilangnya?"

"NAHKAN berarti lo ngobrol sama setan dong?"

"Kak Raka jangan nakutin aku!"

"Lah, gue aja gak liat kalau ada nenek-nenek ngobrol sama lo. Paling besok lo demam," usil Raka.

Ghisela nampak diam saja, walau dadanya berdebaran penuh rasa takut.

Kalau emang itu hantu, kenapa cuman aku doang yang bisa lihat?

>

Ke-esokan harinya...

Semua orang mengasingkan Ghisela, sementara Calista selalu berada di samping Ghisela tidak pernah kelihatan ilfiel ataupun tidak suka. Lagipula apa alasan Calista tidak menyukai Ghisela?

Ghisela gadis yang baik, cantik walaupun tidak banyak bicara. Jika kebanyakan orang yang cantik itu cerdas, kekurangan Ghisela hanya satu, dia sulit mencerna mata pelajaran dengan baik, bahkan di sekolahnya yang dulu saja selalu mendapat nilai di bawah standar.

Calista bahkan mau mengejarkannya, tetapi entah mengapa saat Ghisela berada bersama Calista semua orang nampak melihatnya aneh.

"Kenapa ya mereka gak suka sama aku?"

"Mungkin iri."

"Iri kenapa? Aku gak pintar,"

"Tapi kamu cantik."

"Kenapa kamu mau temenan sana aku?"

"Kenapa enggak?" Habis sudah pertanyaan yang ingin Ghisela utarakan. Calista bisa menguasai banyak mata pelajaran, tetapi kenapa guru tidak pernah memujinya atau mengajaknya bicara?

Ada yang membuat Ghisela kebingungan lagi, kenapa Ghisela tidak pernah mendengar nama Calista di absen?

"Ca, kenapa aku gak pernah denger nama kamu di absen?" tanya Ghisela dengan sedikit ragu.

Wajah Calista berubah gelisah, tetapi gadis ini tetap mencoba kelihatan tenang, "Kamu aja kali yang gak denger. Masa iya namaku gak ada di absen?"

Ghisela kembali termakan omongan Calista, ia tak banyak berfikir lagi.

Pada jam istirahat Calista selalu tidak mau di ajak keluar atau ke kantin, ia selalu meminta Ghisela untuk di dalam kelas saja, dan memakan bekal yang Calista bawa untuknya.

"Kamu setiaphari makan mie ya Ca?" tanya Ghisela kebingungan.

"Tapi enak kan?" ya harus Ghisela akui memang mie yang selalu Calista bawa dari rumah untuknya selalu enak, seperti berbeda dengan mie instan pada umumnya.

"Hm iya enak banget," Ghisela makan begitu lahap, tanpa di sadari Calista tersenyum penuh arti.

Setiapkali selesai makan, Ghisela selalu merasa mengantuk. Dan ia begitu pulas lelap dalam tidurnya.

"Aku ketiduran lagi?" Ghisela bangun sudah tidak ada siapapun di kelas.

"Calista udah pulang duluan kali ya?" buru-buru Ghisela membereskan buku-nya, memasukannya ke dalam tas.

Ini kedua kalinya selama berteman dengan Calista dan menjadi murid di SMA Suka Maju Suka Mundur, ia sering ketiduran setelah jam istirahat sampai pulang, namun anehnya esok harinya guru maupun murid lain tidak ada yang menegurnya.

SESAT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang