Aneh

4.2K 381 52
                                    

H-1 menuju ujian. Namun tubuh Qiya demam. Raffa belum mengetahuinya karena masih berada di Rumah Sakit. Qiya, perlahan turun dari kasur mezanine nya untuk mengambil minum.

Keseimbangan tubuhnya mulai tak terkendali karena kepalanya terasa berputar dan matanya serasa gelap. Ia hanya meraba pijakan kaki yang ia pijaki. Beruntungnya ia tak terjatuh karena berhasil mengeratkan tangannya pada pijakan tangga menuju kasurnya dia lantai mezanine dan dapat duduk di lantai setelahnya. Kakinya ia tekuk dan ia peluk. Wajah dan matanya memenas. Ia menangis karena merasa begitu kesakitan.

Ilustrasi kamar Qiya dan RaffCr : Pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilustrasi kamar Qiya dan Raff
Cr : Pinterest

Hari semakin larut. Raffa belum pulang dari Rumah Sakit karena jadwalnya ya padat. Rumah Qiya juga terbilang sepi karena sang ibu menjaga toko dan sang kaka sibuk dengan pekerjaan serta kegiatan mengajarnya.

Qiya menunggu suaminya dengan merebahkan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Entah mengapa rasanya ia ingin menunggu Raffa pulang. Dirinya bahkan sesekali memejamkan matanya karena kepalanya yang masih terasa sakit.

2 jam menunggu Raffa akhirnya mobil itu terparkir di garasi yang hanya muat dengan satu mobil dan satu motor itu. Raffa turun dengan wajahnya yang tampak lelah. Qiya berdiri dan menyambutnya. Tangannya terulur untuk mencium punggung tangan Raffa. Namun setelahnya dahi berlipat Raffa sorot matanya menyiritkan sesuatu.

"Ko bisa-bisanya engga telphone saya?" Tanya Raffa. Qiya bingung, keningnya ikut berlipat dengan ekspresinya yang tampak bingung.

"Tubuh mu demam" balas Raffa cepat. Lalu cengiran Qiya terlihat.

"Mas udah makan?" Tanya Qiya

"Udah, kamu udah?" Tanya Raffa balik dan diangguki Qiya. Entah mengapa wanita masih begitu mempedulikan Raffa.

"'Mas mandi ya, Qiya mau tidur sama mas" lagi. Qiya mengucapkan dengan binar matanya penuh harap. Sedangkan mata Raffa membulat sempurna. Mengapa Qiya terlihat begitu manja padanya? Namun Raffa hanya membalasnya dengan anggukan kecil, sedikit samar namun setelahnya Qiya mengukir senyumannya.

Raffa benar-benar menuruti kemauan Qiya. Ia mandi lalu menuju kasurnya dilantai mezanine dengan Qiya yang sudah menunggunya.

Raffa membaringkan tubuhnya. Qiya tersenyum penuh kesenangan lalu mendekap Raffa erat.

"Sa?" Panggil Raffa saat Qiya sedang menenggelamkan wajahnya di dada bidang Raffa.

"Iya mas?" Tanya Qiya yang sudah melonggarkan dekapan itu lalu menatap manik mata Raffa.

"Ko bisa?" Tanya Raffa bingung. Seolah Qiya mengerti apa yang dimaksud Raffa. Ia hanya melempari senyum lalu menelusupkan kembali wajahnya pada dada bidang Raffa.

Bangsal Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang