Letter to Flora

665 88 0
                                    

Enjoy
_
_
_
_
_
_
_

Freya Narana tidak pernah melupakan hari pertama menjadi mahasiswi baru. Bukan hanya karena kegugupan menginjakkan kaki di kampus baru, tetapi karena pertemuannya dengan Flora Nassya, senior yang membimbingnya. Flora memiliki aura yang berbeda—tenang, bijaksana, dan penuh perhatian. Tatapan mata lembut dan senyuman Flora membuat Freya terpesona sejak awal. Sejak hari itu, hatinya tertambat.

Setiap kali Freya bertemu Flora, rasa kagumnya semakin besar. Namun, alih-alih langsung menyatakan perasaannya, Freya memilih cara yang lebih hati-hati. Ia mengirimkan surat-surat penuh rasa melalui dua orang teman dekat Flora, Adel dan Marsha, yang kini juga cukup dekat dengannya. Freya sering menitipkan hadiah kecil seperti gantungan kunci atau kotak stroberi, makanan kesukaan Flora, tanpa mengungkap identitasnya.

---

Suatu sore di kantin, Freya duduk bersama Adel dan Marsha. Di tangannya tergenggam amplop kecil berwarna merah muda. Wajahnya sedikit gugup, tapi ia memberanikan diri membuka percakapan.

"Adel, Marsha, aku butuh bantuan lagi," ujar Freya pelan, membuat kedua temannya langsung memperhatikannya.

Adel mengangkat alis, lalu tersenyum lebar. "Surat lagi, ya? Untuk Flora?"

Freya mengangguk pelan, sedikit canggung. "Iya … kali ini aku mau kasih surat lagi. Tapi, aku nggak mau dia tau itu dari aku."

Marsha menghela napas ringan, sambil mengaduk minumannya. "Frey, kamu udah ngirim berapa surat ke Flora? Kamu nggak capek nunggu reaksinya? Bukannya lebih baik langsung aja ngomong?"

Freya menggigit bibirnya, menundukkan kepala sedikit. "Aku nggak bisa, Marsha. Flora itu … dia terlalu sempurna. Aku takut kalau aku ngomong langsung, aku malah ngerusak semuanya."

Adel tertawa kecil dan menepuk bahu Freya. "Frey, Flora itu orang biasa juga. Kamu jangan terlalu merendahkan diri sendiri. Lagi pula, surat-suratmu selalu bikin dia tersenyum, kok. Aku sering lihat."

Mata Freya berbinar. "Benarkah? Dia suka surat-surat itu?"

"Yup," sahut Marsha sambil tersenyum kecil. "Dia sering baca surat-surat itu, dan kadang dia simpan di laci mejanya. Kayaknya dia mulai penasaran juga."

Freya tersenyum lega, meski hatinya masih dipenuhi rasa gugup. "Jadi … kalian mau bantuin aku lagi? Kali ini aku juga kasih stroberi. Flora suka banget kan?"

Adel dan Marsha saling pandang lalu mengangguk serempak. "Tenang aja, kita bantuin kamu," kata Adel sambil mengambil amplop dari tangan Freya. "Biar aku letakin di meja Flora besok pagi, kayak biasa."

Freya menghela napas lega. "Makasih banyak, kalian berdua. Aku nggak tahu gimana caranya ngucapin terima kasih yang cukup."

Marsha tersenyum. "Kita udah tau, Frey. Yang penting, Flora dapet suratnya. Siapa tau, dia bakal mulai cari tau siapa yang selama ini perhatian sama dia."

---

Beberapa hari setelahnya, Freya sedang berjalan di koridor kampus bersama Adel. Mereka tengah asyik membahas tugas saat tiba-tiba Freya melihat sosok Flora berjalan dari kejauhan. Tubuhnya langsung terasa kaku, dan jantungnya berdegup kencang. Flora tampak begitu anggun, dengan rambut panjang tergerai dan langkah yang ringan.

Tanpa berpikir panjang, Adel melambaikan tangan. "Flora! Hai!"

Freya tersentak, mencengkeram lengan Adel. "Adel, ngapain, sih?!" bisiknya, panik.

Adel hanya terkekeh pelan. "Santai aja, Frey. Dia nggak bakal makan kamu."

Flora menoleh ke arah mereka dengan senyuman yang khas. Ia berjalan mendekat, matanya yang hangat terarah pada Freya dan Adel. Ketika jarak mereka semakin dekat, Flora menyapa dengan suara lembut. "Hai, Adel. Hai, Freya."

"Hai, Flora!" Adel menjawab ceria. "Mau ke mana?"

Flora tersenyum kecil. "Aku mau ke perpustakaan. Kalian habis kelas?"

"Iya, baru selesai," jawab Adel. Freya hanya bisa mengangguk pelan, terlalu gugup untuk mengatakan apapun.

Tatapan Flora tertuju pada Freya sejenak, lalu ia tersenyum manis. "Sampai ketemu lagi, ya. Hati-hati pulangnya."

Flora pun melanjutkan langkahnya, meninggalkan Freya yang tersenyum lebar. Senyum Flora yang hangat dan sederhana itu cukup untuk membuat hati Freya melambung tinggi.

"Aduh, senyum kamu lebar banget, Frey," goda Adel sambil menepuk bahunya. "Kamu bakal pingsan kalau dia sampai tau kamu yang kirim semua surat itu."

Freya menunduk malu, wajahnya memerah. "A-Adel, jangan bilang gitu."

---

Hari terus berlalu, dan Freya masih rajin mengirimkan surat, hadiah, dan stroberi kepada Flora. Namun, suatu sore di perpustakaan, sesuatu yang tak diduga terjadi. Freya sedang meletakkan sebuah surat dan kotak stroberi di meja Flora ketika tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia mendongak, dan tepat di depannya, Flora berdiri dengan senyum tipis di bibirnya.

"Jadi, kamu yang selama ini ngirim surat dan hadiah ini?" tanya Flora lembut, tatapannya penuh kehangatan.

Freya membeku di tempat. Ia tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa menatap Flora dengan wajah memerah. Jantungnya berdebar kencang. "A-aku …"

Flora tersenyum lebih lebar, dan dengan suara yang lebih tenang, ia berkata, "Kamu nggak perlu takut. Aku suka semuanya. Tapi … kenapa nggak bilang langsung?"

Freya menunduk, merasa malu. "Aku nggak berani. Aku pikir … aku pikir kamu nggak bakal merasakan hal yang sama."

Flora tertawa kecil, lalu mendekat. "Kamu salah, Freya. Aku justru mulai memperhatikan kamu sejak lama. Aku penasaran siapa yang ngasih perhatian sebanyak ini."

---

Beberapa minggu setelah pertemuan di perpustakaan itu, Freya dan Flora lebih sering bertemu, saling berbagi cerita. Di suatu sore di sebuah kafe dekat kampus, mereka duduk berhadapan, suasana terasa hangat dan penuh keakraban. Percakapan ringan mereka membawa Freya semakin dekat pada keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Aku harus bilang sesuatu," ucap Freya, menatap Flora dengan penuh keberanian. "Aku suka kamu, Flora. Sejak hari pertama kita bertemu. Semua surat dan hadiah itu … itu caraku buat bilang perasaanku."

Flora terdiam sejenak, lalu senyumnya kembali menghiasi wajahnya. "Aku tau, Freya. Dan kamu tau? Aku juga suka kamu."

Freya terkejut, matanya membulat. "Kamu … juga suka?"

Flora mengangguk. "Iya. Aku menyimpan perasaan ini sejak kita sering bertemu. Aku cuma nggak nyangka, orang yang selama ini aku perhatikan ternyata punya perasaan yang sama."

Dengan pengakuan itu, dunia Freya seolah cerah seketika. Semua rasa takutnya hilang, digantikan oleh kebahagiaan yang begitu mendalam. Mereka berdua tersenyum lebar, dan di bawah langit senja yang lembut, mereka akhirnya memutuskan untuk bersama.

OS FreFlo -Selesai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang