Chapter 18 : Murid Akademi & Tujuan Baru

5 3 0
                                    

Aku melangkah tenang melalui hutan, membiarkan suara alam menyelimuti pikiranku. Di kejauhan, kota Elloria masih terlihat samar, tapi pikiranku sudah jauh dari sana. Ketika hutan mulai terasa sepi, tiba-tiba suara ledakan keras menggema, membuat burung-burung beterbangan ketakutan. Asap tipis mulai terlihat di antara pepohonan.

Aku melirik ke arah ledakan itu. Mungkin murid-murid akademi sedang melaksanakan ujian. Itu bukan urusanku, dan aku berniat melanjutkan perjalanan. Namun, ketika aku hendak melangkah lebih jauh, sesuatu yang dingin dan tak terlihat tiba-tiba membelit pergelangan tanganku-seperti rantai sihir. Aku berhenti sejenak, mengamati borgol tak kasat mata yang mengikat tanganku.

"Siapa kau?" Sebuah suara laki-laki yang penuh otoritas terdengar dari balik pepohonan. Aku menoleh dan melihat tiga sosok mendekat. Seorang pemuda dengan jubah akademi berdiri paling depan, sementara dua gadis berdiri di belakangnya, masing-masing memegang tongkat sihir.

Pemuda itu mengangkat tongkatnya dengan percaya diri. "Apa kau mata-mata yang dikirim untuk memata-matai ujian kami?"

Aku menatapnya dengan tenang, lalu menggeleng pelan. "Aku bukan mata-mata. Aku hanya kebetulan lewat. Tolong lepaskan borgol ini."

Namun, dia tak menggubris dan hanya menyeringai. "Kebetulan, ya? Di dekat tempat ujian kami? Kau pikir aku akan mempercayaimu begitu saja? Kau pasti sedang menyamar."

Salah satu gadis di belakangnya terkekeh. "Leon, kau tak perlu mendengarkan dia. Dia terlihat sangat ketakutan."

Aku mengangkat alis sedikit, jadi pemuda ini bernama Leon. Tapi aku tetap tidak bereaksi berlebihan. "Aku tidak takut, dan aku sudah bilang bahwa aku bukan penyusup. Ini terakhir kalinya aku minta kalian melepaskan borgol ini."

Leon menatapku dengan tatapan penuh kecurigaan. "Kau pasti mata-mata. Atau mungkin musuh yang sedang menyamar."

Gadis lain, yang lebih pendek dengan rambut cokelat, menyahut, "Ya, siapa pun bisa berpura-pura lemah. Tapi, dari cara dia berbicara, kurasa ini hanya trik."

Leon mengayunkan tongkatnya, dan borgol sihir di tanganku semakin mengetat. Aku bisa merasakan tekanan di pergelangan tangan, tapi aku tidak membiarkan ekspresi ketidaknyamanan muncul di wajahku. Aku tetap tenang. Mereka jelas tidak berpengalaman, terburu-buru mengambil kesimpulan.

"Aku sudah memberitahumu," kataku tenang, "lepaskan borgol ini, atau kau akan menyesalinya."

Alih-alih mendengarkan, Leon justru melancarkan serangan kecil. Bola api meluncur dari tongkatnya ke arahku. Dengan mudah aku melangkah ke samping, menghindari serangan itu. Tatapan mereka berubah-kini ada sedikit keterkejutan di wajah Leon dan kedua gadis itu.

"Kau cukup cepat," kata Leon dengan nada terkejut, meski berusaha tetap tenang. "Tapi itu tidak berarti kau bukan ancaman."

Aku menatapnya tanpa ekspresi, lalu menghela napas pendek. "Aku sudah memperingatkanmu."

Dengan gerakan halus, aku merasakan energi sihir yang mengikat pergelangan tanganku. Tak butuh waktu lama untuk memecahkan borgol sihir itu seperti mematahkan benang lemah. Dalam satu detik, aku bergerak maju, dan sebelum mereka bisa bereaksi, ujung pedangku sudah menempel di tenggorokan Leon.

Mata Leon melebar dalam kepanikan. Dia tak mampu menyembunyikan ketakutannya saat aku menatapnya tajam. Kedua gadis di belakangnya tersentak, dengan cepat mengangkat tongkat mereka, siap melancarkan serangan.

"Jika kalian bergerak," kataku dengan suara rendah tapi tegas, "teman kalian akan terluka. Aku tidak ingin ada yang terluka, tapi jika kalian memaksakan diri, aku tidak akan ragu."

Gadis berambut hitam terlihat ragu, tapi gadis berambut cokelat itu masih mempertahankan tatapan waspadanya. Namun, mereka tidak bergerak, terjebak dalam ketidakpastian.

Find A Way To Be HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang