Chapter 8 : Serigala Diavolo, Bunuh Atau Tidak?

8 3 0
                                    

Hari mulai sore ketika aku akhirnya berhasil keluar dari Lembah Kematian. Udara di tepi sungai yang berkilau memberikan sedikit ketenangan setelah hari pertama perjalanan yang cukup panjang.

Rasa haus yang tak tertahankan membuatku mendekati air jernih itu, dan dengan hati-hati, aku meneguk segarnya aliran sungai yang dingin. Setiap tegukan membawa sensasi kesejukan yang menyegarkan, mengusir kelelahan yang meliputi tubuhku setelah perjalanan yang melelahkan. Airnya begitu jernih, memantulkan bayangan wajahku yang kotor dan penuh debu, seolah mengingatkanku pada seberapa berat perjalanan ini.

Dahagaku hilang, tapi rasa lapar mulai menggerogoti perutku. Aku duduk di tepi sungai, membiarkan pikiranku melayang. Sekejap lamunan melintas, aku tiba-tiba merasa terdorong untuk menangkap ikan di sungai ini. Alam seolah memanggil, menawarkan tangkapan segar yang menggoda selera untuk disantap.

Aku merenung sejenak, berpikir tentang cara menangkap ikan tanpa alat yang memadai. Pikiranku berputar hingga aku teringat pedangku. "Kenapa tidak?" pikirku. Aku menggulung celana hingga lutut, mengencangkan ikat pinggang, dan melangkah hati-hati ke dalam air dangkal itu. Air sungai yang dingin menyentuh kulitku, memberikan sensasi yang menyegarkan, membantu mengurangi rasa lelah setelah perjalanan panjang.

Dengan pedang di tangan, aku berdiri tegak, mata waspada mengawasi pergerakan ikan. Butuh beberapa kali percobaan dan kesabaran, tetapi akhirnya aku berhasil menusukkan pedang ke dalam air dan mengangkat seekor ikan besar yang berkilauan di bawah sinar matahari sore.

Setiap usaha yang kulakukan terasa membuahkan hasil. Ikan itu berkilauan di tanganku, sisiknya memantulkan cahaya matahari yang semakin meredup, seolah memberikan penghormatan terakhir sebelum menjadi makan malamku.

Puas dengan tangkapan itu, aku mencari tempat yang nyaman untuk bermalam. Tepi sungai yang damai ini tampaknya sempurna. Setelah menyiapkan api unggun dengan ranting-ranting kering yang kukumpulkan, aku mengeluarkan sedikit sihir dari tanganku, menyalakan kayu bakar dengan api biru yang hangat. Meski bukan penyihir, kemampuan ini selalu menjadi penyelamatku dalam banyak situasi.

Api unggun berkobar dengan cepat, memberikan kehangatan dan cahaya yang menenangkan. Bayangan apinya menari di sekitar, menciptakan ilusi gerakan yang mempesona di permukaan sungai dan pepohonan di sekitarku.

Ikan hasil tangkapanku kumasak dengan perlahan di atas api unggun, aroma lezat mulai memenuhi udara. Saat malam tiba dan bintang-bintang muncul satu per satu di langit, aku duduk dekat api unggun, menikmati makanan sederhana namun memuaskan.

Sebelum mulai makan, aku membuka topeng yang selalu kukenakan. Udara malam yang segar menyentuh wajahku, memberiku rasa kebebasan yang jarang kurasakan. Malam itu, di bawah langit yang penuh bintang dan suara gemericik air sungai, aku merasakan ketenangan yang telah lama kurindukan. Setiap gigitan ikan terasa memulihkan kekuatan dan semangatku.

Senja merayap ke cakrawala saat aku duduk menikmati makan malam sederhana di tepi sungai. Gemericik air yang mengalir menambah ketenangan suasana, sementara aroma ikan bakar mengisi udara.

Namun, tiba-tiba, bulu kudukku meremang. Aku merasakan kehadiran yang mengintai dari balik semak-semak di seberang sungai. Aku berhenti mengunyah, berusaha mendengarkan suara-suara lain di sekitar. Keheningan yang mencekam terasa sangat nyata, hanya dipecahkan oleh suara api yang berderak lembut.

Benar saja, seekor serigala Diavolo muncul dari kegelapan, mata merahnya menatap tajam dengan penuh waspada, kedua tanduk di kepalanya menyembul menakutkan.

Aku mengenali makhluk ini, monster tingkat menengah yang terkenal di kalangan para petualang. Berbeda dengan slime yang pernah kutemui sebelumnya, serigala Diavolo ini bisa menyerang manusia dan menawarkan hadiah tinggi bagi yang berhasil mengalahkannya.

Detak jantungku semakin cepat. Ini adalah pertama kalinya aku berhadapan dengan makhluk semacam ini. Satu kesalahan bisa berakibat fatal, namun adrenalin juga membakar semangatku untuk bertindak.

Dengan langkah perlahan, serigala itu mendekat, menatapku dari jarak yang semakin dekat. Insting petualangku berteriak untuk segera mengeluarkan pedang dan menyerang, namun aku memilih untuk menahan diri. Dengan rasa ingin tahu, aku memutuskan untuk mencoba pendekatan yang lebih damai.

Dengan hati-hati, aku mengulurkan tanganku ke arah serigala itu. Dalam momen itu, dunia seolah berhenti. Serigala itu berhenti sejenak, matanya yang merah menyala mengamati gerakanku dengan cermat.

Tiba-tiba, rahangnya menutup rapat di sekitar lenganku. Rasa sakit menjalar, namun aku menahan diri dan tidak melawan. Waktu terasa melambat saat aku menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah beberapa saat, serigala itu perlahan melepaskan gigitannya.

Rasa sakitnya nyata dan tajam, namun aku juga merasakan campuran ketakutan dan keheranan. Mengapa serigala itu tidak menyerang sepenuhnya? Apakah dia merasakan sesuatu yang berbeda dalam diriku? Aku bisa merasakan berat pandangan matanya yang terus memerhatikanku, seolah-olah mencoba membaca niatku.

Aku menarik napas lega. Mungkin, dia hanya merasa terancam oleh kehadiranku. Ketika aku memilih untuk tidak melawan, dia tampaknya menyadari bahwa aku bukan ancaman. Serigala itu menatapku dengan mata yang lebih tenang. Aku berniat membagi ikan yang menjadi makan malamku, namun sebelum sempat melakukannya, dia berbalik dan berlari ke hutan.

Aku mempertahankan ketenangan, kemudian mengalihkan perhatian pada luka di lenganku dan mulai menyembuhkannya dengan sihir penyembuhan yang pernah kupelajari. Meski tidak mahir, itu cukup untuk meredakan rasa sakit.

Baru saja aku merasa tenang, serigala itu kembali, kali ini dengan membawa anak-anaknya. Aku tersenyum,

"Kau membawa anak-anakmu ya?"

Pemandangan itu menghangatkan hati. Serigala Diavolo yang tadinya tampak menakutkan kini menunjukkan sisi lembut dan penuh kasih.

Dengan senyum, aku membagi makananku dengan mereka. Malam itu, kami berbagi kebersamaan yang aneh namun damai. Di bawah langit berbintang, aku merasakan kebahagiaan sederhana, mengetahui bahwa malam ini, di tepi sungai yang tenang, aku telah menemukan cara baru untuk berhubungan dengan makhluk lain, bahkan yang dianggap sebagai monster.

Perasaan itu mengisi hatiku dengan harapan dan keyakinan bahwa perjalanan ini, meskipun penuh tantangan dan bahaya, juga menawarkan momen-momen kebersamaan dan pemahaman yang tulus.

Akhirnya, aku menikmati malam itu dengan tenang, ditemani oleh serigala Diavolo dan anak-anaknya. Kami duduk bersama, di bawah langit yang dihiasi ribuan bintang, merasakan kehangatan api unggun dan kebersamaan yang tak terduga. Malam itu, di tepi sungai yang damai, aku menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang sederhana.

Find A Way To Be HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang