Chapter 10 : Desa Elf & Giant

9 2 0
                                    

Giant, ras raksasa yang terkenal dalam legenda, adalah makhluk gaib dengan tubuh menjulang tinggi, jauh di atas manusia biasa. Mereka adalah perwujudan kekuatan purba yang kacau, dengan sifat gegabah dan destruktif. Kehadiran mereka selalu disertai dengan kehancuran besar, menyebabkan rasa takut dan ngeri bagi siapa pun yang berada di dekatnya. Mereka tidak mengenal belas kasihan dan hanya tahu satu hal: kekuasaan melalui kekuatan.

"Giant? Yang menyerang desamu?" tanyaku, berusaha memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Gadis elf itu mengangguk, ekspresi wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang cukup besar.
"Iya," jawabnya, "Mereka datang beberapa hari lalu dan menghancurkan desa kami, bahkan ada beberapa korban luka." Deskripsi singkat itu sudah cukup untuk membuatku merasakan kengerian yang mereka alami.

"Mereka? Apakah Giantnya lebih dari satu?" tanyaku lagi. Gadis elf itu kembali mengangguk. "Iya, yang menyerang desa kami ada tiga Giant, tetapi aku tidak tahu apakah ada lebih banyak lagi," jawabnya sambil menghela napas. Pikiranku segera dipenuhi oleh bayangan tiga sosok besar yang menghancurkan segala sesuatu di hadapan mereka tanpa ampun.

"Saat mereka datang, apakah kalian langsung menyerang mereka?" tanyaku ingin tahu lebih lanjut.

Gadis elf itu tampak ragu sebelum menjawab. "Awalnya beberapa warga desa hanya mencoba menghentikan langkah mereka, tetapi mereka langsung menyerang kami. Kami mencoba melawan, namun kami tetap tidak bisa mengalahkan mereka. Setelah berbuat berbagai kerusakan di desa kami, tiba-tiba mereka berhenti menyerang dan pergi begitu saja. Kepala desa khawatir mereka akan kembali dan menyebabkan lebih banyak kehancuran," ujarnya dengan suara yang semakin lirih.

"Begitu ya?" jawabku, sambil memalingkan pandanganku dan berpikir apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Gadis elf itu masih terlihat berharap, menunggu keputusanku.

Akhirnya, setelah beberapa saat, aku membuat keputusan. "Baiklah, aku akan membantu desa elf," kataku tegas. Gadis elf itu tampak terkejut dan kemudian wajahnya dipenuhi dengan kegembiraan yang luar biasa. "Terima kasih banyak," katanya dengan wajah penuh kegembiraan.

"Tapi aku tidak akan membantu cuma-cuma. Aku akan meminta imbalan. Ya, makan dan minum saja sudah cukup," kataku sambil tersenyum. Gadis elf itu tersenyum dan mengangguk cepat. "Tentu saja, itu bukan masalah," jawabnya.

Dengan itu, kami berdua berangkat menuju desa elf, siap menghadapi ancaman yang mungkin masih mengintai.

Akhirnya, kami mulai berjalan menuju desa elf, dengan Mila di depanku sebagai pemandu. Langkah kami berirama dengan suasana sekitar yang begitu tenang, hanya suara daun yang bergesekan dan kicauan burung yang sesekali terdengar.

Sudah beberapa jam kami berjalan bersama, namun tak satu kata pun terucap di antara kami. Keheningan ini terasa aneh, hampir menyesakkan, dan aku merasa perlu memecah kesunyian ini agar perjalanan ini tidak terasa begitu panjang dan canggung. Aku mencari-cari cara untuk memulai pembicaraan tanpa terlihat memaksa atau mengganggunya. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk memanggilnya.

"Mila," panggilku pelan, suaraku hampir tenggelam di antara bunyi langkah kaki kami di atas dedaunan kering. Gadis elf itu terkejut mendengar namanya dipanggil, berhenti berjalan, dan berbalik menghadapku dengan mata yang sedikit melebar, menunjukkan rasa kagetnya. "Iya, ada apa?" tanyanya dengan nada yang masih terkejut, tetapi ada juga sedikit keingintahuan di balik suaranya. Aku menatapnya sejenak, mencoba menemukan kata-kata yang tepat agar tidak membuatnya semakin canggung.

"Tak apa, mari kita lanjut berjalan. Aku hanya ingin bertanya beberapa hal," jawabku, mencoba meredakan ketegangannya dengan senyum kecil. Mila mengangguk pelan dan berbalik, melanjutkan langkahnya.

Aku pun mengikuti dari belakang, merasa bahwa ini adalah kesempatan baik untuk mengetahui lebih banyak tentang tempat yang akan kutuju. "Desa elf, apakah memiliki militer?" tanyaku penuh rasa ingin tahu, ingin memahami lebih dalam struktur pertahanan desa mereka, terutama setelah mendengar serangan Giant.

Mila terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan jawabannya sebelum akhirnya berkata, "Bukan militer, mungkin lebih tepat disebut pasukan keamanan." Suaranya terdengar datar, tapi ada kebanggaan tersembunyi di balik nada bicaranya. Aku menatapnya dengan rasa ingin tahu yang semakin besar.

"Apa kau juga termasuk dalam pasukan itu?" tanyaku lagi, mencoba menggali lebih dalam tentang peran yang diembannya di desa ini. Aku penasaran apakah dia juga terlibat dalam pertempuran dan bagaimana pengalamannya.

"Iya, itu benar," katanya dengan nada yang lebih rendah, sambil menundukkan kepalanya. Kami terus berjalan dalam diam untuk beberapa saat, suara langkah kaki kami menjadi satu-satunya pengisi kesunyian. Setelah beberapa saat, Mila kembali berbicara, kali ini suaranya lebih lirih dan penuh perasaan.

"Aku baru-baru ini bergabung dengan pasukan keamanan. Sejak kecil, aku bermimpi menjadi bagian dari mereka. Aku selalu kagum melihat mereka mengalahkan monster-monster kecil yang menyerang desa dengan busur, anak panah, dan tombak mereka. Menurutku, itu sangat keren. Tapi baru kali ini kami gagal melindungi desa saat menghadapi Giant. Aku sadar ada kekuatan yang jauh lebih besar dari kami. Setelah menghadapi mereka, aku jadi tersadar bahwa aku sebenarnya sangatlah lemah," katanya dengan nada sedih, suaranya bergetar sedikit saat menceritakan kegagalannya.

Aku hanya bisa mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa simpati terhadap perasaan Mila. Tidak ada kata-kata yang bisa menghiburnya saat ini, jadi aku memilih untuk diam. Langkah kami terus bergerak maju, dan tanpa terasa, kami tiba di desa elf.

Pemandangan yang menakjubkan langsung menyapa mataku. Desa ini dibangun dengan begitu indah di antara pohon-pohon besar. Rumah-rumah terlihat seperti bagian dari alam, ada yang berdiri di antara batang-batang pohon dan ada juga yang dibangun di atas pohon, terhubung dengan jembatan-jembatan kayu. Di tengah desa, sebuah pohon raksasa tampak menjadi pusat kehidupan desa ini.

Kekagumanku terhadap keindahan desa seketika berubah menjadi keprihatinan ketika melihat puing-puing rumah dan pepohonan yang hancur akibat serangan Giant. Pemandangan ini membuatku merasa lebih berat atas tugas yang akan aku emban di sini.

Saat sedang tenggelam dalam pemikiran itu, sebuah suara memanggil, "Mila? Apakah itu kau?" Aku menoleh dan melihat seorang pria elf berambut pendek berjalan mendekati kami. Wajahnya menunjukkan rasa lega dan bahagia saat melihat Mila.

"Zaffa!" seru Mila dengan nada gembira, seolah melihat teman lama yang sudah lama tidak ditemuinya. "Syukurlah kau kembali," kata Zaffa sambil tersenyum, kemudian pandangannya beralih kepadaku dengan ekspresi heran. Melihat itu, Mila segera mengenalkanku.

"Ini Triviat, dia yang akan membantu desa kita," katanya. Aku mengangguk sebagai tanda salam, meskipun Zaffa masih tampak ragu dan sedikit bingung. Dia mendekati Mila dan berbisik, "Kenapa kau cuma membawa satu orang?" Pertanyaan itu menunjukkan ketidakpuasannya, dan aku bisa merasakan kekhawatirannya.

"Jarak untuk meminta bantuan guild terlalu jauh, dan harganya sangat mahal. Bagaimana jika desa kita diserang saat aku belum kembali?" jawab Mila, mencoba menenangkan temannya dengan penjelasannya yang masuk akal.

Aku mendengarkan percakapan mereka dengan jelas, meskipun mereka berbisik. Setelah itu, Mila mengajakku menuju rumah kepala desa untuk membicarakan rencana selanjutnya. Di rumah kepala desa, kami duduk bersama untuk berdiskusi. Kepala desa, seorang elf tua dengan wajah bijaksana, menatapku dengan mata yang penuh harapan.

"Jadi, kau seorang manusia?" tanyanya.

"Iya, itu benar," jawabku tegas, mencoba menunjukkan bahwa aku bisa diandalkan.

"Ya, kau pasti sudah mendengar kejadian yang menimpa desa kami dari Mila, dan kau bersedia untuk membantu desa kami. Untuk itu, aku mengucapkan terima kasih," katanya, sedikit membungkuk sebagai tanda penghormatan. Aku membalas dengan anggukan hormat.

"Awalnya aku ragu apakah para Giant akan menyerang lagi atau tidak, namun tadi pagi pasukan keamanan desa kami mendengar suara mereka dan menemukan jejak kaki baru di dekat desa kami. Mereka kemungkinan besar akan menyerang lagi. Oleh karena itu, aku ingin kau menetap di desa ini selama beberapa hari untuk menyusun rencana menghadapi mereka. Bisakah kau melakukannya?" tanya kepala desa dengan serius, matanya penuh harap menatapku.

Aku menatap mata kepala desa, merenung sejenak, menyadari beratnya tugas yang akan kuhadapi. Setelah mempertimbangkan segala hal, aku akhirnya menjawab dengan mantap, "Iya, saya akan melakukannya."

Keputusan itu diiringi oleh perasaan tanggung jawab yang besar, dan aku bertekad untuk memberikan yang terbaik demi keselamatan desa elf ini.

Find A Way To Be HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang