Jeno menghela napas dalam-dalam ketika memandangi Jino yang tidur pulas di kamarnya. Anak kecil itu tampak begitu damai, memeluk erat boneka rubah yang selalu dibawanya ke mana-mana. Jeno mengingat saat Renjun yang memilihkan boneka itu ketika Jino baru berusia satu tahun. "Dia pasti akan menyukainya," kata Renjun saat itu dengan senyum hangat. Kini, Jeno menyadari betapa banyak momen kecil yang dia lewatkan bersama keluarganya karena kesibukan kerja.
Jeno beranjak dari kamar Jino dan menuju dapur. Di meja makan ada bekas bungkus ayam goreng yang Jeno dan Jino santap bersama. Malam ini terasa lebih sepi dan lebih dingin. Jeno duduk di kursi mencoba mengingat kembali suara tawa Renjun yang dulu mengisi rumah ini. Jeno tahu bahwa dirinya yang dulu terlalu buta untuk menyadari betapa berharganya Renjun dalam hidupnya.
Dengan perasaan yang bercampur aduk Jeno membuka ponselnya dan mencari-cari kontak Renjun yang masih tersimpan di sana. Jemarinya ragu-ragu mengetuk layar, menimbang apakah Jeno harus mengirim pesan atau menelepon. Tetapi pada akhirnya Jeno hanya menatap layar itu, membiarkan detik demi detik berlalu tanpa melakukan apa-apa. Jeno takut Renjun tidak akan menjawab atau yang lebih buruk, Renjun tidak ingin mendengar suaranya lagi.
Jeno memutuskan untuk mengalihkan pikirannya dengan membuka laptop dan mencoba menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Tetapi setiap baris email dan angka-angka laporan yang terpampang di layar terasa tidak berarti lagi. Pikirannya terus melayang ke arah Renjun.. apa yang sedang dilakukan Renjun sekarang? Apakah Renjun juga merindukan rumah ini, dan apakah Renjun merindukan mereka?
Tanpa sadar, air mata mengalir di pipi Jeno. Jeno tidak pernah merasa selemah ini sebelumnya tetapi kehilangan Renjun telah membuatnya menyadari betapa rapuhnya dia. Jeno teringat malam-malam panjang saat Renjun masih di sisinya. Saat itu mereka berbicara tentang impian dan harapan mereka untuk masa depan Jino. Sekarang semua itu terasa seperti bayangan yang semakin jauh dari jangkauan.
Jeno menghapus air matanya dan memandang foto keluarga yang ada di layar ponselnya. "Aku akan membuktikan kalau aku bisa berubah, Renjun," bisiknya pada dirinya sendiri. "Aku akan menjadi ayah yang lebih baik untuk Jino, dan jika kamu kembali suatu hari nanti, aku ingin kamu melihat bahwa aku benar-benar telah berubah menjadi lebih baik."
Jeno tahu bahwa jalan untuk memperbaiki semuanya tidak akan mudah. Namun untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Jeno merasa ada secercah harapan yang tumbuh di hatinya. Meski Renjun belum kembali, Jeno percaya bahwa usahanya tidak akan sia-sia jika itu demi kebahagiaan Jino dan kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka.
Malam itu Jeno menghabiskan waktu dengan memikirkan cara untuk bisa lebih dekat dengan Jino dan menunjukkan perubahan kecil dalam dirinya. Jeno membuat daftar kecil tentang hal-hal yang ingin dia lakukan bersama Jino diantaranya Jeno ingin membacakan dongeng untuk Jino sebelum tidur, mengajaknya ke taman setiap akhir pekan, dan belajar memasak makanan kesukaan sang putra. Meskipun sederhana hal-hal itu menjadi langkah kecil bagi Jeno untuk memperbaiki diri.
Di hari-hari berikutnya Jeno mulai menjalankan rencananya. Setiap kali Jeno melihat senyum Jino yang ceria saat mereka bermain bersama ada harapan yang tumbuh di hatinya bahwa mungkin suatu saat, Renjun akan melihat betapa Jeno telah berubah. Dan siapa tahu mungkin itu bisa menjadi alasan bagi Renjun untuk pulang.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanfictionSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...