Hari-hari berlalu, dan hubungan antara Jeno, Renjun, dan Jino semakin erat. Walaupun tinggal terpisah untuk sementara waktu, mereka tetap menjaga kehangatan dan cinta dalam keluarga kecil mereka. Setiap akhir pekan, Jeno dan Jino selalu menghabiskan waktu di apartemen Renjun, membawa keceriaan dan kebahagiaan yang selalu mereka rindukan. Namun, baik Jeno maupun Jino diam-diam menginginkan Renjun kembali ke rumah mereka tempat di mana mereka dulu berbagi segalanya sebagai keluarga utuh.
Suatu sore yang tenang, Renjun berdiri di depan rumah yang dulu ia tinggali bersama Jeno dan Jino. Di tangannya, dia membawa koper besar berisi barang-barang penting, sementara jantungnya berdegup kencang. Renjun menghela napas panjang, merasakan campuran antara gugup dan kerinduan yang tak tertahankan.
Ketika pintu terbuka, Jeno berdiri di sana, terkejut sekaligus bahagia melihat sosok Renjun berdiri di ambang pintu. Mata mereka bertemu, dan Jeno melihat sesuatu yang telah lama ia nantikan ketulusan dan cinta yang terpancar dari mata Renjun.
“Kamu… kamu bawa koper? Apa artinya…?” Jeno bertanya dengan hati-hati, takut berharap terlalu tinggi.
Renjun tersenyum lembut, menatap dalam-dalam pada Jeno. “Aku mau pulang, Jen. Itupun Kalau kamu masih mau aku di sini,” ucapnya lirih, namun penuh keyakinan.
Tanpa berkata-kata lagi, Jeno langsung menarik Renjun ke dalam pelukannya, memeluknya dengan hangat seolah takut sosok itu akan menghilang lagi. “Aku selalu ingin kamu kembali Sayang. Setiap hari, setiap waktu” jawab Jeno, suaranya hampir bergetar karena haru.
Di saat itu juga, Jino yang mendengar suara dari dalam rumah berlari ke arah mereka. Melihat Renjun berdiri di sana, lengkap dengan koper di tangan, Jino langsung memeluk Renjun sambil tertawa riang. “Mama pulang! Mama pulang!” teriaknya senang, wajahnya bersinar penuh kebahagiaan.
Renjun tertawa, mengusap kepala Jino dengan penuh kasih sayang. “Iya, sayang. Mama pulang. Mulai sekarang kita akan tinggal bersama lagi,” katanya, matanya berkaca-kaca.
Malam itu menjadi malam yang tak terlupakan. Rumah yang sempat terasa sepi kini dipenuhi tawa, canda, dan kehangatan yang telah lama hilang. Mereka bertiga memasak makan malam bersama hidangan sederhana namun penuh cinta. Jeno dan Renjun saling membantu di dapur, sesekali tertawa saat tangan mereka tak sengaja bersentuhan, sementara Jino dengan riangnya membantu mengatur meja makan.
Setelah makan malam, mereka menghabiskan waktu di ruang keluarga. Jeno memeluk Renjun di sofa, sementara Jino duduk di pangkuan Renjun berceloteh tentang cerita-cerita lucunya di sekolah. Semua terasa begitu sempurna, seperti potongan dari mimpi yang sudah lama mereka rindukan.
Saat malam semakin larut, mereka bertiga akhirnya berbaring di kamar yang dulu mereka bagi bersama. Jeno menggenggam tangan Renjun erat-erat, menatap mata pasangannya dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih sudah mau kembali, cintaku. Aku berjanji akan menjadi suami dan ayah yang lebih baik. Aku tak ingin kita terpisah lagi,” bisiknya penuh kesungguhan.
Renjun tersenyum lembut, membalas genggaman tangan Jeno. “Aku pulang karena aku tahu tempatku adalah di sini, bersama kalian. Kita akan membangun segalanya lagi, lebih baik dari sebelumnya,” jawabnya, matanya penuh harapan dan ketulusan.
Jino yang mendengar percakapan itu langsung memeluk kedua orang tuanya, menatap mereka dengan wajah polosnya yang dipenuhi kebahagiaan. “Aku sayang Papa, aku sayang Mama,” katanya pelan, sebelum matanya mulai terpejam karena lelah.
Di tengah keheningan malam, ketiganya tidur dengan saling memeluk, hati mereka yang saling terhubung, penuh dengan cinta dan kehangatan. Rumah itu kini benar-benar terasa utuh kembali bukan hanya bangunan, tetapi sebuah tempat di mana cinta dan kebahagiaan tumbuh, memberikan mereka kekuatan untuk menghadapi masa depan bersama-sama.
Masa depan memang mungkin penuh tantangan, tetapi mereka yakin akan satu hal yaitu selama mereka bersama, mereka akan selalu menemukan jalan kembali. Rumah mereka telah kembali utuh, dan cinta di antara mereka akan terus menyala, seperti cahaya yang tak akan pernah padam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanfictionSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...