Jeno lahir dalam keluarga sederhana di sebuah kota kecil yang jauh dari gemerlap kehidupan perkotaan. Setiap hari dalam hidupnya adalah pelajaran tentang perjuangan, pengorbanan, dan harapan. Di keluarganya, tak ada yang didapat dengan mudah setiap hal kecil mulai dari makanan hingga pendidikan adalah hasil kerja keras. Ayahnya bekerja sebagai buruh harian di sebuah pabrik, sementara ibunya adalah pedagang kecil di pasar. Kehidupan mereka cukup berat, namun untungnya keluarganya penuh kehangatan dan kebahagiaan sederhana.
Sejak kecil, Jeno terbiasa mengatur uang sakunya sendiri. Jeni sering kali menyisihkan sebagian dari uang jajannya yang terbatas untuk membeli buku pelajaran. Setiap hari, Jeno melihat teman-temannya membeli mainan atau makanan enak, namun Jeno memilih untuk menabung dan menahan keinginannya. Hal ini membuatnya dewasa sebelum waktunya. Kesulitan hidup membuatnya belajar menahan diri dan berhemat. Jeno tumbuh menjadi anak yang tak mudah tergoda oleh kemewahan sesaat, karena Jeno tahu setiap rupiah yang dipegangnya adalah hasil keringat kedua orang tuanya.
Saat remaja, tekad Jeno semakin kuat. Di sekolah menengah Jeno mulai bekerja paruh waktu demi meringankan beban orang tuanya. Menjadi pelayan di kafe kecil atau pekerja lepas di toko buku, Jeno tak pernah malu melakukan pekerjaan yang dianggap rendah oleh sebagian orang. Baginya, setiap pekerjaan memiliki kehormatan tersendiri, asalkan dilakukan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Perlahan, Jeno membangun rasa percaya diri dan tanggung jawab yang besar dalam dirinya.
Ketika akhirnya Jeno lulus kuliah dengan beasiswa penuh, Jeno berhasil mendapatkan pekerjaan yang menurutnya cukup mapan. Gaji pertamanya diinvestasikan untuk membantu keluarganya dengan membeli kebutuhan rumah, dan memperbaiki kondisi rumah yang sudah lama boco4. Meski kini penghasilannya lebih besar dari sebelumnya, Jeno tetap mempertahankan prinsip hemat dan kerja keras yang telah tertanam dalam dirinya sejak kecil.
Keinginan Jeno untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya tak pernah pudar. Suatu hari, saat masih dalam tahap awal kariernya, Jeno bertemu dengan Renjun. Pertemuan mereka adalah awal dari babak baru dalam hidup Jeno. Di mata Renjun, Jeno bukan hanya seseorang yang ambisius, tetapi juga pria yang tulus dan penuh perhatian. Mereka saling mendukung, saling melengkapi, dan perlahan cinta itu tumbuh semakin kuat. Jeno tahu bahwa suatu saat, Jeno ingin memberikan kehidupan yang nyaman bagi Renjun, seseorang yang selalu mendampinginya.
Namun, selain memikirkan Renjun, ada tanggung jawab lain yang selalu diingatnya yaitu orang tuanya, Papah Jaehyun dan Bunda Doyoung. Mereka sudah bekerja keras sepanjang hidupnya demi memastikan Jeno bisa meraih impiannya. Jeno ingin orang tuanya menikmati masa tua mereka dengan tenang tanpa khawatir tentang finansial atau masa depan. Hal ini membuat Jeno bertekad untuk mengumpulkan cukup uang agar bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk orang tuanya.
Setiap hari adalah perjuangan bagi Jeno. Pagi hari dia berangkat kerja, pulang larut malam, dan jarang memiliki waktu luang. Bahkan saat banyak teman-temannya sudah menikah dan memiliki anak, Jeno masih menahan diri. Jeno merasa belum cukup siap memberikan kehidupan yang layak bagi Renjun yang menurutnya pantas mendapatkan yang terbaik. Di tengah kesibukan, Jeno terus menabung. Jeno ingin membeli sebuah rumah sederhana, agar nanti saat mereka menikah, Renjun bisa merasa nyaman.
Ayah Renjun, Yuta, selalu memerhatikan perjalanan hidup Jeno dengan cermat. Sebagai seorang ayah, Yuta sangat menghargai usaha keras Jeno yang terus berjuang demi masa depan yang stabil. Yuta tahu bahwa di balik ambisi dan kegigihan Jeno, ada niat yang tulus untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi Renjun. Yuta sangat mendukung hubungan mereka, dan dalam hatinya, dia merasa lega melihat putranya bersama pria yang bertanggung jawab seperti Jeno.
Seiring waktu, usaha Jeno akhirnya berbuah manis. Jeno berhasil membuka sebuah restoran kecil untuk orang tuanya. Restoran itu menjadi tempat bagi Papah Jaehyun dan Bunda Doyoung untuk bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Dengan usaha ini, mereka bisa merasa bahagia dan mandiri, tanpa harus terus bergantung pada Jeno. Restoran kecil itu berkembang dan mulai dikenal oleh banyak orang di lingkungan sekitar, menjadikan mereka lebih sukses dari sebelumnya.
Selain itu, Jeno juga akhirnya bisa membeli sebuah rumah sederhana, yang cukup nyaman untuk ditinggali bersama Renjun. Rumah itu bukanlah rumah mewah, tapi Jeno bangga karena rumah itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Saat semua rencana yang telah Jeno susun dengan hati-hati akhirnya terwujud, di usianya yang ke-30 tahun, Jeno melamar Renjun. Lamaran itu adalah janji bahwa dia akan terus berusaha demi mereka, demi kehidupan yang bahagia bersama cintanya.
Namun, di balik semua keberhasilannya, ada satu hal yang tak disadari Jeno. Perjuangan untuk memberikan masa depan yang baik justru menuntunnya pada kebiasaan kerja yang berlebihan. Dalam pikirannya, bekerja lebih keras adalah satu-satunya cara untuk memberikan kehidupan yang layak dan aman bagi keluarganya. Namun, kesibukan yang berlebihan ini akhirnya membuatnya lupa bahwa cinta yang mereka bangun bersama tak hanya bergantung pada materi, tapi juga membutuhkan waktu, perhatian, dan kehangatan.
Renjun sering kali merasa kesepian di rumah, menunggu kepulangan Jeno yang selalu larut malam. Meskipun Renjun memahami dan menghargai kerja keras Jeno, dalam hatinya, ada kerinduan yang perlahan tumbuh. Kerinduan untuk memiliki waktu bersama, bercanda, dan menikmati kebersamaan sebagai keluarga. Renjun ingin Jeno ada di sisinya, bukan hanya untuk memberikan kenyamanan materi, tapi juga untuk berbagi suka duka bersama. Jeno tak menyadari bahwa di tengah perjuangannya, Jeno perlahan kehilangan momen-momen berharga dengan Renjun dan anak mereka, Jino.
Jeno memang tak pernah meragukan cinta yang dia miliki untuk Renjun dan Jino. Namun, keinginannya untuk memberikan yang terbaik membuatnya terjebak dalam lingkaran kerja yang terus berputar. Renjun dan Jino selalu menunggu kepulangannya di rumah dengan penuh harap, namun sering kali Jeno datang saat mereka sudah terlelap. Di dalam hatinya, Jeno ingin bisa memberi lebih dari sekadar uang dan materi namun, dia merasa terperangkap oleh impiannya sendiri hingga membuat pasangan tercintanya pergi dan meninggalkan Jeno dalam kesepian tak berujung.
Kisah hidup Jeno adalah tentang perjuangan, pengorbanan, dan cinta. Di balik semua keberhasilannya, ada kerinduan yang diam-diam dirasakan oleh keluarganya. Kini, Jeno harus belajar bahwa dalam kehidupan, kebahagiaan sejati bukanlah tentang apa yang bisa kita berikan secara materi, tapi tentang kehadiran, cinta, dan perhatian yang kita bagi bersama orang-orang tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanfictionSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...