Bab 4

466 54 1
                                    

Dihari minggu pekan berikutnya sinar matahari menembus tirai kamar Jeno yang sinarnya memberikan kehangatan di seluruh ruangan. Jeno terbangun sedikit lebih awal dari biasanya dan memutuskan untuk memasak sarapan spesial untuk Jino. Kali ini Jeno ingin mencoba membuat pancake yang merupakan sesuatu yang dulu sering dibuat Renjun untuk mereka.

Jeno mengenakan celemek dan mulai mencari-cari resep pancake di ponselnya. Setelah menemukan yang sederhana, Jeno mulai mencampur adonan sambil sesekali melirik ke arah pintu kamar Jino untuk memastikan anak itu masih tertidur. Saat Jeno menuang adonan pertama ke penggorengan tercium aroma manis yang mulai memenuhi dapur membuat Jeno mengingat pada pagi-pagi ceria yang dulu sering dirinya  dan Renjun lewati bersama.

Saat Jino terbangun dan mencium aroma tersebut Jeno segera berlari ke dapur. "Papa bikin pancake?" tanyanya dengan mata berbinar-binar seolah tak percaya bahwa ayahnya bisa melakukan hal itu. Jeno tersenyum dan mengangguk kemudian menata pancake yang sudah matang di atas piring. Meski bentuknya tak terlalu rapi Jeno berharap rasanya cukup enak untuk dinikmati bersama.

"Ya, Papa bikin. Kamu suka?" tanya Jeno dengan nada canggung namun penuh harapan.

Jino mencicipi satu gigitan dan mengangguk antusias. "Enak, Papa! Terima kasih!" serunya sambil tersenyum lebar. Jeno merasa hatinya menghangat saat melihat Jino menikmati hasil masakannya. Meskipun sederhana, momen itu seolah menjadi sebuah langkah kecil yang berarti dalam usaha Jeno untuk memperbaiki dirinya.

Setelah sarapan Jeno memutuskan untuk mengajak Jino ke supermarket. Ini adalah sesuatu yang biasa dilakukan Renjun dulu, tapi Jeno ingin mencoba mengambil alih peran tersebut. Mereka berjalan berdua sambil mendorong troli belanja, memilih bahan-bahan untuk makan malam nanti.

Di salah satu lorong, Jeno melihat Jino memandangi sebuah rak yang penuh dengan biskuit favoritnya. Tanpa berpikir panjang, Jeno mengambil beberapa bungkus dan memasukkannya ke dalam troli, membuat Jino tersenyum senang.

"Papa, bisa nggak kita beli juga Jelly yang dulu sering dibeli sama Mama?" tanya Jino tiba-tiba, suaranya sedikit lirih.

Pertanyaan itu membuat Jeno terdiam sejenak. Ingatan tentang Renjun kembali menyeruak, dan rasa rindunya semakin terasa menyakitkan. Namun Jeno segera tersenyum dan mengangguk, berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di depan Jino. "Tentu saja bisa, nak. Kita beli untuk kamu dan... mungkin juga untuk Mama kalau mama sudah kembali," jawab Jeno pelan, meskipun kata-katanya terasa menggantung di udara.

Jino hanya tersenyum dan mengambil Jelly yang diinginkannya, sementara Jeno merasakan ada harapan kecil yang tumbuh di hatinya. Mungkin Renjun belum kembali, tapi setidaknya Jeno bisa menjaga kenangan tentang Renjun tetap hidup di dalam diri Jino. Dan itu, menurut Jeno, sudah cukup untuk saat ini.

Setelah belanja, mereka pulang dan menghabiskan waktu di ruang tamu, menyusun puzzle bersama. Jeno merasakan momen-momen ini sebagai kesempatan yang tak ternilai. Jeno menyadari bahwa meskipun tidak mudah untuk mengubah kebiasaan lamanya, waktu yang Jeno habiskan bersama Jino membuat segala usahanya terasa berharga.

Di tengah keheningan sore itu, Jeno mulai bercerita kepada Jino tentang masa kecilnya, tentang bagaimana dulu dirinya dan sang mama (renjun) pertama kali bertemu, dan bagaimana mereka memutuskan untuk membangun keluarga kecil mereka. Jino mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun mungkin belum sepenuhnya memahami apa yang disampaikan oleh sang papa.

Namun di mata Jeno, dia mulai melihat bahwa Jino bukan hanya sebagai anak kecil yang hanya perlu dirawat, tetapi juga sebagai teman yang bisa diajak berbagi cerita dan membuat kenangan indah. Jino adalah pengingat bahwa meskipun Renjun telah pergi, masih ada banyak hal yang bisa diperjuangkan dalam hidupnya.

Malam itu, setelah Jino tertidur, Jeno kembali duduk di depan foto keluarga mereka. Jeno mengambil ponselnya, menatap kontak Renjun sekali lagi. Rasa rindu itu tak tertahankan, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya ada kekuatan untuk tidak sekadar meratapi kehilangan. Jeno ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa menjadi lebih baik, demi Jino dan demi harapan bahwa suatu hari nanti, Renjun mungkin akan melihat usahanya.

Jeno tidak tahu kapan atau bagaimana, tapi Jeno percaya bahwa upaya ini akan membuahkan hasil. Dan untuk saat ini, melihat senyum Jino sudah cukup untuk membuatnya merasa bahwa dia berada di jalan yang benar.

-...

Hadirmu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang