Pada suatu malam yang sunyi, seorang remaja laki-laki berusia lima belas tahun duduk di meja belajarnya, ditemani oleh selembar kertas dan pena. Tatapannya jatuh pada kertas kosong di depannya, sementara hatinya penuh dengan kata-kata yang ingin disampaikan. Dengan tarikan napas dalam, Jino mulai menulis, menuangkan segala perasaan yang selama ini ia simpan.
Dear Papa, Mama, dan adik kecilku yang belum sempat lahir,
Hari ini, aku sudah berusia lima belas tahun. Waktu berlalu begitu cepat, ya? Rasanya seperti baru kemarin kita bertiga masih bersama, tertawa, dan bahagia. Meski hanya beberapa tahun saja waktu yang kita habiskan, aku merasa itu adalah kenangan seumur hidup yang sangat indah.
Papa, aku ingat betapa lucunya Papa saat membuatku tertawa dengan candaan-candaan aneh Papa. Mama selalu tersenyum dan menggelengkan kepala, seperti bilang, “Jeno, ayahnya Jino ini memang aneh, ya?” Tapi aku tahu, mama selalu menyukai setiap detik itu. Aku juga suka Pa.
Mama, aku selalu ingat hangatnya pelukan mama. Mama yang selalu membuat semuanya terasa lebih baik. Kadang aku memimpikan pelukan itu, hangatnya masih terasa hingga sekarang. Dalam mimpi-mimpiku, aku bisa melihat senyuman mama lagi, senyuman yang membuat hatiku damai. Aku rindu sekali, Ma.
Dan adik kecilku… meskipun kita tidak sempat bertemu, aku selalu memikirkanmu. Terkadang aku bertanya-tanya, seperti apa rupamu jika kau sempat lahir. Aku yakin kau akan mirip mama dan Papa, dengan senyuman yang manis dan wajah yang lembut. Aku sering membayangkan kita bermain bersama, berbagi rahasia, bahkan bertengkar kecil seperti kakak-adik pada umumnya. Tapi, Tuhan punya rencana lain, dan aku percaya kau sekarang sudah damai di sana bersama Papa dan Mama.
Banyak yang ingin kusampaikan, tapi kata-kata ini kadang tidak cukup untuk menggambarkan perasaanku. Aku hanya ingin kalian tahu bahwa aku baik-baik saja. Opa Jaehyun dan Oma Doyoung menjaga dan merawatku dengan penuh cinta. Mereka selalu menceritakan kisah tentang Papa dan Mama, bagaimana kalian adalah orang-orang terbaik yang pernah ada. Aku sering tersenyum dan tertawa mendengar cerita mereka, tapi kadang juga menangis. Namun, itu adalah tangisan bahagia, karena aku tahu aku pernah memiliki kalian.
Aku ingin kalian tahu bahwa aku berusaha menjadi anak yang kuat dan membanggakan. Papa, Mama, kalian tidak perlu khawatir tentangku. Aku baik-baik saja di sini, meski kadang terasa sepi tanpa kalian. Setiap hari aku berdoa untuk kalian, berharap bahwa kalian bahagia di tempat kalian sekarang.
Aku berjanji akan menjalani hidup ini dengan penuh semangat, seperti yang Papa dan Mama ajarkan kepadaku. Aku ingin membuat kalian bangga, dan suatu hari nanti, ketika kita bertemu lagi, aku berharap aku bisa menceritakan banyak hal baik yang kulalui di dunia ini.
Terima kasih untuk semua cinta yang pernah kalian berikan. Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku, walaupun hanya sebentar. Cinta kalian akan selalu ada di hatiku, sampai kapanpun.
Sampai bertemu lagi, Papa, Mama, dan adik kecilku.
Lee Jino
---
Jino menyelesaikan tulisannya dan menatap kertas itu dengan tatapan penuh kerinduan. Jino menutup surat itu dengan hati yang penuh ketenangan, seolah berat beban yang selama ini dipikulnya perlahan terasa lebih ringan. Di malam itu, Jino merasa Papa, Mama, dan adik kecilnya sedang menemaninya, memberikan dukungan yang tak terlihat namun begitu nyata di hatinya.Surat itu disimpan rapi di kotak kecil yang selalu Jeno jaga, sebagai simbol cinta yang tak pernah pudar, sebagai pengingat bahwa meski mereka tak lagi bersama tapi cinta dari keluarga kecilnya akan selalu hidup di dalam hatinya.
End
Hai dengan END nya book ini aku sekalian pamit hiatus sampai jumpa beberapa Bulan/Tahun lagi kalian bisa cek dan baca book aku yang lain yaa
See You
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanfictionSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...