Bab 24

177 23 1
                                    

Beberapa bulan berlalu sejak Jeno, Renjun, dan Jino memutuskan untuk tinggal bersama kembali. Hari-hari mereka diwarnai dengan kebahagiaan sederhana seperti memasak sarapan bersama, mengantar Jino ke sekolah, hingga menghabiskan akhir pekan di taman atau sekadar menonton film bersama di rumah. Jeno, yang dulu lebih sering menghabiskan waktu di kantor, kini selalu berusaha untuk pulang tepat waktu. Janjinya untuk menjadi suami dan ayah yang lebih baik benar-benar ia tepati.

Namun, belakangan ini, Renjun merasa tubuhnya sering lelah dan mengalami mual di pagi hari. Awalnya, Renjun berpikir itu hanya akibat kelelahan atau perubahan pola makan. Tetapi gejala itu semakin sering muncul dan membuatnya cemas.

Suatu pagi, saat Jeno sudah berangkat kerja dan Jino berada di sekolah, Renjun duduk di meja makan sambil memegang secangkir teh jahe untuk meredakan mualnya. Renjun mengingat-ingat kembali gejala yang dialaminya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa disadari, hatinya terlintas sebuah pikiran yang membuatnya terdiam sejenak.

Apa mungkin… aku hamil?” gumamnya lirih.

Pikiran itu membuatnya ragu, namun juga menumbuhkan secercah harapan di hatinya. Tanpa menunggu lebih lama, Renjun memutuskan untuk pergi ke apotek terdekat dan membeli alat tes kehamilan. Renjun merasa jantungnya berdebar kencang saat pulang ke rumah, tak sabar untuk mengetahui hasilnya.

Setelah beberapa saat menunggu hasil tes, Renjun menatap alat itu dengan perasaan campur aduk. Dua garis merah muncul di sana, menandakan bahwa dirinya memang hamil. Air matanya menetes, tetapi bukan karena sedih melainkan rasa bahagia yang tak terkira. Setelah bertahun-tahun bersama Jeno, kini mereka akan memiliki seorang anak lagi. Renjun tidak sabar untuk memberitahu Jeno dan membayangkan bagaimana reaksi suaminya.



Sore harinya, Renjun memutuskan untuk menyiapkan kejutan kecil bagi Jeno. Renjun memasak hidangan favorit Jeno dan menghias meja makan dengan lilin-lilin kecil, menciptakan suasana yang hangat dan romantis. Jino, yang pulang dari sekolah, ikut membantu menyiapkan meja makan, meskipun Jink tidak mengerti alasan di balik semua persiapan ini.

Ketika Jeno pulang, ia terkejut melihat suasana yang berbeda di rumah mereka. Lilin-lilin menyala dengan lembut di meja makan, aroma masakan memenuhi ruangan, dan Renjun berdiri di sana, tersenyum manis sambil menggendong Jino di sisinya.

Ada apa ini? Apa kita merayakan sesuatu sayang?” tanya Jeno sambil tersenyum.

Renjun hanya tertawa kecil, menuntun Jeno untuk duduk di meja makan. Setelah mereka semua duduk dan mulai makan, Renjun merasa gugup, mencari waktu yang tepat untuk mengungkapkan kabar bahagia itu. Jeno memperhatikan perubahan pada Renjun yang terlihat lebih bersemangat sekaligus gugup.

Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan,” Renjun akhirnya berkata sambil menggenggam tangan Jeno di atas meja.

Jeno tersenyum, menatap Renjun dengan penuh perhatian. “Ada Apa? Kamu terlihat sangat bahagia hari ini.”

Renjun mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengatur kata-katanya. “Jen… aku hamil,” ujarnya pelan, namun penuh kebahagiaan.

Mata Jeno membesar, terkejut namun juga berkilat dengan kebahagiaan yang tak bisa ia sembunyikan. “Kamu… hamil?” ulangnya, seakan-akan ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

Renjun mengangguk, matanya berkaca-kaca karena haru. “Iya, Jen. Kita akan punya anak lagi.”

Jeno tidak bisa menahan dirinya. Jeno langsung berdiri dan memeluk Renjun erat, penuh kasih sayang. “Ini… ini benar-benar kabar yang luar biasa, sayang! Terima kasih… terima kasih sudah memberikan hadiah seindah ini,” katanya, suaranya bergetar karena emosi.

Jino yang mendengar percakapan itu tampak bingung, namun kemudian ia tertawa riang ketika Jeno menjelaskan kepadanya bahwa ia akan segera memiliki adik. “Jadi aku bakal jadi kakak?” seru Jino dengan mata berbinar-binar.

Renjun mengangguk sambil mengusap kepala Jino. “Iya, Jino akan jadi kakak yang hebat untuk adikmu nanti.”

Malam itu, suasana rumah mereka dipenuhi kebahagiaan yang tak terlukiskan. Jeno dan Renjun saling berpelukan di sofa, membicarakan impian mereka untuk anak yang akan lahir, membayangkan masa depan yang cerah untuk keluarga kecil mereka.


Hari-hari berikutnya, Jeno semakin perhatian pada Renjun, memastikan istrinya mendapatkan istirahat yang cukup dan menghindari hal-hal yang bisa membuatnya lelah. Jeno bahkan sering pulang lebih awal dari kantor hanya untuk memastikan Renjun baik-baik saja. Setiap hari terasa seperti mimpi bagi Jeno mimpi di mana ia memiliki keluarga yang utuh, bahagia, dan penuh cinta.

Di sisi lain, Renjun merasakan kasih sayang Jeno yang semakin besar padanya, membuatnya merasa beruntung karena telah memutuskan untuk kembali. Mereka sering duduk bersama di malam hari, saling berbagi perasaan dan cerita-cerita lama, menyadari betapa jauh mereka telah melangkah untuk mencapai kebahagiaan ini.

Suatu malam, saat mereka sedang bersantai di kamar, Renjun tiba-tiba meraih tangan Jeno dan meletakkannya di atas perutnya yang mulai terlihat sedikit membesar. Jeno menatap Renjun dengan mata penuh cinta, sambil berbisik pelan, “Terima kasih cintaku, sudah mau berjuang untuk keluarga ini. Aku berjanji, aku akan selalu ada untukmu dan anak-anak kita.”

Renjun tersenyum, menahan air mata bahagia yang hampir menetes. Renjun mengusap lembut pipi Jeno, merasa tak ada lagi kebahagiaan yang melebihi momen ini. “Aku juga berterima kasih padamu, Jen, karena telah membawaku kembali. Kita akan selalu bersama, apa pun yang terjadi, Maaf dulu aku sangat egois pergi meninggalkanmu” jawabnya penuh keyakinan.

Mereka berdua saling menatap, merasakan cinta yang mendalam di antara mereka. Mereka tahu bahwa kebahagiaan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan baru yang akan mereka tempuh bersama sebagai sebuah keluarga. Dengan cinta yang semakin kuat, bersama anak-anak mereka yang menjadi buah hati dari cinta sejati yang tak akan pernah pudar.

Dengan setiap hari yang berlalu, Jeno dan Renjun semakin dekat, baik sebagai pasangan maupun sebagai calon orang tua dari anak mereka yang baru. Rumah mereka bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi sebuah tempat di mana mereka bisa berbagi tawa, air mata, dan cinta yang mendalam.

Di bawah langit malam yang penuh bintang, Jeno dan Renjun berdiri di balkon, menatap ke arah masa depan mereka. Mereka tahu bahwa selama mereka bersama, mereka bisa menghadapi segala tantangan yang mungkin datang.

Hadirmu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang