Hari itu, Jeno memutuskan untuk membawa Jino ke apartemen Renjun lagi. Bukan hanya untuk menghabiskan waktu bersama Jino, tapi juga karena dia ingin lebih sering melihat Renjun. Kali ini, Jeno bertekad untuk tidak membiarkan perasaan negatif mengganggu hubungan mereka lagi.
"Mama! Aku datang lagi!" Jino berlari-lari kecil menuju pintu apartemen Renjun dengan senyum lebar di wajahnya. Renjun, yang mendengar suara Jino, langsung membuka pintu dengan senyum yang sama hangatnya.
"Hai, sayang! Mama kangen sama kamu," Renjun langsung mengangkat Jino ke dalam pelukannya dan mencium pipi anak kecil itu berulang kali. Jino terkikik, merasa sangat dicintai.
Jeno yang melihat pemandangan itu berdiri di belakang dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Ada kebahagiaan terselip di sudut hatinya melihat kehangatan yang selalu muncul di antara Renjun dan Jino. Ini adalah sesuatu yang dulu Jeno anggap remeh, namun sekarang Jeno menyadari betapa berharganya momen-momen ini.
"Masuklah, Jeno. Aku sudah buat kopi untukmu," ujar Renjun sambil tersenyum, mengajak Jeno masuk ke dalam apartemennya.
Jeno mengikuti mereka ke ruang tamu. Saat dia duduk di sofa, Jeno memperhatikan bagaimana Renjun dan Jino bermain di lantai, menghabiskan waktu bersama. Tidak ada ketegangan atau kecanggungan yang dirasakan Jeno, hanya ketenangan yang mulai tumbuh di antara mereka bertiga.
Setelah lelah bermain Jino tertidur lelap di kamar tamu, suasana apartemen Renjun berubah menjadi sunyi. Hanya ada suara napas tenang dari Jino yang terlelap. Renjun berdiri di ambang pintu kamar tamu, memperhatikan Jino yang tidur nyenyak, wajah mungilnya tampak damai. Renjun merasa lega melihat si kecil Jino kembali bahagia.
Jeno yang berdiri di belakang Renjun, mengamatinya dengan sorot mata yang penuh kerinduan. Sejak Renjun kembali hadir dalam hidupnya, Jeno tidak bisa menahan perasaan yang terus membuncah di dadanya. Kerinduan yang telah lama terpendam kini semakin sulit untuk diabaikan. Jeno ingin Renjun kembali sepenuhnya.
“Renjun,” panggil Jeno dengan nada lembut. Renjun menoleh dan tersenyum kecil, lalu menutup pintu kamar Jino dengan pelan.
“Jino Sudah tidur nyenyak dia sangat mengemaskan bukan?” kata Renjun sambil berjalan menuju kamar utamanya, diikuti oleh Jeno.
“Ya. Sekarang giliran kita istirahat,” jawab Jeno dengan senyum tipis yang tak bisa menyembunyikan hasrat dalam dirinya.
Begitu pintu kamar utama tertutup, Jeno segera mendekatkan tubuhnya ke Renjun, memeluknya dari belakang. Tangannya melingkar erat di pinggang Renjun, membuat napas Renjun sedikit tercekat. Tubuh Jeno terasa hangat.
“Aku rindu banget sama kamu, Renjun,” bisik Jeno pelan di telinga Renjun, nadanya penuh emosi. “Aku nggak bisa nahan lagi…”
Renjun menahan napas sejenak. Renjun bisa merasakan detak jantung Jeno yang berdetak cepat di punggungnya. Kerinduan Jeno jelas terasa dalam setiap sentuhannya. Meski sempat meragukan perasaan Jeno, kali ini Renjun memilih untuk tidak melawan. Ia juga merindukan kehangatan Jeno, pria yang ia cintai dengan sepenuh hati.
Jeno mulai membawa Renjun ke ranjang membaringkan tubuh mungil itu di atas kasur. Dengan lembut, Jeno memeluk tubuh Renjun dan membenamkan wajahnya di dada Renjun. Tangan Jeno bergerak pelan menyentuh tubuh Renjun dengan lembut namun penuh gairah.
“Jeno…” Renjun berbisik, suaranya teredam oleh rasa canggung dan kerinduan yang bercampur. Namun, Renjun tidak menolak. Tangannya dengan perlahan membelai rambut Jeno yang kini sudah membenamkan wajahnya di dadanya.
Jeno yang merasa diberi izin untuk mendekat lebih dalam, tanpa ragu mulai membuka kemeja Renjun dan menghisap lembut dada Renjun. Gerakan itu membuat Renjun terkejut, tapi dia tidak mendorong Jeno menjauh. Sebaliknya, Renjun membiarkan Jeno menyetuhnya
Renjun mencoba menutup matanya dan membiarkan dirinya terhanyut dalam perasaan hangat yang selama ini ia abaikan. Tapi tubuhnya bereaksi dengan cara yang membuat pipinya memerah. Rasa malu sempat muncul, namun Renjun tidak menghentikan Jeno.
Ketika Renjun akhirnya terlelap, tubuhnya terasa ringan, seolah semua beban yang selama ini menghantuinya telah sirna. Pagi harinya, saat Renjun mulai terbangun, Renjun merasakan sensasi aneh di tubuhnya. Begitu Renjun sepenuhnya tersadar, pipinya langsung memerah saat menyadari bahwa Jeno masih menyusupkan wajahnya di dadanya. Bahkan, Renjun bisa merasakan bibir Jeno masih menghisap lembut putingnya. Wajah Renjun semakin merah, namun ia tidak bergerak.
"Apa yang terjadi semalam😣😣…" pikir Renjun dalam hati, merasa tersipu namun tak ingin mengganggu momen itu. Meskipun malu, ada rasa hangat yang memenuhi hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanficSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...