Malam itu setelah memastikan Jino tertidur pulas di kamarnya Jeno dan Renjun memilih untuk duduk di balkon kecil rumah Jeno dengan ditemani sejuknya angin malam dan kerlip bintang di langit. Suasana di antara mereka dipenuhi keheningan yang cukup mencekik seperti ada banyak kata yang ingin diungkapkan namun terhalang oleh rasa ragu yang terpendam. Renjun menatap langit, menghindari pandangan Jeno yang Renjun tahu begitu sarat dengan emosi.
"Aku tidak pernah ingin pergi, Jen" Renjun tiba-tiba mengaku, suaranya bergetar pelan di udara malam. "Tapi aku merasa terperangkap dalam kesepian meskipun kita tinggal serumah. Rasanya seperti ada jarak yang tidak pernah bisa kuhapus di antara kita."
Jeno menghela napas panjang, menatap bayangan Renjun yang terlihat rapuh dalam cahaya bulan. “Aku tahu, Ren. Aku yang membuat jarak itu,” ucap Jeno lirih, penuh penyesalan. “Tapi aku tidak pernah tahu bagaimana caranya menghapus jarak itu tanpa melepaskan ambisi dan mimpiku. Dan karena itu, aku kehilangan kamu.”
Renjun akhirnya menoleh, menatap Jeno dengan tatapan yang sarat dengan kejujuran dan kesedihan. “Kamu tahu apa yang paling sulit, Jen? Melihat Jino tumbuh setiap hari tanpa aku bisa ada di sampingnya, tanpa aku bisa menenangkannya saat dia menangis di malam hari, atau saat aku tidak bisa mendengarkan ceritanya tentang hal-hal kecil yang membuatnya bahagia,” ujar Renjun sambil mengusap air mata yang jatuh. “Aku rindu... setiap detik bersama Jino.”
Jeno merasa hatinya tercubit mendengar kata-kata Renjun terlebih saat membayangkan betapa hancurnya perasaan Renjun selama ini. Jeno tahu kesalahannya tak akan mudah dimaafkan namun melihat Renjun di hadapannya sekarang Jeno sadar bahwa masih ada kesempatan yang bisa mereka perjuangkan.
“Aku ingin memperbaiki semuanya, Renjun. Bukan hanya untuk Jino, tapi juga untuk kita. Tapi aku juga tahu kalau rasa sakit ini butuh waktu untuk sembuh,” kata Jeno dengan nada yang lebih serius. “Kita tidak harus buru-buru. Tapi kalau kamu mau, aku ingin kita bisa mencari cara agar bisa saling memahami lagi, sedikit demi sedikit.”
Renjun menatap Jeno dengan cukup lama mencoba menemukan ketulusan di balik kata-kata yang Jeno ucapkan. Ada sesuatu dalam diri Jeno yang terlihat berbeda dari sebelumnya mungkin lebih dewasa, atau lebih sadar akan apa yang benar-benar penting. Renjun mengangguk pelan, menghela napas yang terasa berat di dadanya.
“Baiklah, Jeno. Kita tidak usah memaksakan apa pun. Tapi aku bersedia... mencoba memahami kamu lagi, meskipun jalannya pasti tidak mudah,” ujar Renjun, mengulurkan tangannya seolah menawarkan perjanjian baru. Jeno menyambut uluran itu, merasakan hangatnya genggaman Renjun yang pernah begitu familiar.
Malam itu, mereka tak lagi berbicara banyak. Tapi tanpa mereka sadari, ada satu ikatan baru yang terjalin di antara mereka bukan tentang masa lalu yang ingin mereka perbaiki, tapi tentang masa depan yang ingin mereka ciptakan bersama. Jino mungkin masih belum mengerti semua ini, tapi Renjun dan Jeno tahu bahwa untuk kebahagiaan anak mereka mereka harus menemukan kembali jalan menuju kebahagiaan mereka sendiri.
Dan meskipun masa depan masih tak pasti, malam itu Renjun dan Jeno memutuskan untuk mulai berjalan lagi berdampingan bersama dalam usaha memperbaiki setiap retakan yang pernah ada di hati mereka.
Hai aku ada book baru yang lucu banget. Kalian harus mampir dijamin ngakak bacanya book ini adalah cerita lama yang pernah aku upload dulu sekarang reupload lagi. Chapter 1 nya ada di upload saat followersku 430 yakk yukk kepoin dulu book baru aku dan jangan lupa follow supaya ceritanya cepat diuploud
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanfictionSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...