Cahaya matahari pagi menyusup masuk melalui celah-celah tirai kamar membangunkan Jeno yang masih terbuai dalam tidurnya. Mata Jeno perlahan terbuka dan yang pertama kali tertangkap oleh pandangannya adalah wajah Renjun yang terlelap di sampingnya. Senyum tipis terbentuk di wajah Jeno saat melihat Renjun tidur dengan damai di pelukannya seolah waktu berhenti di momen itu.
Tanpa sadar kenangan lama kembali mengalir ke dalam pikirannya yaitu kenangan ketika Renjun masih tinggal bersamanya, saat setiap pagi dimulai dengan kehangatan yang sederhana. Dulu, Jeno selalu menyapa Renjun dengan ciuman pagi di hari sebuah kebiasaan kecil yang Jeno rindukan sejak Renjun pergi.
Jeno mengusap lembut rambut Renjun yang jatuh di keningnya dengan wajah yang masih setengah mengantuk. Jeno kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah ayu Renjun dan tanpa berpikir panjang mencium bibir manis Renjun. Sebuah ciuman singkat namun penuh rasa rindu dan kehangatan. Ciuman pagi yang dulu selalu menjadi awal dari hari-hari mereka.
Renjun terbangun perlahan karena sentuhan lembut yang mampir di bibirnya matanya terbuka sedikit demi sedikit. Saat Renjun menyadari apa yang terjadi, pipinya merona, namun ada rasa hangat yang menyebar di dadanya. Sesuatu yang pernah Renjun pikir tak akan bisa Renjun rasakan lagi setelah ia meninggalkan rumah ini.
"Je-Jeno...," Renjun berbisik pelan, suaranya terdengar serak karena baru bangun tidur. Jeno tersentak sejenak, menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Wajahnya langsung memerah, sedikit merasa malu karena bertindak gegabah.
"Maaf, Renjun... Aku... terbiasa melakukan itu dulu," Jeno menjawab dengan canggung, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Aku tidak bermaksud...”
Namun, Renjun hanya tersenyum tipis, meskipun pipinya masih bersemu merah. Renjun tidak marah, tidak pula merasa terganggu justru ada kehangatan di dalam hatinya yang sudah lama Renjun rindukan. “Tidak apa-apa, Jeno...,” jawabnya pelan. “Hanya saja, aku terkejud.”
Dengan lembut Renjun menarik wajah Jeno dan kembali membubuhkan kecupan manis di bibir tipis Jeno. Jeno pun tersenyum dan mencium bibir Renjun lebih dalam. Renjun yang kehabisan nafaspun menepuk dada Jeno untuk melepaskan ciuman mereka. Dengan pipi yang sama sama bersemu keduanya tertawa bersama di pagi yang cerah
Mereka terdiam sejenak saling menatap dengan jarak yang begitu dekat, seolah waktu membeku di antara mereka. Jeno bisa melihat dengan jelas tatapan lembut di mata Renjun, dan Jeno merasa ada secercah harapan yang kembali muncul. Harapan bahwa mungkin, mereka bisa benar-benar memperbaiki semuanya.
“Ayo turun, aku siapkan sarapan untuk Jino dan untuk kita,” kata Renjun akhirnya, mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka. Jeno mengangguk, masih dengan senyum tersungging di bibirnya. Mereka berdua turun dari tempat tidur, dan meskipun pagi itu sederhana, ada kehangatan yang menyelimuti mereka, yang membawa kembali sedikit demi sedikit kebahagiaan yang pernah hilang.
Jeno menatap Renjun yang berjalan di depannya, dan Jeno sadar bahwa pagi ini terasa lebih cerah dari pagi-pagi sebelumnya. Bukan hanya karena matahari yang bersinar, tapi karena Renjun ada di sampingnya, bahkan jika hanya untuk hari ini. Jeno bertekad, ia akan melakukan apapun untuk membuat kebahagiaan ini bertahan lebih lama atau mungkin selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadirmu✔️
FanfictionSetiap malam, ketika kota terlelap dalam cahaya gemerlapnya, Jeno duduk sendiri di balkon apartemennya, memandangi gemintang yang berkelap-kelip di langit. Dia bertanya-tanya apakah masih ada harapan untuk memperbaiki segalanya, atau apakah keegoisa...