Bab 8

410 43 1
                                    

Setelah pesta ulang tahun Jino yang meriah, Jeno merasa lebih percaya diri dalam menjalani perannya sebagai ayah. Jeno terus berusaha memberikan perhatian dan kasih sayang kepada Jino dan berusaha untuk membangun kembali hubungan antara ayah dan anak yang pernah terabaikan. Namun, meski Jeno berusaha untuk fokus pada Jino, pikirannya masih sering melayang pada Renjun.

Suatu pagi, ketika Jeno dan Jino sedang bersiap-siap untuk pergi ke taman bermain, Jeno menerima pesan dari Sungmin. “Jeno, aku baru saja mendengar sesuatu yang mungkin ingin kamu ketahui. Renjun ada di kota ini. Si pendek itu terlihat di kafe dekat tempat kamu tinggal.”

Jeno merasa jantungnya berdebar kencang. Jeno tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di satu sisi, Jeno merasa terkejut dan senang. Namun, di sisi lain, rasa takut dan keraguan menyelimuti pikirannya. Apakah Renjun ingin bertemu? Apakah Renjun sudah melupakan semua rasa sakit yang terjadi antara mereka?

Setelah berpikir sejenak, Jeno memutuskan untuk membawa Jino ke taman bermain terlebih dahulu. Jeno tidak ingin membebani anaknya dengan keraguannya. Meskipun hatinya bimbang, Jeno tahu bahwa saat ini Jino adalah yang terpenting. Mereka bermain selama beberapa jam, dan Jeno melihat bagaimana senyuman Jino bisa menghilangkan semua keraguan yang ada dalam hatinya.

Namun, saat mereka pulang, Jeno merasa dorongan untuk mencari Renjun semakin kuat. Akhirnya, Jeno memutuskan untuk pergi ke kafe tersebut dan berharap bisa melihat Renjun kemudian berbicara dengannya. Jino tampak bersemangat saat mendengar mereka akan pergi ke kafe, tanpa mengetahui bahwa Jeno memiliki agenda lain di balik kunjungan mereka.

Sesampainya di kafe, Jeno dan Jino melangkah masuk. Suasana di dalam kafe cukup ramai, tetapi Jeno segera mencari sosok yang dikenalnya. Dan kemudian, matanya tertuju pada seseorang di sudut kafe. Renjun duduk sendirian dengan secangkir coklat hangat di tangan wajahnya tampak serius namun terlihat anggun seperti biasanya.

Jeno merasa darahnya berdesir. Jeno hampir ingin membalikkan badan dan pergi, tetapi Jino yang tidak sabaran menarik tangannya, “Papa, ayo! Aku mau pesan minumannya!”

Jeno tersenyum canggung dan mengangguk, berusaha menenangkan diri. Mereka berjalan menuju meja kasir, dan saat itu Jeno merasakan tatapan Renjun yang tertuju padanya. Hati Jeno berdebar, tetapi dia berusaha untuk tidak memikirkan rasa gugup itu. Setelah memesan, Jeno memutuskan untuk mendekati meja Renjun.

Renjun,” panggilnya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh keramaian.

Renjun menoleh dan matanya bertemu dengan Jeno. Ada keheningan sejenak sebelum Renjun mengangkat alisnya, tampak terkejut, tetapi juga tidak terlihat marah. “Jeno… Apa kabar?” tanya Renjun, suaranya tenang namun ada sedikit keraguan.

Aku baik. Ini Jino,” jawab Jeno sambil menunjuk ke arah anaknya yang bersemangat si kecil Jino belum menyadari kalau didepannya adalah sang mama yang selama ini dia rindukan, Jino terlalu fokus dengan minuman di tangannya. “Dia baru saja merayakan ulang tahunnya.”

Renjun tersenyum hangat, melihat Jino yang melambaikan tangan. “Selamat ulang tahun, Jino! Kapan pesta ulang tahunnya?” tanya Renjun padahal di luar kepala pun Renjun tau dengan pasti kapan hari ulang tahun sang putra tersayang

Jino tersenyum lebar. “kemarin baru saja! Papa bikin pesta yang sangat seru!”

Setelah melihat lebih detai siapa yang ada didepannya tiba-tiba tanpa peringatan, Jino berlari ke arah Renjun. “Mama!!!! huaaa MAMA JINO KANGEN SEKALI!!!” teriaknya dengan suara penuh kebahagiaan. Jino langsung melompat dan memeluk Renjun dengan erat tak mau lepas lagi dari dekapan hangat mamanya.

Renjun terkejut sejenak, tetapi segera membalas pelukan Jino. “Jino! Sayang, betapa mama juga merindukanmu!” Suaranya bergetar, dipenuhi oleh emosi yang mendalam. Renjun merasakan kehangatan dan cinta dari pelukan anaknya yang kini tumbuh semakin besar.

Jeno melihat momen itu dengan campuran rasa bahagia dan cemas. Jeno merasa terharu melihat betapa Jino merindukan Renjun. “Jino, kita tidak boleh mengganggu mama, ya?” Jeno berkata lembut, berusaha memberikan ruang bagi mereka.

Tapi Jino hanya tersenyum cerah, wajahnya berbinar saat dia menjawab, “Aku rindu mama hua! Mama, aku ingin bermain dan tidur bersama mama HUAAA!”

Melihat betapa dekatnya Jino dengan Renjun, Jeno merasa ada sesuatu yang mulai terbuka kembali di antara mereka. Renjun terlihat sangat bahagia, dan Jeno merasakan harapan baru tumbuh dalam hatinya. Jeno tahu ini adalah kesempatan penting bagi mereka bertiga.

Renjun, bisa kita bicara sebentar?” Jeno akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara.

Renjun mengangguk, dan mereka melangkah menjauh dari Jino yang kini sedang menggoda Renjun untuk bermain bersama dari kejauhan binar anak itu seakan berbicara betapa rindunya dirinya akan sosok sang Mama. “Bagaimana kabar kamu?” tanya Jeno, merasa canggung.

Aku baik. Aku kembali ke kota ini untuk beberapa urusan pekerjaan,” jawab Renjun, menatap Jeno dengan sorot matanya yang dalam. “Aku merindukan Jino. Aku melihat foto-foto Jino di media sosial. Dia tumbuh dengan cepat, dan aku sangat ingin melihatnya. Aku juga sangat merindukannya.”

Jeno mengangguk, merasakan sakit di hati. “Renjun, aku… aku ingin minta maaf. Aku menyadari betapa bodohnya aku, dan betapa aku merindukanmu.”

Renjun terdiam sejenak, lalu menghela napas. “Jeno, kita memiliki banyak hal yang perlu dibicarakan. Aku ingin melihat Jino, tapi aku juga tidak ingin membuat keadaan menjadi lebih rumit.”

Jeno mengerti dan merasa bahwa ini adalah langkah pertama menuju pemulihan hubungan mereka. “Aku berusaha menjadi ayah yang lebih baik untuk Jino, dan aku berharap kita bisa bersama merawatnya,” ucap Jeno penuh harap.

Dan aku ingin melihat bagaimana kamu berubah,” jawab Renjun, ada secercah harapan dalam suaranya. “Aku tidak ingin menutup semua kemungkinan yang ada Jen tetapi untuk saat ini aku belum bisa kembali kepelukanmu.”

Jeno merasa ada harapan baru yang berkilau di dalam hatinya. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih baik. Mungkin, meski belum bisa membawa Renjun kembali sepenuhnya, meereka masih memiliki kesempatan untuk membangun kembali keluarga yang telah mereka hancurkan.

Malam itu, ketika Jeno pulang bersama Jino dalam hatinya Jeno merasa ada cahaya baru yang mengisi. Jeno bertekad untuk menunjukkan kepada Renjun bahwa dia bisa menjadi sosok ayah dan suami yang lebih baik, bukan hanya untuk Jino, tetapi juga untuk mereka berdua.

Tentu saja saat di bawa pulang tadi Si kecil Jino memberontak tidak ingin dipisahkan dengan sang mama tetapi Jeno tidak bisa memaksa Renjun. Jeno juga tau bahwa masih ada kerinduan yang mendalam yang Renjun pancarkan saat memeluk Jino namun mungkin sekarang belum waktu yang tepat untuk mereka kembali bersama

---

Hadirmu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang