Hidup kadang-kadang seperti pertandingan catur yang rumit. Setiap langkah sudah diperhitungkan, tapi ada satu gerakan kecil dari lawan yang bisa membuyarkan semua rencana. Begitu juga dengan MJ, yang sudah berusaha menjaga jarak dari masa lalu selama bertahun-tahun. Tapi di paddock ini, seperti catur, tak ada yang bisa ia kendalikan sepenuhnya. Hari ini, saat ia hanya ingin menuju garasi Oliver untuk memberi dukungan pada adiknya, seseorang dari masa lalunya—Arlo dan Eleanor—muncul di depannya tanpa peringatan, seolah menantangnya untuk kembali berhadapan dengan apa yang ia coba hindari selama ini.
Eleanor yang pertama kali melihat MJ. Senyum lebar yang dulu begitu familiar, sekarang terasa seperti sebuah topeng.
"MJ! Hey, it's been a while," sapanya dengan nada ramah yang terdengar sedikit dipaksakan.
MJ tersenyum kecil, sebuah usaha untuk menyembunyikan kegugupannya.
"Yeah, it has," jawabnya singkat, mencoba untuk menjaga percakapan tetap singkat. Tapi tentu saja, Arlo, yang berdiri di samping Eleanor, tidak bisa membiarkan momen itu berlalu begitu saja.
"Hey, MJ, apa kabar?" suara Arlo terdengar seperti mimpi buruk baginya. "Kamu datang buat support Oliver?"
"Baik," jawab MJ singkat, mencoba menjaga suaranya tetap stabil meski hatinya terasa berdegup lebih cepat dari biasanya. Matanya beralih sebentar ke Eleanor, yang kini sibuk dengan ponselnya, mungkin berusaha memberi ruang untuk MJ dan Arlo. "Iya. Siapa lagi?
Arlo mengangkat bahu. "I don't know, maybe your special someone?"
MJ tersenyum tipis dan menggeleng, setiap kata yang keluar dari mulut Arlo membuatnya ingin melangkah mundur, keluar dari situasi ini secepat mungkin. Alih-alih menjawab Arlo, pandangan MJ tertuju pada Eleanor. "Lo gimana kabarnya, El?"
"Oh, I'm great," Eleanor menjawab, melirik ke Arlo yang memegang tangannya. "Kita baru banget liburan di Bali. You should have seen the view. Beautiful, like old times."
Old times? Eleanor benar-benar punya keberanian yang luar biasa untuk mengatakan itu di hadapan MJ. Seperti tidak ada yang terjadi di antara mereka berdua. Seperti merebut Arlo dari MJ adalah hal yang sangat lumrah dan biasa dilakukan untuk seorang Eleanor.
Eleanor melanjutkan obrolan, berbicara tentang betapa baiknya karier Arlo sekarang, bagaimana dia baru saja mendapat sponsor besar, seolah-olah MJ perlu diingatkan tentang betapa suksesnya kehidupan Arlo sekarang tanpa dia. Dalam hati, MJ hanya bisa menghela napas. Of course, they're doing great. Why wouldn't they?
"You know, it's good to see Oliver made it to F1. He's a good racing driver as a rookie. Kamu sempet nonton racenya? I know you've been busy with work so I wonder," Arlo kembali memulai pembicaraan, membuat MJ kembali tersadar. Ah, Oliver. Setidaknya topik ini bisa mengalihkan pikirannya.
"Yeah, he's doing well," jawab MJ, meski kenyataannya, ia belum menonton balapan Oliver secara langsung dan tidak langsung sejak lama. Dia berharap Arlo tidak menanyakan lebih banyak lagi karena pertanyaan yang terdengar biasa saja, bagi MJ, semua kalimatnya menyimpan duri.
Sebelum percakapan semakin melebar ke arah yang tidak diinginkannya, sebuah suara lain memecah ketegangan.
"MJ!" Jacob muncul dengan langkah santai namun penuh percaya diri. "There you are. I've been looking for you."
"Jacob," panggilnya, senyum kecil terbit di wajahnya. Ia menghampiri Jacob dengan cepat, meninggalkan Arlo dan Eleanor tanpa perlu alasan lebih lanjut.
"Sorry about that," bisik Jacob ketika mereka mulai berjalan menjauh. "I could tell you needed an escape. Arlo and Eleanor, huh?"
MJ mengangguk pelan. "Thanks for saving me. I wasn't expecting to run into them. Canggung banget nggak sih?"
Jacob tertawa pelan, nadanya penuh pengertian. "Kebayang sih dari muka lo tadi. Arlo's still the same, huh?"
"Pretty much, masih sama aja begitu." jawab MJ, suara tawanya samar. "It's just weird, you know? Seeing them together, talking like nothing ever happened."
Jacob mengangguk. "Iya, gue ngerti. But hey, you handled it well. I mean, you didn't throw anything at them, so that's a win. Gue kalo jadi lo udah jambak rambut Eleanor,"
MJ tertawa kecil, meskipun masih ada sedikit rasa sakit yang tersisa. "Well, I wanted to. Tapi ya, apa gunanya juga? Udah bertahun-tahun lewat."
"Setuju," Jacob setuju. "Tapi gue tahu ini nggak mudah buat lo. Especially with Eleanor. Tapi, perasaan lo sekarang gimana?"
Mereka melangkah lebih jauh dari kerumunan dan menuju garasi Oliver.
"It feels like... standing between two mirrors," MJ memulai perlahan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Lo tahu kan, ketika lo melihat ke satu cermin, lalu pantulannya terus berulang di cermin lain? Itu yang gue rasain ketika ketemu mereka."
Jacob mengangkat alis. "Like a reflection of something you don't want to keep seeing?"
"Exactly," jawab MJ sambil menghela napas. "Arlo and Eleanor are just like... fragments of the past. Every time I see them, it's like I'm forced to relive everything—how things used to be, how everything fell apart. Dan sekarang, gue di sini, kembali ke sini setelah bertahun-tahun menjauh, tapi mereka masih di sana. Still together."
Jacob mengangguk, menunjukkan bahwa ia mendengarkan. "Dan lo nggak bisa begitu aja ngelupain masa lalu. It lingers."
MJ tersenyum masam. "Exactly. I tried avoiding races, avoiding them, but eventually, I had to come back. Especially with Ollie racing. It's just... hard."
Kalau saja di dunia ini ada alat penghapus memori seperti yang ada di Eternal Sunshine of the Spotless Mind, sebuah film karya Michel Gondry, MJ akan dengan senang hati mendaftar untuk menghapus memori Arlo dan Eleanor dari pikirannya.
Jacob menatapnya sejenak sebelum memberikan senyum simpul. "You're stronger than you think, MJ. I can see it. Facing them today? That takes guts."
MJ tertawa kecil, meski tidak sepenuhnya yakin pada kata-kata Jacob. "Mungkin. Atau mungkin gue cuma bertahan secara profesional untuk nggak breakdown sampai weekend ini selesai."
Jacob tertawa pelan. "Kan ada gue. Besides, if they try to bother you again, you've got me to step in."
MJ menatap Jacob dengan lebih tenang sekarang. Di satu sisi, ia merasa sedikit terbantu dengan kehadiran Jacob di sisinya. "Thanks, Jacob. That means a lot."
"Anytime," jawab Jacob dengan santai, ada ketulusan dalam suaranya. "Plus, I don't mind being your knight in shining armor every once in a while."
MJ menertawakan lelucon itu tapi dia tahu bahwa saat ini Jacob sedang berusaha meringankan beban yang ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Number Five
Любовные романыMichelle Jane Kennedy, seorang jurnalis fesyen, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah ditugaskan mewawancarai Jeff Gautama, rekan setim adiknya di F1. Jeff, seorang pembalap berbakat dengan reputasi buruknya di luar trek, berad...