Warning 21+
Cerita ini tidak untuk anak di bawah umur dan silent reader.
Rumah sakit?Untuk apa? Cho Kyuhyun tidak selemah itu. Tertembak di lengan tidak akan membuatnya merengek lantas menangis kesakitan. Dunia yang dikenalnya jauh lebih keras dari itu. Bahkan dalam kondisi lengan yang tertembak pun Kyuhyun masih mampu menggendong Hyona yang pingsan.
Dean langsung berlutut di hadapan Kyuhyun saat itu juga. "Maafkan kecerobohan saya, Tuan."
"Aku akan berurusan denganmu nanti," jawab Kyuhyun tajam. "Kita ke resortku. Shin Hyona butuh istirahat."
"Baik, Tuan."
Kyuhyun masuk ke Limosin dan membiarkan Hyona berbaring di pangkuannya. Kali ini Dean tidak duduk di kursi depan. Ia duduk di samping Kyuhyun sambil membawa peralatan medis. Peralatan medis yang tak pernah jauh-jauh dari dunia yang Kyuhyun jalani.
Kyuhyun membuka jas dan kemejanya, membiarkan Dean mengobati lukanya. Peluru itu masuk ke otot triceps kirinya. Ketika Dean berusaha mengambil peluru itu, wajah Kyuhyun mengerut dan ia mengerang tertahan. Tapi begitu pelurunya sudah berhasil diambil, Kyuhyun kembali tenang, meski keningnya kini dipenuhi keringat.
Kyuhyun mengelus wajah Hyona yang berada di pangkuannya. "Bagaimana dia bisa kabur dan membawa pistolmu?"
"Maaf, saya sempat lengah sebentar karena menerima telepon. Tiba-tiba Nona sudah merebut pistol dari saku saya lalu mengancam akan menembak kepalanya sendiri."
"Dia mengancam akan bunuh diri?"
"Sepertinya Nona cukup cerdas dengan tidak menodongkan senjata pada saya, karena dia tahu itu tidak akan berhasil. Nona tahu bahwa keberadaannya sangat penting untuk Tuan, maka dari itu Nona menodongkan pistol ke kepalanya sendiri," jawab Dean yang masih telaten mengobati luka Kyuhyun. "Maafkan saya. Ini murni terjadi karena kesalahan saya."
Tak mengindahkan kalimat Dean yang terakhir, sudut bibir Kyuhyun malah melengkung sementara tangan kanannya masih sibuk membelai wajah Hyona. Sepertinya hanya Kyuhyun satu-satunya manusia di dunia ini yang masih bisa tersenyum padahal lengannya baru saja tertembus peluru.
"Wanitaku memang secerdas itu," gumamnya. "Aku juga senang dia memiliki keberanian untuk menarik pelatuknya. Tidak semua orang memiliki mental sekuat itu dalam memegang pistol, apalagi tanpa berlatih."
"Bagaimana jika tembakannya mengenai jantung Tuan?"
"Tidak akan. Dia hanya panik, bukan mau membunuh."
Dean tidak lagi menjawab. Pria itu selesai memasang perban pada lengan Kyuhyun, lalu menutup kotak peralatan medisnya.
"Aku memaafkanmu kali ini," gumam Kyuhyun. Membuat pria berkebangsaan Korea-Amerika yang duduk di sampingnya itu membelalak. Karena untuk pertama kalinya, seorang bos The Blackthorn memaafkan seseorang.
"Yang penting dia baik-baik saja, itu sudah lebih dari cukup."
"Tuan..."
Tapi berikutnya Kyuhyun kembali menatap Dean tajam. "Tapi jika hal seperti ini terjadi lagi, aku benar-benar akan memenggal kepalamu dengan tanganku sendiri. Kau tahu aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku, kan?"
Dean langsung membungkuk hormat. "Terima kasih atas kemurahan hatimu, Tuan Cho. Saya akan mengingatnya dengan baik."
"Jaga dia agar tidak kabur. Tapi ingat, keselamatannya tetap yang utama."
"Baik, Tuan."
***
Limosin hitam itu tiba di sebuah resort tepi pantai. Resort milik Kyuhyun yang sering pria itu gunakan untuk istirahat dari peliknya dunia mafia yang ia jalani. Begitu pintu dibukakan, Kyuhyun kembali menggendong Hyona masuk ke dalam resort, naik ke lantai atas dan menidurkannya di kamar yang berhadapan langsung dengan bibir pantai.