45. Kecelakaan

269 66 19
                                    

*******

Tentu saja yang lain sibuk memikirkannya. Tetapi justru dia sendiri sedang santai mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Menikmati semilir angin malam yang menembus jaket membuatnya merasa candu.

Netra hitamnya menyorot ke depan, melihat pengendara lain yang berlalu lalang dari arah yang berlawanan.
Namun beberapa detik kemudian ada satu objek yang membuatnya gagal fokus. Ia memicingkan matanya untuk memastikan bahwa pengendara yang sedang melajukan motornya dengan kecepatan tinggi itu adalah orang yang ia kenali.

Karena penasaran, Zayyan memutuskan untuk mengikuti laju motor itu. Ia menambah kecepatan motornya berusaha menyetarakan posisi.

Bukannya itu Albian, dia ngapain malem-malem ada di sini? Terus kenapa dia kaya buru-buru banget? —Monolog Zayyan di dalam hati.

Semakin Zayyan mendekat, semakin menjauh pula Albian. Tapi karena tak diragukan lagi kemampuan mengendaranya, Zayyan masih sanggup mengikuti. Lelaki itu juga harus bisa lebih hati-hati agar tidak ketahuan. Lagi pula Zayyan terlanjur penasaran dengan perkataan Erlangga.

Tunggu-tunggu. Gue kaya kenal jalan ini.—batinnya lagi.

Zayyan semakin dihantui rasa penasaran. Karena apa yang ia pikirkan perlahan mulai terjawab dengan samar. Ia mulai memelankan motornya kala yang diikuti ternyata berbelok dan berhenti di sebuah rumah berukuran besar dengan pagar yang sudah terbuka.

Entah kenapa, seperti ada kesempatan untuknya. Pagar itu tidak tertutup, karena tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Zayyan pun melepas helm dan turun dari motor, ia mengendap-endap hendak mengintip dari balik pagar besar itu.

Tubuh Zayyan tremor, matanya mulai memanas seperti akan ada cairan yang akan turun membasahi. Zayyan melihat seorang wanita yang sangat ia kenali sedang berdiri dihadapan Albian. Wanita itu seperti sangat amat menunggu kedatangan sang putranya.

Perasaan sakit yang amat sangat luar biasa, lebih menyiksa dari hal-hal sebelumnya. Bagaimana bisa Zayyan melihat ibunya yang selama ini ia cari-cari dan amat ia rindukan justru bahagia dengan keluarga yang Zayyan juga tak kenali. Albian? Kenapa lelaki itu merebut belahan jiwanya?

Zayyan semakin hancur, karena mengingat ia seperti sudah dibuang, ibunya tak mencari keberadaannya, bahkan justru melupakan dirinya.

"Mamah..." Bibir Zayyan bergetar. Ia terisak. "Kenapa Mamah tega sama Zayyan? Apa Mamah udah ngga sayang lagi sama aku? Mana janji Mamah yang katanya cuman pergi sebentar, ini udah jauh melebihi janji, Mah! Sakit, Mah. sakit banget..." Zayyan meratapi rasa sakit itu sendirian.

Zayyan semakin tak kuat menahan isak tangisnya. Apa lagi melihat kedekatan antara Albian dan wanita itu yang sangat hangat. Albian mencium tangan Vira kemudian dibalas pelukan dan ciuman tulus dipuncak kepala Albian oleh Vira—yang diketahui adalah ibunda dari Zayyan bukan Albian.

Zayyan masih di sana, berusaha mengetahui lebih jauh walau nyatanya pedih. Sedangkan Albian sangat senang karena ibunya datang berkunjung lagi ke Jakarta. Vira yang dinyatakan amnesia dan justru mendapat keluarga baru adalah hal yang sama sekali tidak diketahui oleh putra kandungnya, yaitu Zayyan.

Yang Vira tau, ia hanya memiliki satu perempuan anak kandung dan satu anak laki-laki dari suami yang sekarang, yaitu Albian. Ikatannya sudah tidak diragukan lagi, Albian sangat tulus menyayangi adik dan ibu sambungnya itu, begitupun Vira.

"Mamah kenapa dateng ngga ngabarin dulu? Kan Albian bisa jemput."

Itu adalah kalimat pertama yang Zayyan dengar. Rasanya tak rela jika ada orang lain yang memanggil wanita itu dengan sebutan mamah selain dirinya.

EXSBLASS & ZAYYAN [BELUM DIREVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang