Kemarin adalah hari yang telah berlalu, yang tidak perlu diulang namun tetap dipetik pelajarannya. Hari ini adalah yang sedang dijalani, mempersiapkan diri untuk apapun yang terjadi keesokan harinya. Suasana malam di kota Sidoarjo tidak luput dari perhatian Alessa, kota yang dikenal orang-orang sebagai kota udang, entah kenapa memiliki kesan tersendiri dimata gadis berdarah jawa itu. Mungkin kotanya yang berkesan, atau Orangnya.
Alessa menyeruput secangkir teh di hadapannya, sesekali melirik ponselnya untuk melihat sudah berapa lama kira-kira dia bercengkrama dengan dunia luar.
"Aku kesini lagi, tapi kali ini sendiri. Hehehe" Monolognya, matanya yang sedikit sayu menatap sekeliling. Disinilah dirinya pertama kali bertemu dengan sosok yang katanya pemenang di hati Alessa, meski tidak menetap. Sebelum Jakarta, Sidoarjo sudah lebih dulu mengambil alih sebagai saksi.
Lamunan gadis itu seketika buyar mendengar suara notif dari ponselnya.
Alessa menghela nafas, tangannya itu mulai mengetikkan balasan untuk laki-laki yang beberapa hari lalu mengungkapkan jatuh cintanya.
Selesai membalas pesan dari Yoga, Alessa memilih beranjak dari tempatnya. Ponselnya ia masukkan ke saku hoodie berwarna pinknya tanpa mempedulikan lagi balasan pesan dari Yoga. Tubuh dengan tinggi 152 itu mulai menjauh dari Alun-alun, sesekali Alessa mengukir senyuman di wajahnya. Jika diingat-ingat, kenangannya bersama Tyo cukup manis.
****
"Ayah denger kamu lagi deket sama cowok di sekolah, siapa? Hebat ya kamu, sekolah belum ada hitungan 4 bulan udah main cowok aja." Randika, yang baru saja pulang untuk cuti pekerjaan langsung mengintrogasi putrinya yang hendak pergi ke sekolah. Ternyata, pria itu sudah banyak mendapatkan informasi mengenai Alessa, termasuk kedekatannya dengan Yoga.
"Cuman temen, nggak lebih." Jawab gadis itu dengan nada khasnya yang sinis tiap kali berbicara dengan ayahnya. Entah kenapa, Alessa benci sekali jika ayahnya sudah bersikap mengekang dirinya.
"Pikirin dulu sekolahmu, jangan ngelakuin hal-hal yang nggak berguna, buang-buang waktu."
Tidak menjawab ucapan Ayahnya, Alessa lebih memilih cepat-cepat menghabiskan sarapannya. Mulutnya diam, tapi hatinya berisik. "Pulang-pulang nggak punya kerjaan lain kayanya selain ngejudge apa yang dilakuin anaknya."
"Udahlah mas, namanya juga remaja udah bisa kaya gitu." Sedikit keberuntungan untuk Alessa hari ini karena sang ibu membelanya.
"Ya tetep aja, kamu mau anak kita jadi anak rusak diluar sana gara-gara bergaul sama laki-laki nggak jelas?"
Sungguh, ini masih pagi tapi laki-laki berstatus Ayahnya sudah berhasil merusak mood Alessa.
"Aku berangkat, assalamualaikum." Ujar gadis itu tanpa menyalimi tangan kedua orang tuanya, moodnya sudah hancur hanya untuk sekedar melihat wajah kedua orang tuanya.
~~~~
Alessa berjalan mengitari koridor sekolah, sesekali dia bertegur sapa dengan teman-temannya yang lewat di hadapannya, tapi kali ini seluruh perhatiannya berpindah kepada cowok dengan almamater ketua osis yang sudah menjadi seragam wajibnya. Hari ini, Tyo sangat menawan, sangat.
"HALO SENGG" Tiba-tiba dari belakang, Farah merangkul bahu Alessa hingga gadis itu sedikit terhuyung kesamping. Wakil ketua MPK ini tidak pernah terlihat tidak bersemangat saat pagi.
"U ok bro?" Tanya Farah ketika menyadari mimik wajah Alessa yang terlihat tidak baik-baik saja sepertinya.
Gadis yang ditanya itu mengacungkan jempolnya, lengkukan senyum terukir di wajahnya.
"Gimana kawan, udah punya pilihan belum? Yoga atau Tyo?" Tanya gadis sebangku Alessa dengan nada menggoda, sedangkan yang ditanya hanya diam saja. Kedua matanya masih fokus melirik sosok laki-laki yang terlihat sibuk dengan proposal Osis di tangannya.
"Yang pasti-pasti aja Sa. Kalau aku sih, lebih milih Kak Yoga yang udah jelas dia suka sama aku, sayang kalau disia-siain." Asumsinya.
"Perasaan manusia nggak bisa dipaksa." Jawab Alessa, pandangannya masih lurus kedepan.
"Oh iya? Tapi lihat kondisi dulu Sa, masalahnya kamu ngasih perasaanmu ke orang yang udah nggak peduli apapun tentang kamu."
Alessa membuang nafas gusar. "Jatuh cinta itu nggak harus memiliki, justru terlihat lebih seru jika orang yang kita cintai bisa menjadi pelajaran dalam hidup kita. Sakit, tapi menyenangkan."
"Tapi-"
"Alessa?" Belum sempat Farah melanjutkan kalimatnya, Yoga yang baru saja dari ruangan MPK berdiri di hadapan Alessa, netra legam keduanya dipertemukan.
"Osis MPK sebentar lagi ada projek buat event sekolah, jadi kamu himbau ke anak-anak Osis buat rapat nanti setelah jam istirahat pertama, aku tadi lupa ngingetin ketosnya, mau balik lagi males."
Mendengar penjelaskan cowok di hadapannya, Alessa membulatkan mulutnya berbentuk 'O', tanda paham dengan perintah ketua MPK di sekolahnya itu.
"Dan, ini buat kamu."
Alessa menatap sebuah benda yang disodorkan oleh Yoga, gantungan kunci berbentuk kuromi yang sangat lucu, itu karakter favorit Alessa.
"B-buat aku?" Yoga mengangguk.
"Kemarin aku jalan-jalan sebentar pulang sekolah, dan nggak sengaja nemu penjual gantungan kunci lucu-lucu, jadi aku inget kamu." Meski sudah tertampar dengan kalimat Alessa yang kemarin, Yoga tetap tidak menyerah. Toh apa salahnya, tetap berkomunikasi dengan baik meskipun perasaan keduanya bertolak belakang.
"Oh iya, makasih kak." Alessa menerima ganci itu dengan senyum yang dia tunjukkan kepada Yoga, ingin menolak tapi Alessa juga harus menghargai pemberian cowok itu.
"Kalau gitu aku duluan ya? Have a nice day cantik." Sebelum pergi, cowok itu mengelus puncak kepala Alessa, disaksikan cukup banyak siswa yang berlalu lalang melewati mereka. Termasuk Tyo yang diam-diam memperhatikan interaksi mereka.
-To Be Continued-
HALOOO AKU KEMBALI, HEHEHEHEE😁
Cukup lama ketua menghilang, akhirnya kembali dengan 1 episode
Maaf nak kanakk, otak buntu bingung mau nulis darimana🫠🫠
Biar aku makin semangat, vote dulu yaaa sayangg😍😍
1 vote 100000000000000 semangat❤️🔥❤️🔥❤️🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN TRAUMA AND LOVE
Ficção AdolescenteCinta mengubah pandanganku terhadap dunia. -------------- Aku butuh dicintai, tapi aku takut terluka lagi.