Bab 17 : Kebenaran & Dendam

94 13 6
                                    


.

.

.

Jimin keluar dari sekolah lebih awal hari itu, tetapi bukannya langsung pulang seperti biasanya, dia justru memilih untuk bermain bersama Taehyung. Mereka berdua memutuskan pergi ke studio dance kak Hoseok karena merasa sudah sangat lama mereka tidak berkunjung ke studio kak Hoseok. Studio itu adalah tempat favorit mereka untuk melepaskan stres, menari, dan sekadar bersenang-senang juga menghibur diri karena kak Hoseok yang begitu baik dan lucu Dimana dia sering menghibur Jimin jika dia memiliki masalah. Jimin merasakan kebebasan yang jarang ia dapatkan di rumah, mengingat aturan ketat dari keluarganya, terutama dari sang papa, Seokjin. Jimin dan Taehyung menari hingga larut malam, hingga akhirnya mereka berdua lupa waktu.

Awalnya Taehyung sempat melarang Jimin menari, tapi karena keras kepalanya Jimin sudah sangat parah dia sama sekali menghiraukan apa yang Taehyung katakana dan malah meminta sahabatnya itu untuk bergabung dan membuat beberapa koreo Bersama Kak Hoseok.

Waktu yang terpasang pada jam dinding di studio Hoseok menunjukkan hampir tengah malam ketika Jimin akhirnya sadar kalua dirinya sudah terlalu lama berada di studio kak Hoseok. Namun, Jimin tetap menikmati waktunya bersama Taehyung dan enggan pulang. Mereka baru meninggalkan studio setelah kak Hoseok mengingatkan bahwa studio akan ditutup.

Seokjin yang sudah berulang kali menghubungi Jimin mulai marah besar. Ia pun akhirnya memutuskan untuk menjemput Jimin di studio setelah mengetahui dari sopir pribadi mereka bahwa Jimin tak pulang sejak sore. Setibanya di studio, Seokjin langsung memarahi Jimin di depan Taehyung.

"Kamu pikir ini main-main, Jimin?! Berani-beraninya kamu pergi tanpa pamit dan melanggar aturan dari Papa!" Suara Seokjin menggema di studio, penuh dengan kemarahan yang selama ini ia tahan.

Jimin terdiam, tatapannya jatuh ke lantai. Ia tahu kali ini dirinya benar-benar keterlaluan, tapi tetap saja ia merasa tak adil diperlakukan seperti anak kecil.

"Aku hanya ingin bersenang-senang, Pa. Aku tidak selalu bisa seperti ini!" Jawab Jimin memberanikan diri, meski suaranya mulai bergetar.

"Bersenang-senang? Kamu tidak mengerti seberapa serius keadaanmu, kan?!" Seokjin meledak lagi. "Jantung kamu bermasalah. kamu sakit jantung, Jimin! Itu sebabnya kami semua melindungimu!"

Kata-kata itu menghantam Jimin seperti petir. Dia terdiam, matanya melebar. "Apa yang Papa katakan?" tanyanya dengan suara rendah, penuh ketidakpercayaan.

Seokjin menutup mulutnya, menyadari bahwa dia baru saja mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak terungkap dengan cara seperti ini. Tapi sudah terlambat. Kebenaran telah keluar.

Jimin menatap sang papa dengan penuh amarah dan kesedihan. "Jadi... kalian semua tahu? Mama, Papa, bahkan Kak Jungkook... semua berbohong padaku selama ini?" air matanya mulai mengalir, tetapi kemarahan di dalam dirinya semakin membesar.

"Papa bisa menjelaskan semuanya Jim..." Seokjin mencoba mendekat, namun Jimin mundur.

"Jangan sentuh aku!" Jimin berteriak. "Aku tidak percaya kalian. Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi dari kalian semua."

Setelah berkata demikian, Jimin berlari keluar dari studio, air matanya terus mengalir. Taehyung yang merasa bersalah hanya bisa terdiam, tak tahu harus berkata apa. Seokjin yang merasa bersalah juga terdiam di tempat, sementara Jimin menuju rumah dengan hati penuh luka.

.

.

.

Setibanya di rumah, Jimin langsung mengunci diri di dalam kamar. Setelah Seokjin pulang dan menceritakan semuanya, semua orang di rumah mencoba membujuknya untuk keluar dari kamar, tapi Jimin tidak mau bicara dengan siapapun. Bahkan Jungkook, yang biasanya bisa meluluhkan hatinya, tidak berhasil kali ini. Jimin merasa semua orang di sekitarnya telah bersekongkol untuk membohonginya.

Don't WorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang