20 : Tertangkap

84 11 11
                                    

.

.

.

Guys, aku ingin mengingatkan kalian bahwa di chapter ini ada adegan kekerasan yang mungkin cukup sensitif bagi sebagian pembaca. Harap bijak, ya, saat membaca.

🤍 Untuk teman-teman di bawah umur, aku sarankan untuk skip chapter ini saja dulu, ya, dan bersabar menunggu next chapter yang pasti akan segera aku update.

Terima kasih atas pengertian kalian! 🫶 Stay safe and enjoy the story responsibly! 😊

.

.

.

Langit mulai gelap saat Jimin menyelinap keluar dari rumahnya. Tubuhnya yang lemah berusaha menahan napas yang semakin berat. Pikiran Jimin penuh dengan kegelisahan, tetapi tekadnya untuk melindungi keluarganya jauh lebih kuat daripada rasa takutnya. Nama Young Jae, putra Kim Daeho, kembali terngiang di benaknya. Senior di sekolah yang terkenal sebagai biang kerok ini pernah dikeluarkan karena membully Jimin. Ia merasa bahwa ini adalah awal dari benang merah yang harus ia ungkap.

Dalam beberapa hari terakhir, Jimin mengamati Seungwoo, salah satu anak buah Young Jae yang sering terlihat mengawasinya di sekolah. Tanpa menarik perhatian, Jimin menunggu saat yang tepat untuk mendapatkan informasi penting. Hingga suatu sore menjelang petang, ia melihat Seungwoo menuju gudang tua di pinggir kota. Dengan hati-hati, Jimin mengikuti dari kejauhan dan mengintai Seungwoo yang masuk ke dalam bangunan tersebut. Instingnya mengatakan tempat ini menyimpan rahasia besar.


Rumah Keluarga Park

Ruangan di rumah keluarga Park memiliki nuansa mewah namun hangat, dikelilingi oleh perabot mahal dan pencahayaan yang lembut. Jam dinding terus berdetak, seakan menambah tekanan pada suasana yang mulai mencekam. Langit berwarna jingga memudar menjadi abu-abu saat malam mulai menjelang. Di ruang tamu yang hangat namun sunyi, Nara duduk di sofa sambil memegang cangkir teh yang sudah dingin, kekhawatiran terpancar di wajahnya. Jungkook yang sedari tadi diam hanya memandang layar ponsel yang tidak ada notifikasi apapun. Di dekatnya, Yoongi paman dari Jungkook dan Jimin, duduk bersandar dengan kedua tangan di saku jaketnya. Wajahnya tampak serius, matanya sesekali menatap jam dinding.

Yoongi: "Jungkook, di mana Jimin? Sudah hampir malam, dan dia belum juga pulang."
Jungkook (berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan dahi berkerut): "Tadi saat menghubungiku dia bilang ada urusan dan tidak akan pergi jauh. Tapi aku mulai khawatir juga, Paman."

Yoongi (mengerutkan dahi): "Kau yakin dia bilang begitu? Jimin sering menyimpan sesuatu sendiri. Kalau mengingat kesehatannya sekarang, dia tidak boleh terlalu lelah."
Nara (menghela napas berat): "Aku sudah mencoba menghubunginya beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Biasanya dia akan memberi kabar jika pulang telat walaupun aku tidak langsung melihatnya."

Jungkook memalingkan pandangannya dari jendela, menatap mamanya dengan raut gelisah.
Jungkook: "Aku bisa mencarinya. Kalau perlu, aku akan keliling sampai menemukannya."

Yoongi (mencondongkan tubuh ke depan, nada suaranya rendah namun tegas): "Jungkook, sebelum itu, pikirkan baik-baik. Kau tahu bagaimana Jimin dia bisa saja terlibat sesuatu tanpa sengaja. Apa dia mengatakan sesuatu yang aneh akhir-akhir ini?"

Jungkook terdiam, mencoba mengingat. Ia ingat bagaimana Jimin belakangan ini lebih sering menyendiri, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Jungkook: "Dia... dia memang terlihat gelisah beberapa hari ini paman. Tapi dia tidak pernah mau cerita. Hanya bilang kalau dia bisa mengatasi semuanya sendiri."

Don't WorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang