21

3.1K 301 21
                                    


  Ternyata dugaan mereka salah, Ardian dan Bella mengira jika Aidan akan terbangun namun ternyata tidak, anak itu tidak terusik sama sekali bahkan ketika Ardian menggendong nya dan membawanya masuk ke dalam rumah.

   Bella sendiri dengan hati hati melepas sepatu yang di pakai Aidan dan juga jaket yang di pakainya sebelum kembali menyelimuti putranya.

"Aku ganti baju dulu" Ardian berlalu meninggalkan istrinya di dalam kamar bersama putranya.

   Setelah memastikan putranya nyaman Bella memilih pergi ke dapur, dia ingin menyiapkan makanan spesial buat putranya mengingat saat pertama kali Aidan datang dan makan bersama sedikit kacau.


   Aidan mengerjab pelan, sebelum mengamati sekitarnya, dirinya melirik jam kecil dengan karakter singa yang ada di atas meja samping tempat tidur, Aidan memejamkan matanya, sudah pukul dua siang, bahkan Aidan tidak ada niatan untuk beranjak dari tempat tidur, dirinya terdiam saat harus kembali ke kamar ini, lebih tepatnya rumah yang menurutnya seperti neraka.

  Aidan hanya bisa menghela nafasnya kemudian perlahan mulai bangun dan langsung menuju ke kamar mandi.

  Dia sengaja tidak ganti baju lagian dia tidak tau di mana bajunya.

  Setelah selesai mencuci muka dirinya keluar walaupun enggan tapi karena dia yang merasa lapar, namun ketika Aidan keluar dirinya sedikit terkejut saat ada dua bodyguard yang berdiri di depan pintu kamar yang dia tempati.

"Udah kayak tahanan aja gue, lagian gue gak bakal kabur, duit dari mana gue buat kabur" sindirnya yang pasti masih di dengar dua bodyguard tersebut.

  Aidan menuruni tangga dengan perlahan, dirinya mengira suasana sudah sepi karena mereka pasti sudah melakukan makan siang.

  Namun ternyata salah, justru mereka semua tengah berkumpul di ruang tengah dan entah apa yang di bahas oleh mereka, Aidan sendiri tidak perduli dan lebih memilih berlalu pergi ke dapur.

"Aidan udah bangun nak" Bella tersenyum dan langsung menghampiri putranya.

  Aidan sendiri langsung berhenti ketika wanita itu memanggil nya.

  Sedangkan yang lain hanya terdiam, mereka lebih memilih memperhatikan tingkah Aidan.

"Kamu laper ya, bentar mommy siapkan dulu" Bella dengan semangat menarik tangan putranya menuju meja makan namun Aidan langsung sedikit menepisnya membuat Bella hanya tersenyum hambar.

"Terimakasih nyonya anda tidak perlu repot repot, saya bisa sendiri" ujarnya membuat Bella langsung menatapnya sendu.

"Gak apa apa, mommy aja yang siapin ya sayang, kan Aidan baru sembuh" Bella tidak akan menyerah begitu saja, dia akan berusaha mengambil hati putranya.

  Aidan sendiri terpaksa diam, menatap piring di depannya yang sudah terisi nasi dan lauk yang sepertinya sudah di hangatkan, kali ini memang sepertinya sengaja memasak masakan yang normal menurutnya.

"Ini minumnya, makan yang banyak hm, setelah itu minum obat, tadi sudah lewat jam nya minum obat" Bella sangat antusias menyiapkan semuanya bahkan ketika Aidan tidak memperdulikan nya sama sekali namun sekali kali Aidan juga melirik wanita itu yang terlihat sangat bahagia membuatnya tanpa sadar menggenggam erat sendok di tangannya.

"Jangan benci ibu lu, bagaimanapun dulu dia bertaruh nyawa agar lu bisa melihat dunia, benci terserah tapi jangan berlebihan, kasian"

  Kalimat itu terus terngiang di kepalanya, malam itu nasihat yang di berikan bang Tama sebelum mereka di pisahkan.

  Aidan berusaha menahan emosinya, dia tidak bisa terus terusan berada di situasi saat ini tapi percuma jika dia kabur sekarang.

"Bisakah anda pergi nyonya, saya merasa tidak nyaman saat makan namun ada yang mengawasi" ujarnya pelan tidak perduli wanita di yang berstatus mommy nya itu akan tersinggung atau tidak.

"Ah maafkan mommy, kalau begitu mommy pergi dan habiskan makannya, lalu minum obatnya" ujarnya dengan sendu meninggalkan sang putra yang terdiam menatap makanan nya.

  Aidan sendiri entah mengapa menjadi tidak selera makan, ada yang mengganjal di hatinya, namun egonya lebih tinggi, hampir belasan tahun dirinya berjuang hidup di tempat yang keras, tidak ada kasih sayang hanya fokus bertahan hidup.

  Namun sekarang saat dirinya sudah seperti ini mereka tiba-tiba datang, biarlah jika orang lain akan mengira dirinya jahat atau apapun, karena mereka tidak mengetahui apa saja yang pernah dia alami selama ini.

  Aidan hanya tersenyum tipis menyantap makanannya dengan tidak selera, namun dirinya juga tidak terbiasa membuang buang makanan.

  Aidan tau bahkan dirinya sering melirik mereka yang sedang menatapnya tajam.

"Gak perlu natap gue seperti itu, gue gak bakal takut" ujarnya pelan membuat mereka terkejut terutama Daffa yang sudah mengepalkan tangannya apalagi Daffa melihat dengan jelas mata mommy nya yang berkaca-kaca setelah kembali dari dapur.

"Sudah aku katakan setidaknya hargai mommy, apa kau tidak punya perasaan?" Daffa menatap tajam Aidan yang masih terdiam, sembari memegang sendoknya dengan erat.

"Kalian bicara tentang perasaan, lalu? Bagaimana dengan ku? Apakah kalian juga tidak punya perasaan? Bahkan sampai memisahkanku dengan mereka yang selama ini menemani bahkan merawat anak kecil yang mungkin bisa saja mati di luar sana, jangan bicara soal perasaan kalau kalian sama saja" tekannya.

  Aidan meletakkan sendoknya dengan kasar meminum obatnya dengan cepat sebelum beranjak bahkan kursi yang di duduki nya sampe terguling.

"Bukankah saya tidak melakukan apapun nyonya, saya hanya meminta anda untuk pergi karena saya yang merasa risih, benar bukan?" Aidan tersenyum miring menatap mereka semua.

"Iya kamu tidak melakukan kesalahan sayang" Bella sendiri hanya tersenyum menatap putranya.

"Kalian dengar, ku harap kalian gak tuli" setelah mengatakan itu Aidan memilih kembali ke dalam kamarnya dari pada emosinya semakin memuncak nanti.





    Tidak ada yang mengetahui Aidan menangis sendiri di dalam kamarnya, mencengkram rambutnya sendiri sebagai pelampiasan.

"Bang, kalian di mana hiks, Aidan gak mau di sini hiks" tubuhnya bergetar apalagi mengingat semua kenangan nya, bagaimana dulu dirinya yang selalu di gendong kemana mana sembari mengikuti kegiatan bang Tama atau gak bang Anton yang menjaga pasar.

   Bang Anton yang selalu mengajarinya membaca atau gak menulis dari buki yang dia beli murah di pasar, bang Tama yang rela membagi semua makanan dan membelikan nya mainan murah ketika dirinya menangis.

  Aidan tidak tau dan harus mulai dari mana agar dia bisa menemukan keberadaan kedua abangnya.

"Aidan gak sanggup hiks bang, tapi katanya gak boleh nyerah" dirinya terkekeh pelan dengan air matanya yang terus mengalir.

  Mengingat tato di lengannya, Aidan jadi teringat dulu dia yang menangis tantrum di pasar karena meminta sebuah tato hingga bang tama dan bang Anton memasangkan tato stiker padanya sampai beberapa ibu ibu di pasar juga ikut menenangkan nya dengan membelikan dirinya balon.

"Aidan rindu kejar kejaran di pasar hiks" ujarnya

   Namun tidak ada yang tau, Naufal mendengar semuanya, semua keluh kesah adiknya.

   Ayo jangan lupa vote sama komen oke

EgoisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang