"Mas?" Bella hanya bisa berdiri di depan pintu.Dirinya tidak berani masuk dan lebih memilih menunggu di luar selagi putranya di periksa.
"Masuklah!" Pintanya membuat sang istri langsung melangkah perlahan mendekati nya.
Bella mengusap pelan rambut putranya yang sedikit basah karena keringat.
"Asmanya hampir kambuh?" Tanyanya melihat sebagian wajah putranya tertutupi oleh masker oksigen.
"Hampir tapi tidak parah, dia hanya demam saja, kau tidak perlu khawatir" Ardian mengelus pundak istrinya yang masih menatap Aidan dengan sendu.
"Tidak ada seorang ibu yang tidak khawatir melihat putranya seperti ini mas, kesalahan kita terlalu besar sampai sangat sulit mengambil hati putra kita? Kenapa rasanya Aidan justru semakin menjauh? Ini semua salah mu, andai kau tidak memisahkan mereka pasti kita sudah bisa sedikit dekat dengan putra kita, padahal kita bisa menjadikan mereka pengawal atau pun penjaga buat putra kita, kenapa?" Bella menatap suaminya dengan datar, tangannya menggenggam erat jari jemari putranya yang terbebas dari infus.
"Maaf, tapi aku melakukan itu semua untuk melindungi putra kita Bella, bagaimanapun musuh keluarga kita di mana mana, dan jika mereka masih berada di dekat Aidan maka itu akan semakin sulit untuk kita bisa meraih hati putra kita" ujarnya sedangkan Bella hanya tersenyum tipis mendengar perkataan suaminya.
"Kau sungguh egois mas, lihat karena perbuatan mu aku harus kehilangan putra ku, lihat keadaan Aidan mas, dia akan semakin membenci kita, dari dulu kau memang tidak pernah berubah selalu egois dan mementingkan diri sendiri, sekarang tolong, aku ingin bersama putraku" Bella tidak menatap suaminya sama sekali.
Tuan Ardian sendiri hanya menghela nafas lelah, dia memang egois tapi dia tidak akan pernah bisa marah kepada istrinya, dia juga yakin suatu saat nanti putranya pasti bisa menerimanya tanpa bayang bayang kedua preman itu.
"Aku di ruang kerja jika kau butuh sesuatu" Ardian terpaksa meninggalkan istrinya bersama putra bungsunya.
"Sakit ya sayang" Bella mengelus pelan dada putranya, melihat nafas putranya masih terlihat sedikit berat.
"Maaf mommy telat, andai dulu mommy tidak lalai dan mencari mu lebih sabar lagi, mungkin kita sudah hidup bahagia hm" hanya saat seperti ini lah dirinya bisa melakukan apapun pada putranya, dia tidak yakin ketika nanti putranya terbangun.
"Mommy janji sayang, mommy akan bantu memcari tau keberadaan mereka berdua" Bella masih mengelus surai putranya yang terlelap nyaman.
Aidan terbangun saat sudah sore, dirinya mengerjab pelan dan sedikit meringis saat merasakan tangannya terasa kebas juga sesuatu yang menutupi hidung dan mulutnya.
Namun yang membuat Aidan langsung tersadar adalah sebuah tangan yang berada di kepalanya yang membuatnya langsung mendongak.
Aidan hanya diam memperhatikan mommy nya mungkin, yang saat ini tengah tertidur dengan posisi duduk.
"Tidak jangan sampai aku merasa iba, bagaimanapun mereka yang sudah memisahkan aku dengan bang tama dan bang Anton, mereka semua jahat Aidan ingat itu" ujar Aidan dalam hatinya, memejamkan matanya menghalau air matanya yang hendak kembali keluar.
Dengan perlahan dirinya menyingkirkan tangan Bella yang masih berada di kepalanya, namun sepertinya itu membuat Bella terusik dan langsung terbangun.
"Sayang kamu sudah bangun" Bella langsung tersenyum sembari mengusap surai putranya yang kini menatapnya.
"Aidan mau apa hm?" Tanyanya melihat putranya yang hanya terdiam.
"M minum nyonya" lirihnya apalagi ada mesker oksigen yang masih terpasang.
Dengan perlahan Bella melepas sejenak masker oksigen tersebut seraya membantu putranya untuk minum.
"Di pake lagi ya, kan nafasnya masih berat" ujarnya saat melihat Aidan yang menolak memakai kembali masker oksigen tersebut.
Namun Aidan langsung menyerah saat melihat tatapan Bella yang memohon agar dirinya tetap memakai masker oksigen tersebut.
Entah kenapa tubuhnya juga sangat lemas membuat dirinya tidak bisa melakukan apa apa.
"Aidan, nak, ada yang sakit hm" Bella sedikit panik saat melihat putranya yang justru menangis.
"Bisakah nyonya pergi, aku ingin sendiri" pintanya.
Bella sendiri hanya terdiam, dirinya hanya tersenyum sembari mengusap surai Aidan.
"Baiklah, mommy keluar, nanti mommy kesini lagi membawa makanan" dirinya menyempatkan mencium kening putranya sebelum keluar dari dalam kamar itu.
Aidan sendiri hanya terdiam bahkan ketika wanita itu keluar dari kamarnya.
"Aahhkkk ssshhttt"
Namun saat hendak mencoba duduk dia tiba-tiba merasakan sakit di kepalanya membuatnya langsung terbaring kembali.
"Apa yang mommy masak, bukankah ini sudah lewat jam makan siang dan untuk makan malam pun masih beberapa jam lagi" Naufal menghampiri mommy nya yang tampak sibuk di dapur.
"Bubur?" Ujarnya ketika melihat masakan mommy nya.
"Untuk Aidan, dia lagi sakit" jelasnya saat melihat raut bingung dari putranya.
Ahh Naufal baru teringat bahkan semalam dia yang mengompres adiknya itu.
"Apakah demamnya belum turun mom?" Tanyanya membuat sang mommy langsung menatapnya.
"Kamu tau adikmu demam? Kenapa tidak memberi tau mommy" ujar Bella.
"Aku tau semalam saat aku tidak sengaja melewati kamarnya, saat aku lihat dia tidur dengan gelisah dan terus menyebut nama dua preman itu, saat aku lihat ternyata dia demam bahkan sempat aku kompres semalam" jelasnya dirinya duduk di pantry dapur sembari memperhatikan mommy nya yang sedang membuat bubur tersebut.
"Naufal mommy mohon, jaga Aidan ya sayang, jangan buat dia semakin membenci kita, mommy tau Naufal gak akan ngelakuin hal seperti yang lain" lirihnya membuat Naufal sedikit bingung, namun dengan segera dia sadar apa maksud dari mommy nya.
"Akan aku usahain jika yang di maksud mereka mommy mendekati Aidan secara perlahan bukan?" Ujarnya sembari melihat mommy nya yang mengangguk pelan.
"Aku ke kamar dulu mom" Naufal langsung mengambil tasnya kembali dan langsung berlalu ke dalam kamarnya.
"Daddy melakukan nya"
Ardian menatap putranya yang tiba-tiba bertanya.
"Apa maksud mu Aldy, setidaknya yang jelas jika bertanya" masih dengan fokus terhadap beberapa berkas di hadapannya.
"Rencana kita waktu itu, aku bahkan sudah mendapatkan cairan itu" ujar Aldy mengeluarkan botol kecil dari dalam tasnya.
"Tidak perlu, daddy sudah melakukan cara lain, sekarang Aidan tidak akan bisa lagi memberontak karena daddy sengaja memasang chip kecil, tapi itu bukan sembarang chips saja, itu temuan daddy tiga tahun lalu, alat itu memiliki sensor khusus yang bisa kita kontrol, dan sensor itu juga bisa merusak saraf pikiran korbannya sesuai kemauan kita, jika dia memberontak daddy bisa mengontrol nya lewat alat itu" ujar Ardian membuat Aldy di depannya terdiam.
"Jadi kita sudah tidak perlu cairan itu lagi, yang terpenting sekarang Aidan putra bungsu ku sudah berada dalam genggaman kita" Ardian menyeringai, dirinya sungguh tidak sabar menjadikan Aidan putra yang penurut.
Ayo jangan lupa vote sama komen oke
KAMU SEDANG MEMBACA
Egois
Fanfictionapaan keluarga? gue ogah punya keluarganya.... #mengandung bahasa kasar #penuh dengan umpatan... #brothersip