17

3K 253 24
                                    


Tok tok tok....

   Tama membuka matanya pertama kali melihat Anton dan Aidan yang masih tertidur pulas.

"Sial, berani banget tuh orang ganggu gue pas masih pagi begitu" dengan malas Tama mulai melangkah melihat ke arah luar dari celah kecil di sekitar tembok.

  Matanya melotot tidak percaya saat melihat ada banyak orang yang pakaian serba hitam juga dengan senjata api di tangan mereka yang kini sedang mengepung tempatnya.

   Dengan cepat dirinya membangunkan Anton yang masih tertidur.

"Bangun bego, tempat kita di kepung" ujarnya panik lalu beralih membangunkan Aidan tapi dirinya tidak ingin membuat adiknya itu terkejut.

"Aidan bangun ayo kita pergi" ujarnya dengan sedikit mengguncang tubuh adiknya.

  Tak membutuhkan waktu lama Aidan sudah terbangun walau masih linglung menatap sekitarnya.

  Namun belum selesai mereka mengumpulkan nyawa dan menghilangkan rasa kantuknya suara dobrakan pintu terdengar sangat keras bahkan membuat Aidan sedikit terkejut.

  Tak lama beberapa orang mulai muncul membuat Anton dan Tama langsung menyembunyikan Aidan di belakang tubuh mereka berdua.

"Aidan ayo pulang" ujar Daffa di sebelahnya Ardian hanya terdiam dirinya menatap putranya yang lebih memilih mereka berdua dari pada dirinya.

"Gak gak mau, gue gak mau ikut kalian lagi, mereka keluarga gue bukan kalian yang kayak iblis" ujar Aidan dengan lantang membuat suasana semakin mencengkam.

"Pisahkan mereka" Daffa mulai maju bersama para bodyguard yang mereka bawa.

  Cukup lama tragedi saling tarik menarik itu hingga kini Aidan sudah berada dalam cengkraman Daffa abangnya.

   Ardian mengambil alih tubuh Aidan dan membopongnya untuk keluar.

"GAK GAK MAU OM, LEPAS HIKS BANG TAMA!! BANG ANTON!! TURUNIN BANGSAT" ujarnya namun Ardian tidak menghiraukan putranya itu.

   Setelah mengamankan Aidan di dalam mobil bersama putra sulungnya, Ardian kembali masuk menatap dua preman yang masih di tahan oleh bodyguard mereka.

  Dengan ragu Ardian mengeluarkan sebuah cek yang sudah tertulis nominal uang yang tidak sedikit.

"Saya minta maaf sebelumnya, tapi saya benar-benar harus melakukan ini, kalian berdua akan di bawa ke tempat yang jauh sehingga tidak bisa lagi bertemu dengan putra saya, di sama kalian sudah mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan, dan ini cek bisa kalian tukarkan di Bank" ujarnya walaupun sangat terlihat jelas jika Anton dan Tama tidak terima dengan itu semua.

"Kami tidak sudi menerima uang itu, asal anda tau Aidan tumbuh dengan didikan dan tuntutan yang sangat keras di sini siapapun yang kuat yang akan bertahan, dan ingat omongan saya tuan Ardian yang terhormat sampai kapanpun Aidan akan sulit kalian taklukkan, didikan kami sudah melekat dalam jiwa nya, anda ingat itu" ujar Tama dengan bengis.

   Tidak ingin berlama-lama tuan Ardian langsung meninggalkan tempat itu membiarkan para bodyguard nya yang mengurus mereka berdua.







"LEPAS BRENGSEK!! GUE GAK MAU IKUT KALIAN LAGI, BUKA PINTUNYA LU BUDEG YA ANJING" sedari tadi Aidan terus memberontak berusaha melepaskan diri dari cekalan Daffa dan entah keberanian dari mana Aidan bisa mengumpati Daffa yang sudah mengeluarkan aura yang tidak mengenakkan.

"LU BRENGSEK!! KALIAN SEMUA BRENGSEK GUE GAK SUDI IKUT KALIAN"

PLAK!!

   Hening, dengan wajah pucat nya Aidan menoleh perlahan menatap Daffa yang baru saja menampar nya dengan sangat keras.

"Baru sehari kamu dengan mereka, mulutmu itu semakin kurang ajar Aidan, ingin rasanya aku menjahit mulut itu, mengumpatlah sekali lagi jika kau tidak ingin aku melakukan lebih" tekannya namun sepertinya Aidan tidak merasa takut sama sekali.

"ANJING LU! APA MAU NAMPAR LAGI TAMPAR KALAU PERLU SAMPAI GUE MATI SEKALIAN, KALIAN BUKAN MANUSIA KALIAN IBLIS TAU GAK LU, GUE BENCI KALIAN SEMUA GUE"

   Daffa langsung menangkap tubuh Aidan yang tiba-tiba tumbang dan hampir membentur kaca mobil.

  Panas itulah yang Daffa rasakan sekarang, dirinya menatap keluar mobil di mana daddynya baru saja keluar.

"Cepatlah dad, adik ku pingsan" ujar Daffa.

   Mendengar hal itu Ardian segera masuk ke dalam mobil menatap putranya yang sudah berada dalam dekapan putra sulungnya itu.

"Jalan, kita ke rumah sakit" ujar Daffa dengan datar menatap sang supir yang langsung melajukan mobil mereka.

  Ardian mengambil alih tubuh itu dan saat meneliti wajah putranya ada lebam dan sedikit darah di area bibir putranya juga pipi yang sudah membiru, dirinya beralih menatap putra sulungnya yang hanya diam, tapi walau begitu dirinya tau siapa yang menyebabkan luka itu.








   Ayo jangan lupa vote sama komen oke

EgoisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang