Chapter 27

72 8 5
                                    

"Lima menit saja," Bella memohon.

"Jelas tidak boleh."

"Anda mengizinkan Profesor Dumbledore masuk..."

"Ya, tentu saja, dia kan kepala sekolah, lain dong. Dia butuh istirahat."

"Oh,  ayolah, Madam Pomfrey..."

"Oh, baiklah," katanya. "Tapi hanya lima menit." Dan Madam Pomfrey mengizinkan Mereka masuk masuk.

"Harry!"

"Apa kau sudah mendingan Harry?" Tanya Bella dan dibalas anggukan.

Hermione tampaknya siap memeluknya lagi, tetapi Harry senang Hermione menahan diri, karena kepalanya masih sakit sekali. "Oh, Harry, kami sudah yakin kau akan... Dumbledore sangat cemas..."

"Seluruh sekolah membicarakannya," kata Ron.  "Apa sebetulnya yang terjadi?"

Sungguh salah satu kejadian langka ketika kenyataan yang sebenarnya justru lebih aneh dan mencekam dibandingkan desas-desus liar. Harry menceritakan semuanya kepada mereka: tentang Quirrell, Cermin Tarsah, Batu Bertuah, dan Voldemort. Mereka pendengar yang sangat baik; mereka kaget pada saat-saat yang tepat dan ketika Harry memberitahu mereka apa yang ada di balik turban Quirrell, Hermione menjerit keras.

"Jadi batu itu sudah tak ada?" kata Ron  akhirnya. "Flamel akan mati?"

"Itulah yang kukatakan, tetapi menurut Dumbledore apa, ya? bagi pikiran yang terorganisir dengan baik, kematian hanyalah petualangan besar berikutnya."

"Dari dulu kubilang Dumbledore itu sinting," kata Ron, kelihatannya terkesan sekali pada betapa gilanya orang yang dikaguminya itu.

"Jadi, apa yang terjadi pada kalian bertiga?" tanya Harry.

"Yah, aku kembali dengan selamat," kata Bella.

"Kusadarkan Ron, perlu sedikit waktu dan kami sedang berlari ke kandang burung hantu untuk mengontak Dumbledore, ketika kami bertemu   dengannya di Aula Depan. Dia sudah
tahu dia cuma berkata, 'Harry mengejarnya, kan?' lalu bergegas ke lantai tiga."

"Apakah menurutmu Dumbledore sengaja mengaturnya agar kau bertindak begitu?" kata Ron. "Mengirim jubah ayahmu dan yang lainnya itu?"

"Wah," Hermione meledak, "kalau memang begitu maksudku sungguh mengerikan kau bisa saja terbunuh."

"Tidak, tidak," kata Harry berpikir-pikir. "Dumbledore orangnya lucu. Menurutku, dia tampaknya ingin memberiku kesempatan. Kurasa dia tahu sedikit-banyak tentang segala sesuatu yang terjadi di sini. Rupanya dia sudah menduga kita akan mencoba, dan alih- alih mencegah, dia mengajari kita secukupnya untuk membantu. Kurasa bukan kebetulan dia membiarkan aku mengetahui cara kerja Cermin Tarsah. Seakan menurutnya aku punya hak untuk menghadapi   Voldemort, kalau aku bisa..."

"Yeah, Dumbledore memang menyebarluaskan hal itu," kata Ron bangga. "Dengar, kau sudah harus sembuh untuk ikut pesta akhir tahun ajaran besok. Jumlah semua angka sudah masuk dan Slytherin menang, tentu saja. Kau tak bisa ikut pertandingan Quidditch terakhir dan tanpa dirimu, kita digilas habis oleh Ravenclaw. Tapi makanannya besok enak-enak."

Saat itu Madam Pomfrey masuk. "Kalian sudah ngobrol hampir lima belas menit, sekarang KELUAR," katanya tegas.

.......


Aula didekorasi dengan warna Slytherin, hijau dan perak, untuk merayakan keberhasilan Slytherin memenangkan Piala Asrama untuk ketujuh kalinya selama tujuh tahun berturut-turut. Spanduk raksasa bergambar ular, lambang Slytherin, membentang menutupi dinding di belakang Meja Tinggi.

K

etika Harry melangkah masuk, mendadak ruangan menjadi sunyi dan kemudian semua anak mulai bicara berbarengan. Harry duduk di kursi, di antara Ron dan Bella di meja Gryffindor, dan berusaha tidak mengacuhkan kenyataan bahwa anak-anak berdiri untuk melihatnya. Untunglah Dumbledore tiba tak lama kemudian. Celoteh anak-anak langsung reda.

"Satu tahun lagi telah berlalu!" kata Dumbledore riang. "Dan aku harus menggerecoki kalian dengan ocehan orang tua sebelum kita mulai menyerbu makanan enak-enak ini. Tahun ini
sungguh luar biasa! Mudah- mudahan kepala kalian sedikit lebih penuh daripada setahun yang lalu... kalian masih punya sepanjang musim panas untuk mengosongkan kepala sebelum tahun ajaran baru mulai...."

"Nah, seperti yang kupahami, Piala Asrama perlu dianugerahkan dan skornya sebagai berikut: di tempat keempat Gryffindor, dengan tiga ratus dua belas angka; tempat ketiga Hufflepuff, dengan tiga ratus lima puluh dua; Ravenclaw mengumpulkan empat ratus dua  puluh enam, dan Slytherin empat ratus tujuh puluh dua."
Gemuruh sorak dan entakan kaki terdengar dari meja Slytherin. Bella bisa melihat Draco Malfoy mengetuk- ngetukkan piala minumnya di atas meja. Pemandangan yang memuakkan.
"Ya, ya, bagus sekali, Slytherin," puji Dumbledore. "Meskipun demikian, kejadian belakangan ini harus ikut diperhitungkan."

Ruangan langsung sunyi senyap. Senyum anak-anak Slytherin sedikit memudar.

"Ehem," kata Dumbledore. "Ada angka-angka terakhir yang harus kubagikan. Coba kulihat. Ya... "Yang pertama kepada Mr Ronald Weasley..." Wajah Ron  menjadi keunguan; dia tampak seperti lobak yang terbakar sinar matahari. " untuk
permainan catur paling indah yang pernah dilihat Hogwarts selama bertahun-tahun ini. Kuhadiahkan kepada Gryffindor lima puluh angka."
Sorak Gryffindor nyaris mengangkat atap sihir Aula; bintang- bintang di atas sampai bergetar. Percy terdengar memberitahu Prefek-prefek lainnya, "Kalian tahu, dia adikku! Adik laki-lakiku yang paling kecil! Berhasil memecahkan set catur raksasa McGonnagall."

Akhirnya sunyi lagi. "Kedua kepada Miss Hermione Granger...untuk penggunaan logika dingin dalam menghadapi api. Kuhadiahkan kepada Gryffindor lima puluh angka."
Hermione membenamkan wajah ke lengannya. Harry sangat curiga dia menangis. Anak-anak Gryffindor di sekeliling meja bukan main senangnya. Angka mereka naik seratus poin.

Miss Black Adventures Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang