Malam pun tiba, Kalilla mulai bersiap-siap untuk makan malam bersama keluarga Elbert. Dia merasa sedikit gugup, tapi juga antusias. Sambil mengenakan dress hitam tanpa lengan yang sudah dipilihnya sejak tadi siang, dia melihat pantulan dirinya di cermin, memastikan semuanya tampak sempurna.
"Pa, ayo kita pergi. Takutnya keluarganya Elbert udah nunggu," kata Kalilla sambil memeriksa jam tangannya.
"Sebentar, Papa ambil dompet dulu. Jangan sampai ketinggalan lagi," sahut Papa sambil bergegas menuju kamarnya.
Mama yang sudah siap berdiri di dekat pintu, tersenyum melihat putrinya yang sudah tampil cantik. "Wih, udah cantik banget anak gadis Mama," puji Mama, mengagumi penampilan Kalilla.
"Ah, bisa aja Mama. Mama juga cantik hari ini," balas Kalilla sambil tersenyum manis.
Mama mengenakan dress putih elegan yang tampak sempurna di tubuhnya. Sementara itu, Papa keluar dari kamar dengan mengenakan jas hitam dan kemeja, tampak rapi dan berwibawa.
Akhirnya, mereka bertiga menuju kafe yang sudah dijanjikan untuk bertemu dengan keluarga Elbert. Kalilla sesekali melirik ponselnya, memastikan bahwa tidak ada pesan baru dari Elbert. Perjalanan menuju kafe terasa singkat, meskipun perasaan gugup masih terus ada di dalam diri Kalilla.
Setelah semua siap, keluarga Kalilla akhirnya keluar rumah dan menuju ke café tempat mereka akan bertemu dengan keluarga Elbert. Sepanjang perjalanan, suasana terasa sedikit tegang, namun dipenuhi dengan ekspektasi. Kalilla merasa gugup, karena ini pertama kalinya ia akan bertemu dengan keluarga Elbert dalam suasana yang lebih formal.
"Mama, menurut Mama gimana nanti keluarganya Elbert? Kita bakal cocok gak ya?" tanya Kalilla sambil mengalihkan rasa gugupnya.
Mama tersenyum, menenangkan Kalilla. "Tenang saja, Nak. Kalau Elbert anaknya baik, pasti keluarganya juga baik. Jangan terlalu khawatir."
"Benar, Nak," tambah Papa. "Papa yakin kita semua bakal enjoy malam ini. Lagipula, Elbert itu udah sopan dan baik banget kok."
Sesampainya di café, mereka langsung disambut oleh pelayan yang mengarahkan mereka ke meja reservasi yang sudah dipersiapkan oleh keluarga Elbert. Dari kejauhan, Kalilla bisa melihat Elbert dan keluarganya sudah duduk menunggu.
"Mereka sudah datang, Pa. Ayo kita kesana," kata Kalilla sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian.
Mereka pun berjalan menuju meja. Elbert berdiri dan tersenyum saat melihat kedatangan Kalilla dan keluarganya.
"Good evening Auntie, Uncle. Thank you for coming," sapa Elbert ramah sambil menyambut mereka. Orangtuanya juga berdiri dan menyambut dengan hangat.
"Good evening, it's a pleasure to meet you all," balas Papa Kalilla sambil menjabat tangan ayah Elbert.
"Thank you for inviting us to dinner," ucap Mama Kalilla dengan senyum hangat.
Mereka duduk, dan suasana awalnya terasa sedikit formal, namun setelah beberapa menit berbicara, suasana mulai mencair. Obrolan ringan tentang pekerjaan, perjalanan, dan hobi pun mengalir di antara mereka.
"Elbert sering cerita tentang Kalilla," kata Ibu Elbert sambil tersenyum, memandang Kalilla. "Kami sangat senang akhirnya bisa bertemu langsung denganmu, Nak."
Kalilla tersipu malu. "Oh, terima kasih, Tante. Saya juga senang bisa bertemu dengan keluarga Elbert."
"Kalilla ini anaknya baik dan pintar," tambah Papa Kalilla, bangga. "Semoga ke depannya hubungan kita semua bisa semakin baik."
Elbert yang duduk di samping Kalilla, tersenyum menatapnya. Dia merasa lega bahwa keluarganya dan keluarga Kalilla bisa akrab dengan cepat.
Makanan pun datang, dan mereka mulai makan sambil melanjutkan obrolan. Kalilla yang biasanya pendiam saat makan, sesekali tertawa kecil mendengar candaan Elbert dan Papanya yang tampaknya sudah mulai akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paris, a Second Chance | Terbit
Lãng mạn𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚, 𝐰𝐚𝐣𝐢𝐛 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐚𝐤𝐮𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐯𝐨𝐭𝐞& 𝐜𝐨𝐦𝐦𝐞𝐧𝐭 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐛𝐚𝐛!! 𝐒𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐫𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢!! Bianca Kalilla Abigail, seorang wanita yang terluka hatinya, pergi ke Paris-kota yang penuh...