"Jealousy burns deep when you see the one you like laughing with someone else, and you wonder if their smile is brighter when you're not around."
*****
Pagi yang cerah, Hugo dan Jerome memutuskan untuk jalan-jalan ke Braga, salah satu kawasan ikonik di Bandung yang terkenal dengan suasana klasik dan kafe-kafenya yang bersejarah. Sejak pagi, langit cerah dan udara masih sejuk, membuat suasana jalanan Braga semakin nyaman untuk dinikmati.
"Braga ini gak pernah gagal bikin gue rileks, ya," ujar Hugo sambil berjalan pelan, menikmati suasana.
"Setuju. Suasananya beda sama Malioboro, tapi sama-sama asik," jawab Jerome yang ikut menikmati suasana pagi itu.
Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar, melewati bangunan tua dan toko-toko yang menjual barang-barang antik. Namun, ketenangan pagi itu segera terusik ketika Hugo tanpa sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya.
"Hugo, lo ngeliat apa sih?" tanya Jerome yang merasa Hugo tiba-tiba berhenti dan menatap lurus ke depan.
Hugo terdiam sejenak, mencoba memastikan apa yang dilihatnya. Di salah satu kafe kecil di ujung jalan, dia melihat Willona sedang duduk bersama seorang pria yang juga dikenalnya. Sagara-teman lamanya yang dulu pernah dekat dengan Hugo, namun hubungan mereka merenggang.
"Gila, itu Willona sama Sagara?" gumam Hugo dengan suara tercekat.
Jerome mengikuti pandangan Hugo dan mengernyitkan alisnya. "Seriusan? Kok mereka kesini?"
Perasaan campur aduk langsung muncul dalam hati Hugo. Setelah mengetahui bahwa Willona selingkuh darinya, ia sudah mencoba untuk move on. Namun, melihat Willona tertawa dan tampak bahagia bersama Sagara seperti itu, membuat luka lamanya terbuka lagi.
"Kenapa dia harus sama Sagara?" keluh Hugo dengan nada kesal.
"Udahlah, Bang. Jangan dipikirin. Dia udah bukan urusan lo lagi," ucap Jerome, mencoba menenangkan Hugo. Namun, Hugo tidak bisa menahan rasa frustrasinya. Pikirannya kacau, dan melihat Willona bersama Sagara membuatnya merasa semakin dikhianati.
"Kita pergi aja dari sini, gue gak mau ketemu mereka," ujar Hugo dengan nada tegas.
Jerome hanya mengangguk, menghargai perasaan temannya. Mereka pun berbalik arah, meninggalkan kawasan Braga dengan langkah yang lebih cepat dari sebelumnya, mencoba menjauh dari pemandangan yang tidak ingin dilihat Hugo.
Sementara itu, di Paris, Kalilla sedang menikmati pagi yang berbeda. Dia bersama Elbert berencana mengunjungi sebuah pameran seni terkenal di Paris yang menampilkan karya-karya seniman lokal dan internasional. Pameran itu diadakan di sebuah galeri yang megah dan terletak di pusat kota Paris. Kalilla yang memang menyukai seni, sangat antusias.
Mereka tiba di galeri seni dan langsung disambut oleh suasana yang hangat, dengan banyak pengunjung yang sibuk melihat-lihat lukisan dan instalasi seni. Kalilla tampak sangat menikmati setiap karya seni yang dipajang, sedangkan Elbert berjalan di sampingnya, tersenyum melihat antusiasme Kalilla. "Tempat ini luar biasa ya," kata Kalilla dengan mata berbinar.
"Iya, seni di sini emang gak main-main. Aku senang bisa ajak kamu ke sini," balas Elbert sambil tersenyum bangga.
Namun, suasana hangat ini tiba-tiba berubah saat seseorang muncul di depan mereka. Seorang pria bule yang tampak tinggi dengan rambut pirang melangkah mendekat ke arah Kalilla. Dia adalah John, pria yang tidak sengaja ditabrak oleh Kalilla saat tiba di bandara beberapa waktu lalu.
"Kalilla? Long time no see!" sapa John dengan senyum lebar, suaranya terdengar akrab.
Kalilla terkejut sekaligus senang melihat John. "John! I didn't expect to see you here. How are you?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Paris, a Second Chance | Terbit
Romansa𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚, 𝐰𝐚𝐣𝐢𝐛 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐚𝐤𝐮𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐯𝐨𝐭𝐞& 𝐜𝐨𝐦𝐦𝐞𝐧𝐭 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐛𝐚𝐛!! 𝐒𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐫𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢!! Bianca Kalilla Abigail, seorang wanita yang terluka hatinya, pergi ke Paris-kota yang penuh...