𝟐𝟗. 𝓣𝓸𝓰𝓮𝓽𝓱𝓮𝓻 𝓪𝓽 𝓛𝓪𝓼𝓽

21 8 0
                                    

Minggu-minggu berlalu dengan lambat, dan setiap harinya terasa lebih berat bagi Hugo. Dia terus berusaha menghubungi Kalilla, tetapi setiap kali pesan-pesannya tidak dibalas, rasa putus asa semakin menghimpit hatinya. Setiap kali dia melihat sosok Kalilla di jalan, dia merasa seperti ada yang terlewatkan, sebuah kesempatan yang hilang.

Hugo tahu bahwa dia tidak bisa terus-menerus seperti ini. Dengan tekad yang bulat, dia memutuskan bahwa dia harus bertemu dengan Kalilla. Dia tidak bisa lagi membiarkan perasaannya terpendam, terutama setelah mendengar dari Javier tentang bagaimana Kalilla masih menyimpan perasaan yang sama untuknya.

"Kalilla," ucap Hugo dalam hati. "Aku harus menemukan cara untuk berbicara denganmu"

Esok sore harinya, setelah pulang dari kantor, dia mengambil napas dalam-dalam dan mengirimkan pesan kepada Kalilla.

Esok sore harinya, setelah pulang dari kantor, dia mengambil napas dalam-dalam dan mengirimkan pesan kepada Kalilla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia menunggu dengan cemas, jari-jarinya mengetuk-ngetuk di meja. Detak jantungnya semakin cepat, dan saat pesan itu terbaca, ada kelegaan dan ketegangan bersamaan. Hugo bisa merasakan ketidakpastian dalam balasan itu. Namun, dia tidak ingin menyerah. Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Kalilla akhirnya membalas.

 Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Kalilla akhirnya membalas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kilauan rembulan, dia tiba di kafe yang biasa mereka kunjungi. Udara Paris terasa segar, tetapi ada rasa cemas yang menggelayuti hati Hugo. Dia melihat sekeliling, menanti kedatangan Kalilla, dan berharap bisa menyampaikan semua yang ingin dia katakan.

Ketika Kalilla tiba, senyumnya membuat hati Hugo berdebar. Dia mengenakan gaun sederhana, tetapi wajahnya bersinar seperti bintang di malam hari.

"Maaf aku terlambat," ucap Kalilla sambil duduk di hadapannya.

"Tidak apa-apa. Aku senang kamu datang," jawab Hugo, mencoba untuk tetap tenang meskipun perasaannya sedang bergejolak.

Setelah beberapa detik hening, Hugo mengumpulkan keberanian. "Kalilla, aku... Aku ingin berbicara tentang perasaan kita"

Kalilla menunduk, seolah ragu untuk bertemu tatapan matanya. "Hugo, aku..."

"Aku tahu kita telah melalui banyak hal, dan mungkin aku seharusnya tidak berharap untuk hal ini," Hugo melanjutkan, "tetapi aku tidak bisa mengabaikan perasaanku padamu. Sejak kita kecil, kamu selalu ada di hatiku. Dan sekarang, saat aku melihatmu menjauh, rasanya sangat menyakitkan"

Paris, a Second Chance | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang