𝟐𝟖. 𝓒𝓸𝓷𝓯𝓵𝓲𝓬𝓽𝓮𝓭 𝓗𝓮𝓪𝓻𝓽𝓼

17 8 0
                                    

"Kita saling menemukan kembali, tetapi hatiku masih terjebak dalam keraguan yang membuat setiap langkah terasa berat"



Kalilla tiba di apartemen kecilnya di Paris dengan perasaan campur aduk. Setelah beberapa minggu menjalani kesibukan di London, ia merindukan suasana hangat di rumah. Begitu pintu apartemen terbuka, aroma masakan yang familiar menyambutnya.

"Mama! Papa!" serunya, mengganti sepatu botnya dengan sandal nyaman.

"Mama di dapur, sayang!" teriak Mama dari dalam sambil memasak.

Kalilla tersenyum dan menuju dapur, di mana Mama sedang menyiapkan hidangan kesukaannya, ratatouille. "Akhirnya kamu kembali! Kami merindukanmu," kata Mama sambil memeluknya erat.

"Merindukan Mama juga! London sangat ramai," jawab Kalilla, menghela napas lega. "Tapi aku senang bisa kembali"

Kalilla kemudian melihat Papa duduk di meja makan, membaca koran. "Papa, aku sudah kembali!" serunya.

Papa meletakkan korannya dan tersenyum lebar. "Kamu tampak kelelahan, nak. Bagaimana perjalananmu?"

"Menarik! Banyak pengalaman baru, tapi Paris selalu terasa lebih nyaman," balas Kalilla.

"Baguslah kamu sudah pulang. Setelah makan, kita bisa menonton film keluarga," saran Papa.

Kalilla mengangguk dengan antusias. "Aku suka itu! Sudah lama kita tidak melakukannya"

Mereka menikmati makan malam bersama, berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing. Kalilla bercerita tentang pengalaman kerjanya di London, sementara Mama dan Papa menceritakan kabar tetangga dan perkembangan di sekitar apartemen mereka.

Setelah selesai makan, mereka duduk bersama di ruang tamu. Kalilla memeluk bantal dan merasakan kehangatan suasana keluarga. "Kita nonton film apa?" tanyanya.

"Aku ingin nonton film lama yang kita semua suka, 'Amélie'," usul Mama.

"Setuju!" seru Kalilla dan Papa bersamaan.

Film dimulai, dan seiring alunan musik yang khas, Kalilla merasa hatinya hangat. Momen-momen sederhana seperti ini, bersama orang-orang tercinta, adalah yang paling ia rindukan. Dia menyadari bahwa meskipun kesibukan di London menggembirakan, tidak ada yang bisa menggantikan kehangatan keluarga di Paris.

Keesokan harinya, Kalilla bangun dengan semangat baru. Setelah menikmati sarapan bersama orang tuanya, ia bersiap-siap untuk kembali bekerja di butik miliknya. Dengan mengenakan gaun simpel yang chic, Kalilla berangkat, merasakan udara Paris yang segar di pagi hari.

Di butik, suasana ramai dan ceria. Kalilla berinteraksi dengan pelanggan sambil menata koleksi terbarunya. "Selamat datang! Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya kepada seorang pelanggan yang tampak bingung memilih.

"Ya, saya mencari gaun untuk acara formal," jawab pelanggan itu dengan senyum.

Setelah seharian bekerja, Kalilla merasa puas. Butiknya ramai, dan pelanggan tampak senang dengan koleksinya. Saat hari mulai gelap, ia pun menutup butik dan bersiap untuk bertemu dengan Hugo.

"Kalilla!" seru Hugo saat mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang mereka sukai. "Kamu terlihat menawan hari ini."

"Terima kasih, Hugo. Kamu juga!" balas Kalilla, sedikit tersipu. "Bagaimana harimu?"

Hugo duduk dan mengambil minuman pesanan mereka. "Lumayan sibuk di kantor. Banyak proyek yang harus diselesaikan," ucapnya sambil mengaduk kopinya. "Tapi aku senang bisa meluangkan waktu untuk kita"

Kalilla tersenyum, merasa nyaman berada di dekatnya. "Aku senang bisa bertemu denganmu. Rasanya seperti sudah lama sekali," katanya sambil menyesap kopinya.

Paris, a Second Chance | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang