𝟐𝟏. 𝓗𝓮𝓪𝓵𝓲𝓷𝓰 𝓗𝓮𝓪𝓻𝓽𝓼, 𝓒𝓱𝓪𝓼𝓲𝓷𝓰 𝓓𝓻𝓮𝓪𝓶𝓼

18 9 0
                                    

Jakarta, Indonesia tahun 2010

Keesokan harinya, kabar tentang Hugo yang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan saat pulang kuliah dengan sepedanya menyebar dengan cepat di kalangan teman-temannya. Willona, yang masih merasa bersalah dan menyesal atas apa yang terjadi antara dirinya dan Hugo, memutuskan untuk menjenguknya di rumah sakit.

Saat tiba di rumah sakit, Willona berjalan perlahan menuju kamar Hugo. Rasa gugup memenuhi hatinya, namun dorongan untuk menemani Hugo lebih kuat. Di depan pintu kamar rumah sakit, dia menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pelan sebelum masuk.

"Hugo..." ucap Willona dengan suara pelan saat melihat Hugo terbaring di ranjang rumah sakit, wajahnya terlihat lelah namun dia masih tetap tersenyum kecil melihat kedatangan Willona.

"Hei, Willona..." balas Hugo dengan nada yang sedikit lemah. "Kamu datang..."

Willona mendekat dan duduk di samping ranjang Hugo, tatapannya dipenuhi kekhawatiran. "Iya, aku dengar kamu kecelakaan... Maaf banget, aku nggak langsung datang"

Hugo tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Aku baik-baik aja, cuma butuh istirahat"

Mereka berbicara perlahan, saling bertukar cerita. Walaupun hubungan mereka sudah tidak sama lagi, Willona tetap ingin memastikan bahwa Hugo tidak merasa sendirian. Di dalam hatinya, dia masih berharap Hugo bisa memaafkannya dan mereka bisa kembali bersama, meskipun Hugo sendiri belum yakin akan perasaannya.

Sementara itu, di sisi lain, kehidupan Kalilla di Paris terus berlanjut. Pada pagi itu, dia duduk di ruang tamu apartemen sambil menikmati secangkir kopi. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, menampilkan sebuah notifikasi email dari sebuah perusahaan fashion terkenal di Paris. Saat membukanya, dia membaca dengan hati-hati dan terkejut dengan isinya.

"Tawaran jadi model?" gumam Kalilla pelan. Matanya melebar saat membaca lebih jauh.

Email itu berisi tawaran untuk menjadi model di salah satu perusahaan fashion ternama di Paris. Tawaran itu datang setelah salah satu desainer perusahaan tersebut melihat foto-foto Kalilla di sosial media dan terkesan dengan penampilannya.

Kalilla termenung sejenak, merenungkan tawaran yang tiba-tiba itu. Menjadi model bukanlah sesuatu yang pernah terpikirkan olehnya sebelumnya. Namun, Paris adalah kota yang penuh dengan kesempatan, dan tawaran ini bisa membuka pintu baru dalam hidupnya.

Kalilla kemudian menelepon Elbert untuk memberitahukan kabar tersebut. "El, aku baru dapat tawaran jadi model dari perusahaan fashion di sini. Kamu nggak akan percaya!"

"Wow, serius? Itu luar biasa, Lilla!" Elbert terdengar sangat antusias di ujung telepon. "Kamu harus ambil kesempatan ini, ini bisa jadi pengalaman luar biasa buat kamu"

"Tapi aku agak ragu, El. Ini sesuatu yang benar-benar baru buat aku"

"Dengerin aku, Lilla. Kamu punya semua yang dibutuhkan untuk berhasil. Aku yakin kamu bisa"

Kata-kata Elbert memberikan keyakinan baru pada Kalilla. Setelah berdiskusi dengan Elbert, dia mulai merasa lebih percaya diri untuk menerima tawaran tersebut. Ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang besar, dan dengan dukungan Elbert, Kalilla merasa siap untuk mengambil langkah berani ini.

*****

Beberapa hari setelah kecelakaan, Hugo akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Walaupun masih sedikit lemas, ia bertekad untuk kembali menjalani aktivitasnya di kampus. Teman-temannya, Javier, Jerome, dan Sagara, ikut senang melihat Hugo kembali pulih dan bisa melanjutkan kuliah.

Langit pagi yang biru, Hugo berjalan pelan memasuki kampus. Suasana terasa berbeda, mungkin karena ia sudah beberapa hari tidak datang ke kuliah. Sambil menunggu jadwal kelas dimulai, ia duduk di bangku taman kampus bersama Jerome dan Javier, berbicara ringan tentang pelajaran dan kehidupan kampus.

Paris, a Second Chance | TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang