delapan belas

93 8 0
                                    

Hari selanjutnya, Rai dan dina bergegas menuju lokasi acara penting yang sudah dinanti-nanti. Begitu mereka tiba, suasana terasa meriah. Kerumunan penggemar yang telah menunggu di luar menyambut dengan antusias. Rai tersenyum hangat, melambaikan tangan kecilnya kepada mereka, menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan yang diberikan. Sinar lampu kamera dari berbagai arah mengikuti setiap gerakan rai, namun ia tetap tenang, terbiasa dengan sorotan seperti ini.

Setelah melewati kerumunan, Rai bergabung dengan rekan-rekan seprofesinya yang sudah menanti di dalam gedung. Dia tersenyum dan menyapa mereka dengan ramah, sementara dina, seperti biasa, menjalankan tugasnya sebagai manager. Dina mengambil beberapa foto dan video candid rai, menangkap momen-momen ketika rai tampak bersinar di antara yang lain. Setelah mendapatkan beberapa sudut terbaik, Dina dengan cepat mengunggahnya ke akun media sosial mereka, memastikan para penggemar yang tidak bisa hadir tetap dapat mengikuti setiap momen penting.

Di sisi lain, jauh di negara yang berbeda, ponsel rayan bergetar. Notifikasi masuk dari akun media sosial yang ia ikuti, akun dina dan rai. Dengan segera, Rayan membuka ponselnya, rasa rindu yang terpendam seketika terobati saat ia melihat foto dan video rai yang baru saja diunggah. Jarinya berhenti sejenak, dan sebuah senyum tipis muncul di wajahnya ketika ia melihat betapa anggunnya sang istri. Rai, dalam balutan jas elegan, terlihat begitu indah dan penuh percaya diri.

Rayan menghela napas, menyimpan foto-foto dan video itu di ponselnya, seakan-akan dengan begitu ia bisa menjaga rai tetap dekat, meski mereka terpisah jarak ribuan kilometer. Di dalam hatinya, Rayan bersyukur masih bisa melihat istrinya, meski hanya melalui layar kecil di tangannya.

"Aku merindukanmu," bisiknya pelan pada dirinya sendiri, sembari menatap gambar rai yang kini tersimpan rapi di galeri ponselnya.

Di tengah keramaian acara, Rai tetap meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan rekan-rekannya. Mereka saling berfoto, baik dalam grup besar maupun dalam kelompok kecil, hanya berdua atau bertiga. Suasana terasa hangat dan penuh kebersamaan, meskipun sorotan kamera terus mengikuti mereka di setiap sudut ruangan.

Namun, setelah sesi foto bersama selesai, perhatian rai sepenuhnya tertuju pada penggemarnya. Dengan senyum ramah, ia berjalan mendekati mereka, tak ragu mengabulkan permintaan untuk berfoto bersama atau sekadar memberi tanda tangan. Setiap kali ia tersenyum atau berbicara, kehangatannya terasa, membuat setiap momen bersama penggemar begitu berharga.

Di antara kerumunan penggemar itu, seorang anak perempuan mendekat. Dengan mata yang berbinar penuh harap, ia menyerahkan selembar foto kepada rai untuk ditandatangani. Rai menerimanya dengan lembut, namun saat matanya bertemu dengan gadis kecil itu, ia sejenak terpaku. Ada sesuatu dalam tatapan anak itu yang memicu rasa kehilangan di hati rai. Dalam hatinya, Rai merenung, “Jika putriku masih ada… mungkin ia sudah sebesar ini.”

Kesedihan kembali mengapung di permukaan, meski hanya sesaat. Namun, Rai tetap tersenyum. Senyum yang tulus, meskipun di baliknya ada rasa perih yang mendalam. Ia mencoretkan tanda tangannya di atas foto itu, lalu, dengan lembut, Rai meletakkan tangannya di pipi gadis kecil itu. Ada kehangatan dalam sentuhan itu, seolah-olah dalam benaknya, gadis kecil itu adalah cerminan dari putrinya, putri yang hanya bisa ia bayangkan kini.

"Terima kasih kak rai!" ujar gadis kecil itu dengan penuh kebahagiaan, tanpa mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh idolanya. Rai hanya tersenyum, mengangguk pelan, dan melihat gadis itu kembali ke kerumunan. Sejenak, Rai memandang jauh, menghela napas panjang, lalu menguatkan hatinya kembali. Hari itu, ia tahu, meskipun putrinya tidak bersamanya, cintanya untuk sang buah hati tetap hidup dalam setiap momen, dalam setiap pertemuan, seperti anak kecil yang baru saja ia temui.

Sementara itu, saat suasana toko sedang sepi. Sania, yang duduk di belakang meja kasir, tiba-tiba tersenyum lebar saat melihat ponselnya. Ia sedang melihat foto terbaru idolanya yang baru diunggah di media sosial..

“ Rani, lihat ini deh! gemes banget, ya ampun!” seru sania dengan semangat, suaranya mengisi kesunyian toko.

Rani yang sedang merapikan kue di etalase ikut mendekat. “Mana? Wah, iya, gemes banget ” sahut rani tak kalah antusias. Keduanya tampak terpana melihat foto idolanya, kekaguman terlihat jelas dari wajah mereka.

Tanpa pikir panjang, Sania segera mengunggah foto-foto itu ke grup chat mereka. “Biar bang rayan juga lihat,” ucapnya sambil mengetik pesan singkat yang berisi pujian untuk rai.

Sementara itu, di rumah, Rayan sedang duduk di ruang tamu, menggendong zeline yang sudah mulai tenang setelah sempat rewel di siang hari. Ketika notifikasi grup chat masuk, Rayan membuka ponselnya dan melihat foto-foto rai yang baru diunggah sania. Seketika senyum tipis muncul di wajahnya.

“Cantik, dia benar-benar cantik ” gumamnya pelan, matanya berbinar melihat sosok yang sangat ia cintai, ibu dari anaknya, dan pusat dunianya. Dalam hati, Rayan terus memuji rai, betapa beruntungnya ia memiliki sosok seindah dan sekuat rai.

Hari ini, Rayan memutuskan untuk tetap di rumah, merawat zeline yang masih butuh banyak perhatian. Namun, ia tahu, besok mungkin mereka akan kembali ke toko, kembali menjalani rutinitas yang sempat terhenti. Dan setiap kali rayan melihat foto-foto rai, ia merasa semangatnya selalu terisi penuh, seolah setiap gambar itu adalah pengingat betapa berharganya kebersamaan mereka.

Setelah acara yang panjang dan melelahkan itu selesai, Rai dan Dina akhirnya bisa menghela napas lega. Keduanya meninggalkan lokasi acara dengan senyum puas, namun rasa lelah jelas terlihat di wajah mereka. Rai melambai kepada para penggemar yang masih setia menunggu di luar gedung, menyampaikan terima kasih sebelum menaiki mobil yang akan membawa mereka kembali ke hotel.

Dalam perjalanan, Dina tak henti-hentinya menatap ponselnya, memeriksa unggahan yang ia buat sebelumnya, memantau reaksi dari para penggemar.

"Sepertinya mereka semua puas rai. Komentar-komentarnya positif," ucap dina sambil tersenyum kecil. Rai hanya mengangguk, melepaskan penat dengan menyandarkan kepala ke kursi mobil, matanya sedikit terpejam.

Sesampainya di hotel, mereka langsung menuju kamar masing-masing. Tanpa banyak bicara, Rai dan Dina berpisah di lorong, sama-sama ingin segera membersihkan diri dan beristirahat. Sampainya di kamar, rai berdiri di depan cermin, melepas make-up dan jas yang ia kenakan, kemudian berbaring di ranjang hotel yang terasa sangat nyaman setelah lama berdiri di atas panggung dan bertemu banyak orang.

Pikirannya melayang sejenak pada suami dan anaknya. Ada kerinduan mendalam yang tiba-tiba menyeruak di hatinya.

Di kamar sebelah, Dina juga tengah bersiap untuk tidur. Pikirannya tertuju pada perjalanan pulang esok hari. Meski ia terbiasa dengan perjalanan internasional bersama rai, ada perasaan lega setiap kali mereka kembali ke negara asal, tempat di mana segala rutinitas terasa lebih familiar.

Keduanya tertidur, membiarkan tubuh mereka beristirahat sepenuhnya sebelum kembali pulang ke negara tercinta keesokan harinya.

zeline racheline [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang